Sunday, December 25, 2011

Cadangan Migas Indonesia Merosot

JAKARTA, FAJAR -- Dua indikator menunjukkan kinerja sektor minyak dan gas bumi (migas) belum menggembirakan. Selain produksi minyak yang di bawah target, cadangan migas juga merosot. Deputi Pengendalian Operasi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMigas) Rudi Rubiandini mengatakan, Cadangan terbukti per 1 Januari 2011 adalah 4,039 miliar barel untuk minyak dan 104,7 triliun standar kaki kubik gas bumi (tcf). Sedangkan per 1 Januari 2012, cadangan diperkirakan 3,925 miliar barel minyak dan 104,5 tcf. "Cadangan minyak Indonesia terus turun," ujarnya, Minggu, 18 Desember. Data BPMigas menunjukkan, pada 2011, tambahan cadangan tercatat sebesar 215,5 juta barel minyak dan 2,86 triliun gas bumi. Padahal, produksinya 329,9 miliar barel minyak dan 3,08 triliun kaki kubik gas. "Artinya, temuan baru pada 2011 lebih kecil dibanding produksi, sehingga cadangannya turun. Dengan kondisi ini, peningkatan eksplorasi mutlak dilakukan," katanya. Untuk peningkatan eksplorasi di wilayah kerja (WK) produksi, BPMigas mendorong kontraktor kontrak kerja sama (KKS) agar memprioritaskan program eksplorasi di lahan tidur. Selain itu, akan dilakukan peninjauan ulang potensi eksplorasi di lahan tidur di seluruh Indonesia. "Agar kegiatan eksplorasi area marginal dan frontier lebih menarik, BPMigas berencana mengajukan rumusan kriteria insentif. Sedangkan untuk peningkatan eksplorasi di wilayah kerja eksplorasi, didorong pelaksanaan komitmen pasti," terangnya. Menurut Rudi, dalam pemilihan pemenang WK perlu dilakukan screening test yang lebih ketat untuk mendapatkan kontraktor yang mampu secara finansial, teknis, dan sumber daya manusia. "BPMigas juga akan menerapkan reward and punishment kepada kontraktor eksplorasi dalam pelaksanaan komitmen kontrak. Bagi yang berkinerja buruk, akan mendapat peringatan tegas," ujarnya. Sebelumnya, Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo menyatakan, pemerintah siap memberantas perusahaan calo yang hanya memperjualbelikan WK migas. "Sekarang tidak ada lagi era jual beli WK migas," tegasnya. Evita mengakui, pada masa lalu, tidak jarang terjadi jual beli WK migas. Artinya, ada perusahaan migas atau KKKS hanya mengikuti lelang migas, namun tidak mengerjakan sendiri WK-nya, tapi malah menjualnya ke perusahaan lain. Karena itu, lanjut Evita, pemerintah akan mendorong perusahaan migas agar menepati komitmen investasi yang sudah disampaikan saat mengikuti lelang. "Komitmen yang disampaikan saat lelang, harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh," ujarnya. (jpnn/upi) http://www.fajar.co.id/read-20111218232417-cadangan-migas-indonesia-merosot

Tately NV Kembali Eksplorasi Blok Laring

SatuNegeri.com - Perusahaan tambang Tately NV asal Belanda, akan kembali melakukan eksplorasi minyak dan gas di Blok Laring, Kecamatan Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Menurut Manajer Operasional Tately, Mike Ellis di Mamuju, Senin (21/11). Pada pengeboran perdana, dihentikan karena khawatir tekanan gas itu justru menimbulkan dampak lingkungan. Dan rencana pengeboran yang kedua kalinya ini lokasinya tidak jauh dari titik pengeboran pertama kali. Mike mengatakan, perusahaan miliknya baru akan melakukan produksi apabila kandungan minyak mencapai minimal 200 minyak/barel dan untuk potensi gas maka kandungannya harus jauh lebih besar dari potensi minyak.Namun pihaknya berkeyakinan tinggi ada potensi migas di daerah Sarudu. Selain di Sarudu, saat ini Tately NV masih mencari titik migas di Kecamatan Tommo dengan kedalam telah mencapai 3.600 meter dari permukaan perut bumi. "Kami akan melakukan pengeboran hingga 4.000 meter dan akan mencari lagi beberapa sumur migas lagi yang potensi kedalaman dapat dijangkau,"pungkasnya. Ia berharap migas yang dicari dapat segera ditemukan untuk segera dilakukan ekploitasi agar hasilnya dapat dinikmati secara bersama perusahaan dan daerah ini. http://satunegeri.com/berita-167-tately-nv-kembali-eksplorasi-blok-laring.html

Pengusaha Sulbar Diminta Berkompetisi Sehat Kelola Migas

24-11-2011 01:04:12 WIB

Mamuju (Phinisinews) - Pengusaha Sulawesi Barat diminta dapat berkompetisi secara sehat dalam mengelola blok migas yang segera akan dilakukan eksplorasi.

"Lima tahun ke depan migas di Sulbar yang masih dalam tahap ekplorasi akan segera dilakukan eksploitasi," kata Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar, Arsyad Hafid di Mamuju, Rabu.

Ia meminta agar pengusaha Sulbar mempersiapkan diri untuk tahapan ekploitasi itu dengan bersiap menjadi kontraktor di bidang migas.

"Pengusaha Sulbar harus siap berkompetisi secara sehat dalam memenangkan dan mengerjakan sejumlah proyek konstruksi di bidang migas yang segera akan dilakukan eksploitasi di Sulbar," katanya.

Karena menurutnya akan banyak kontraktor migas yang berasal dari luar Sulbar akan masuk ke Sulbar dalam rangka melakukan pekerjaan migas ketika benar benar migas Sulbar dieksploitasi.

"Tingkatkan daya saing dan profesionalisme agar dapat bersaing dengan sehat bersama dengan kontraktor dari luar," katanya.

Ia mengatakan, kontraktor yang bergerak di bidang migas di Sulbar harus berupaya memberikan kontribusi bagi pembangunan di daerah setelah migas Sulbar di tujuh blok yang dimilikinya di eksploitasi karena migas itu akan memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah.

"Manfaatkan migas sebagai kekayaan alam Sulbar untuk pembangunan daerah, karena setelah migas Sulbar diekploitasi, Sulbar akan disulap menjadi daerah maju di Indonesia dari segi perekonomian," katanya.

Sekda mengatakan, apabila migas Sulbar dikelola pengusahanya maka akan lahir masyarakat sejahtera baru di daerah ini.

Ia mengatakan, perusahaan migas di Sulbar yang sementara ini melakukan ekploitasi diantaranya PT Marathon Oil yang melakukan pengeboran migas di Blok Pasangkayu, PT Exxon Mobile di Blok Surumana Kabupaten Mamuju Utara kemudian PT Conoco Philips di Blok Kuma perbatasan Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara.

Kemudian, PT Stat Oil yang mengelola migas di Blok Kuma Karama Kabupaten Mamuju, Pearl Oil yang mengeksplorasi migas di blok Karama dan PT Exploration and Production di blok Malunda, serta PT Exploration and Production yang mengekplorasi migas di Blok South Mandar.

(Sumber: PhinisiNews/Ant)

http://www.phinisinews.com/read/2011/11/24/7511-pengusaha_sulbar_diminta_berkompetisi_sehat_kelola_migas

Tately Belum Temukan Titik Migas di Tommo

Selasa, 22 November 2011 20:08 WITA | Sulbar
Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan Tately NV yang melakukan pengeboran minyak dan gas (Migas) pada Block Budong-Budong di Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, hingga kini belum menemukan ciri-ciri adanya kandungan migas yang ada di wilayah itu.

"Pengeboran migas pada block Budong-Budong pada sumur NV Tommo sudah sampai pada kedalaman 3.600 meter. Kami akan terus melakukan pengeboran hingga 4.000 meter di bawah permukaan perut bumi dan bahkan bisa jadi lebih hingga ada hasil yang bisa kami temukan," kata Manajer Operasional Tately NV Mike Ellis di Mamuju, Selasa.

Menurutnya, perusahannya yang telah melakukan pengeboran migas sejak pertengahan tahun ini akan berusaha mencari titik migas untuk dilakukan produksi di provinsi termudah ini.

"Kami tetap optimis bisa menemukan titik migas. Namun, belum bisa dipastikan apakah layak untuk di produksi atau tidak," jelasnya.

Mike Ellis menuturkan, untuk melakukan produksi minyak maka potensi kandungan yang dibutuhkan sekitar 200 miliar/barel dan untuk potensi gas maka harus jauh lebih besar dari pada kandungan minyak.

Ia menyampaikan, pengeboran migas yang dilakukan di Tommo telah menghabiskan anggaran sekitar 31 juta dolar Amerika serikat.

Dikatakannya, pengeboran migas di Kecamatan Tommo merupakan pengeboran migas kedua yang dilakukan PT Tately NV di daratan Provinsi Sulbar, setelah sebelumnya perusahaan itu melakukan pengeboran migas di Kecamatan Sarudu.

Menurut dia, dirinya tentu sangat mengharapkan ada kandungan migas di perut bumi itu sehingga kelak benar-benar layak untuk diproduksi.

Mike Ellis mengakui, meski telah membuang anggaran besar untuk pengeboran migas, perusahaannya tidak takut mengalami risiko kerugian karena diyakini bahwa Blok migas di Kecamatan Tommo memiliki potensi yang cukup besar.

"Jika tidak menemukan migas di lokasi pengeboran migas sekarang, kami akan melakukan pengeboran migas di Kecamatan Tommo hingga dua sampai tiga titik lagi, karena kami yakin ada migas di dalam perut bumi di Kecamatan Tommo ini,"katanya. (.KR-ACO/E001)
COPYRIGHT © 2011

http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/34029/tately-belum-temukan-titik-migas-di-tommo

Tately Bor Lima Sumur Migas di Mamuju


Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan PT Tately NV masih akan melakukan pengeboran di lima sumur minyak dan gas yang ada di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.

"PT Tately NV telah menyatakan akan melakukan pengeboran minyak dan gas (Migas) di lima titik sumur migas yang dianggap berpotensi memiliki cadangan migas," kata Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh di Mamuju, Senin.

Ia mengatakan, PT Tetely NV melakukan pengeboran migas dalam rangka menemukan titik migas karena selama ini yang ditemukan adalah gas.

"PT Tately NV belum menemukan titik minyak yang dicari namun hanya menemukan gas makanya perusahaan itu akan melakukan pengeboran migas di sejumlah titik yang sudah ditentukan di Mamuju," katanya.

Menurut dia, PT Tately NV sebelumnya telah menghabiskan anggaran sekitar 31 juta dolar Amerika serikat untuk melakukan pengeboran migas di Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulbar.

Manajer Operasional Tately NV Mike Ellis mengatakan, pengeboran migas di Kecamatan Tommo yang dilakukan Agustus 2011, merupakan pengeboran migas kedua yang dilakukan PT Tately NV di daratan Provinsi Sulbar, setelah sebelumnya perusahaan itu melakukan pengeboran migas di Kecamatan Sarudu.

Ia mengatakan, pengeboran migas di Kecamatan Tommo itu menghabiskan anggaran sekitar 31 juta dolar AS.

Menurut dia, pengeboran migas akan dilakukan hingga kedalaman 3.000 meter di bawah permukaan bumi.

Mike Ellis mengakui, meski telah membuang anggaran besar untuk pengeboran migas, perusahaannya tidak takut mengalami risiko kerugian karena diyakini bahwa Blok migas di Kecamatan Tommo memiliki potensi yang cukup besar.

Ia mengatakan, pengeboran migas di Kecamatan Tommo akan membutuhkan waktu dua bulan untuk mencapai kedalaman 1.000 meter sehingga butuh waktu setengah tahun mengebor migas di daerah itu. (T.KR-MFH/F003)

COPYRIGHT © 2011

http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/33627/tately-bor-lima-sumur-migas-di-mamuju

Exxon Masih Yakin Ada Minyak di Sulbar


Satunegeri.com - Meski telah menghabiskan biaya 280 juta dolar AS Exxon Mobile belum kapok melakukan pengeboran minyak di Sulawesi Barat walau pengeboran tersebut belum berhasil menemukan minyak yang dicari.
"Exxon mobile masih akan melakukan pengeboran di perairan Sulbar" ungkap Gubernur sulbar, Anwar Adnan.
Anwar sendiri berharap Exxon dapat segera menemukan minyak yang dicari,sebab dengan begitu akan berpengaruh kepada peningkatan serta pertumbuhan ekonomi di Sulbar.
Exxon Mobile sebelumnya telah melakukan survei seismik dan pemboran tiga sumur mencari minyak diperairan di Sulbar, namun belum menemukan kandungan hidrokarbon di perairan Sulbar.

http://satunegeri.com/berita-105-exxon-masih-yakin-ada-minyak-di-sulbar.html

Kadin Ajak Pengusaha Sulbar Jadi Kontraktor Migas


Selasa, 22 November 2011 07:52 WITA | Ekonomi
Mamuju (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri Provinsi Sulawesi Barat mengajak pengusaha di provinsi tersebut dapat meningkatkan daya saing menjadi kontraktor minyak dan gas.

"Di Sulbar akan segera dilakukan eksploitasi sembilan blok migas, setelah dilakukan eksplorasi oleh perusahaan asing sejak tahun 2009," kata kata Harry Warganegara Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulbar di Mamuju, Selasa.

Ia mengatakan, setelah lima tahun kedepan ketika sembilan blok migas di Sulbar benar-benar dilakukan eksploitasi karena cadangan minyak Sulbar telah ditemukan melalui eksplorasi, maka pengusaha di Sulbar harus bersiap menjadi kontraktor migas.

"Pengusaha di Sulbar harus menjadi kontraktor migas, setelah eksploitasi dilakukan untuk mengerjakan sejumlah proyek kontruksi yang berkaitan dengan proyek ekploitasi yang dilakukan perusahaan migas di sembilan blok di Sulbar,"katanya
Oleh karena itu ia meminta agar pengusaha di Sulbar dapat meningkatkan daya saing dan kompetensinya, agar mampu mengerjakan proyek migas di Sulbar yang ketika akan ada nantinya.

"Jangan jadi penonton jangan sampai pengusaha dari luar Sulbar yang mengerjakan proyek kontruksi ketika eksploitasi migas di Sulbar dilakukan, itu akan merugikan pengusaha di Sulbar,"katanya.

Ia berharap pengusaha Sulbar yang tertarik untuk menjadi kontraktor migas harus segera melakukan pengurusan izin ditingkat pusat, karena menjadi kontraktor migas tidak mudah karena proses tendernya dilakukan secara nasional.

"Menjadi kontraktor migas, haruslah memiliki izin bertaraf nasional karena migas harus ditender secara nasional dan itu tidak mudah, harus melalui proses panjang,"katanya.

Menurut dia, di Sulbar saat ini hanya BUMD yang layak menjadi kontraktor karena telah memiliki izin selebihnya belum ada perusahaan di Sulbar yang layak jadi kontraktor migas.

"BUMD Sulbar, tidak ingin hanya sendirian mengerjakan proyek migas di Sulbar tapi seluruh pengusaha di Sulbar juga berusaha dengan terlebih dahulu meningkatkan daya sainnya,"katanya. (T.KR-MFH/M019)
COPYRIGHT © 2011

http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/34024/kadin-ajak-pengusaha-sulbar-jadi-kontraktor-migas

Asing Kucurkan Rp4,5 Triliun untuk Migas

Rabu, 23 November 2011
MAMUJU- Perusahaan asing di Provinsi Sulawesi Barat telah mengucurkan dana mencapai Rp4,5 triliun untuk pengeboran minyak dan gas sejak 2009 pada tujuh blok.

Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar Arsyad Hafid di Mamuju, Selasa (22/11), mengatakan, perusahaan asing itu belum berhasil menemukan migas yang dicari setelah melakukan pengeboran dengan kedalaman mencapai 3.000 meter sampai 4.000 meter baik di darat dan di laut.

Perusahaan migas itu antara lain adalah PT Marathon Oil yang melakukan pengeboran migas di Blok Pasangkayu, PT Exxon Mobile di Blok Surumana Kabupaten Mamuju Utara kemudian PT Conoco Philips di Blok Kuma perbatasan Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara.

Kemudian, PT Stat Oil yang mengelola migas di Blok Kuma Karama Kabupaten Mamuju, Pearl Oil yang mengeksplorasi migas di blok Karama dan PT Exploration and Production di blok Malunda, serta PT Exploration and Production yang mengekplorasi migas di Blok South Mandar.

Menurut dia, sejumlah perusahaan asing yang melakukan pengeboran migas telah menghabiskan anggaran yang besar itu hingga akhir 2011. Perusahaan asing itu tidak takut mengalami kerugian meski telah membuang anggaran yang cukup besar melakukan pengeboran migas karena mereka yakin Sulbar memiliki cadangan migas yang dicari," katanya.

Ia berharap ketika perusahaan migas telah berhasil melakukan eksplorasi di Sulbar, dan segera melakukan eksploitasi maka perusahaan itu dapat memberikan kontribusi ekonomi bagi perekonomian Sulbar.

Selain itu dapat melakukan pemberdayaan bagi pengusaha di Sulbar agar dapat mengerjakan sejumlah proyek konstruksi yang berkaitan dengan proyek eksploitasi yang dilakukan.

"Pengusaha di Sulbar juga yang berniat menjadi pengusaha kontraktor Migas dapat memberdayakan diri akan memiliki daya saing sehingga layak mengerjakan proyek serupa lima tahun mendatang," katanya. (ant/hrb)

http://www.investor.co.id/energy/asing-kucurkan-rp45-triliun-untuk-migas/24813

Monday, December 5, 2011

Masyarakat Sulbar tak Rela Lari-Lariang "Direbut" Kalsel

Rabu, 16 November 2011 | Sulbar

Mamuju (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh menyatakan, masyarakat di daerah itu tidak akan rela Pulau Lariang-Lariang yang telah ditetapkan secara hukum masuk wilayah Sulawesi Barat "direbut" Provinsi Kalimantan Selatan.

"Masyarakat Sulbar tidak akan rela jika wilayahnya, Pulau Lari-Lariang, yang telah dinyatakan secara hukum masuk ke wilayah Sulbar 'direbut' Provinsi Kalsel," katanya di Mamuju, Rabu.

Ia menilai Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah berusaha "mencaplok" Pulau Lari-Lariang yang masuk wilayah Sulbar dengan sikapnya tidak mau mengalah dan berusaha merebut pulau yang kaya minyak itu.

"Kalsel tampaknya terus berusaha 'mencaplok' wilayah Sulbar dengan mengklaim dan berupaya merebut Pulau Lari-Lariang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Majene Provinsi Sulbar, tanpa mau mengerti bahwa pulau itu secara hukum adalah sah milik Sulbar," katanya.

Menurut dia, jika hal itu tetap dilakukan Pemerintah Provinsi Kalsel, maka masyarakat Sulbar tidak akan rela dan tetap berupaya mempertahankan Pulau Lari-Lariang sebagai wilayah Provinsi Sulbar.

Pulau Lari-Lariang merupakan salah satu pulau yang berada di perairan Sulawesi dan masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sesuai pengakuan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui peraturan pemerintah.

Karena iyu, katanya, klaim Pemprov Kalsel bahwa Pulau Lari-Lariang masuk dalam wilayah Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel, tidak beralasan karena tidak melalui legitimasi aturan yang jelas.

"Jadi pemerintah di Provinsi Kalsel sebaiknya menghentikan upaya untuk merebut Pulau Lari-Lariang yang sudah sangat jelas masuk dalam wilayah Sulbar sesuai aturan yang ada," katanya.

Ia juga meminta masyarakat Kota Baru berhenti berdemonstrasi untuk merebut Pulau Lari-Lariang karena masyarakat Sulbar juga bisa melakukan hal serupa untuk mempertahankan Pulau Lari-Lariang yang menjadi wilayahnya.

"Masyarakat Sulbar akan mempertahankan Pulau Lari-Lariang agar tidak direbut Kalsel karena Pulau Lari-Lariang adalah milik Sulbar," katanya.

Gubernur Sulbar Anwar Adnan menuding ada upaya Pemerintah Kalsel merebut Pulau Lari-Lariang karena daerah itu memiliki potensi gas alam yang besar. Tetapi pemerintah di Sulbar juga tidak akan rela dan akan mempertahankan karena itu wilayahnya.

Dia mengatakan, pemerintah di Sulbar akan segera menuntaskan masalah sengketa wilayah itu dengan melibatkan pemerintah tingkat pusat.

"Pemerintah di Sulbar siap membicarakan sengketa wilayah yang diperebutkan ini, dengan melibatkan Kemendagri agar jelas siapa yang berhak atas Pulau Lari-Lariang ini," ujarnya. (T.KR-MFH/S023)
COPYRIGHT © 2011

Tately Berencana Bor Migas di Blok Lariang

Selasa, 22 November 2011 | Sulbar

Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan tambang Tately NV berencana untuk kembali mengebor atau melakukan ekplorasi minyak dan gas di block Lariang, di Kecamatan Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

"Kami optimis kandungan minyak dan gas di Kabupaten Mamuju Utara sangat besar. Pada pengeboran perdana yang dilakukan di Kecamatan Sarudu telah ditemukan tekanan gas dari perut bumi," kata Manajer Operasional Tately, Mike Ellis di Mamuju, Senin.

Menurut Mike, ketika itu dihentikan kegiatan karena khawatir tekanan gas itu justeru menimbulkan dampak lingkungan.

Rencana untuk kembali melakukan pengeboran di daerah Sarudu akan dilakukan pada lokasi yang tidak jauh dari pengeboran pertama di Mamuju Utara.

"Ada keyakinan tinggi telah ada potensi migas di daerah Sarudu. Makanya, rencana pengeboran ulang di sekitar lokasi itu baru akan dimulai pada awal tahun 2012,"kata dia.

Ia mengatakan, perusahaan miliknya baru akan melakukan produksi apabila kandungan minyak mencapai minimal 200 minyak/barel dan untuk potensi gas maka kandungannya harus jauh lebih besar dari potensi minyak.

"Kita lihat saja apakah ada kandungan yang lebih besar dari apa yang kami temukan pada pengeboran migas di awal tahun 2011 yang lalu. Tentunya, kami selaku perusahan akan terus berupaya mencari titik-titik migas untuk bisa digarap pada masa-masa yang akan datang,"ungkap Mike.

Mike Ellis menyampaikan, kedalaman pengeboran migas yang dilakukan PT Tately NV di Kecamatan Sarudu sudah melewati di kedalaman 2.000 meter namun hanya menemukan tekanan yang diduga mengandung gas.

Oleh karena itu ia mengatakan, PT Tately NV berniat kembali mencari titik lainnya yang dianggap memiliki kandungan migas jauh lebih besar dari pelaksanaan pengeboran migas pertama di Kecamatan Sarudu.

Saat ini kata dia, Tately NV masih mencari titik migas di Kecamatan Tommo dengan kedalam telah mencapai 3.600 meter dari permukaan perut bumi.

"Kami akan melakukan pengeboran hingga 4.000 meter dan akan mencari lagi beberapa sumur migas lagi yang potensi kedalaman dapat dijangkau,"pungkasnya.

Ia berharap migas yang dicari dapat segera ditemukan untuk segera dilakukan ekploitasi agar hasilnya dapat dinikmati secara bersama perusahaan dan daerah ini. (T.KR-ACO/M019)
COPYRIGHT © 2011

Pemkab Harap Nelayan Aman dari Sengketa Lari-Lariang

Jumat, 25 November 2011 Sulbar


Majene, Sulbar (ANTARA News) - Pemkab Majene, Sulawesi Barat, berharap sengketa Pulau Lari-Lariang yang terdapat di Majene, antara Sulbar dengan Kalimantan Selatan tidak merugikan nalayan yang memanfaatkan pulau tersebut sebagai lokasi transit saat melakukan pelayaran.

Kepala Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Majene Syamsuddin Ahmad di Majene, Jumat, mengatakan Pulau Lari-Lariang adalah salah satu lokasi strategis yang dijadikan para nelayan Mejene sebagai tempat peristirahatan sementara saat melakukan pelayaran.

"Saat nelayan menangkap ikan pada malam hari dan tidak bisa langsung kembali ke daratan, maka nelayan tersebut menjadikan Pulau Lari-Lariang sebagai tempat persinggahan sebelum melanjutkan pelayaran," ungkapnya.

Dengan adanya sengketa kepemilikan pulau, dikhawatirkan bisa mengancam nasib nelayan Majene maupun nelayan dari kabupaten lain di Sulbar yang memanfaatkan pulau tersebut.

Menurutnya, sejak lama nelayan Sulbar telah menjadikan pulau itu sebagai tempat persinggahan, utamanya bagi nelayan Majene yang tepat berbatasan dengan Lari-Lariang sebab dianggap tempat tersebut satu-satunya alternatif persinggahan sebelum menuju daratan Majene.

"Kami berharap kasus ini tetap diserahkan kepada beberapa pihak yang menjadi mediator dan pemegang kebijakan, selain itu tidak dikaitkan dengan warga yang tidak mengetahui telalu jauh tentang sengketa ini," lanjut Syamsuddin.

Terkait sengketa kepemilikan Lari-Lariang, dia mengaku bahwa saat ini Sulbar memiliki peluang yang cukup besar untuk menguasai pulau tersebut sesuai hasil keputusan Kementerian Dalam Negeri yang memasukkan Lari-lariang dalam kawasan Sulbar.

Pada lain hal, Kalsel masih tetap bertahan dan mengklaim kepemilikian pulau itu yang dianggap masuk dalam kawasan Kalsel dengan beberapa pertimbangan serta alasan sejarah.

"Kami menganggap hal tersebut sebagai proses yang wajar, lagipula saat ini Pemprov Sulbar juga telah melakukan negosiasi dengan beberapa pihak termasuk kepada Pemprov Kalsel. Yang jelasnya, kami berharap sengketa ini tidak melibatkan warga," ungkapnya. (T.PSO-284/M027)
COPYRIGHT © 2011

Pemkab Majene Diminta Perhatikan Pulau Lari-Lariang

Selasa, 29 November 2011 | Sulbar

Mamuju (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, diminta memperhatikan Pulau Lari-Lariang agar tidak diklaim milik daerah lain.

Asisten II Pemerintah Provinsi Sulbar Aksan Jalaluddin, di Mamuju, Selasa, mengatakan Pemerintah Kabupaten Majene harus memberikan perhatian khusus terhadap Pulau Lari-Lariang yang ternyata berusaha direbut daerah lain.

Ia mengatakan, Pulau Lari-Lariang yang terletak di perairan Sulawesi sebelumnya dklaim masuk dalam wilayah Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.

Padahal, kata dia, Lari-Lariang yang terletak antara Kalimantan dan Sulawesi telah ditetapkan masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sesuai pengakuan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui peraturan pemerintah.

Menurut dia, kasus Pulau Lari-Lariang yang berusaha direbut provinsi lain tidak boleh kembali terjadi sehingga Pemkab Majene harus proaktif menjaganya dengan memberikan perhatian sungguh-sungguh.

"Pemkab Majene harus membentuk tim untuk mengunjungi Pulau Lari-Lariang yang memiliki kekayaan alam berupa minyak dan gas. Misalnya dengan menyusun program pemberdayaan agar pulau itu dapat termanfaatkan dan tetap dapat berada di wilayah Sulbar," katanya.

Ia mengatakan, Lari-Lariang memiliki kekayaan alam yang melimpah sehingga tidak boleh disepelekan pemerintah daerah ini, harus diperhatikan agar dapat dipertahankan keberadaannya masuk dalam wilayah Sulbar.

Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh sebelumnya menegaskan jika masyarakat di Sulbar tidak akan rela Pulau Lari-Lariang yang telah ditetapkan secara hukum masuk wilayah Sulbar direbut Provinsi Kalsel.

"Masyarakat Sulbar tidak akan rela jika wilayahnya, Pulau Lari-Lariang, yang telah dinyatakan secara hukum masuk wilayah Sulbar diambil daerah lain," katanya.

Ia menilai Pemprov Kalsel telah berusaha mengambil Pulau Lari-Lariang yang masuk wilayah Sulbar dengan sikapnya tidak mau mengalah dan berusaha merebut pulau yang kaya minyak itu.

"Kalsel tampaknya terus berusaha 'mencaplok' wilayah Sulbar dengan mengklaim berupaya merebut Pulau Lari-Lariang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, tanpa mau mengerti bahwa pulau itu secara hukum adalah sah milik Sulbar," katanya.

Menurut dia, jika hal itu tetap dilakukan Pemerintah Provinsi Kalsel, masyarakat Sulbar tidak akan rela dan tetap berupaya mempertahankan Pulau Lari-Lariang. (T.KR-MFH/E005)



COPYRIGHT © 2011

Kalsel Harus Berhasil Ambil Lari-larian

Sabtu, 19 November 2011 Seputar Kalsel


Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Kolonel Inf (Purn) Nasib Alamsyah menyatakan, provinsinya harus berhasil mengambil kembali Pulau Larilarian.


"Kita harus berhati-hati mempelajari peraturan perundang-undangan agar tidak salah dalam mengajukan gugatan terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011," tandasnya, di Banjarmasin, Kamis.

Permendagri 43/2011, yang dikeluarkan 29 September 2011 itu berisikan penetapan, Pulau Lereklerekan (Pulau Larilarian = versi Kalsel), masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Sulbar).

Oleh sebab itu, gugatan terhadap Pemendagri 43/2011 harus rinci dan jelas, sehingga tak ada keraguan mengenai kepemilikan Pulau Larilarian, yang sejak zaman Hindia Belanda masuk wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalsel.

"Kalsel kini sedang menyiapkan 'Judicial Review' (JR) terhadap Permendagri 43/2011. Kita tak akan tinggal diam terhadap persoalan hak Kalsel tersebut," tandas mantan Komandan Korem Bone Sulawesi Selatan (Sulsel) itu.

"Pemprov Kalsel bersama para pakar, kini sedang mempersiapan materi JR. Kita berharap JR tersebut berhasil merebut kembali Pulau Larilarian ke pangkuan Kalsel," demikian Nasib Alamsyah.

Sebelumnya, Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, Permendagri 43/2011 tidak sesuai dengan prosedur penetapan tapal batas antar wilayah, termasuk menjadikan masukan Kalsel sebagai bahan pertimbangan menetapkan status Pulau Larilarian tersebut.

Ia mengungkapkan, masukan Kalsel berupa berbagai dokumen ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dan Menteri Dalam Negeri menetapkan secara sepihak atas Permandagri 43/2011 tersebut.

"Upaya lain dari Pemprov Kalsel, meminta pendapat sejumlah kalangan untuk mendukung 'second opinion' terhadap keberadaan Pulau Larilarian, dengan tinjauan berbagai aspek," lanjut gubernur dua periode di provinsi tersebut.

"Kita akan terus berupaya mengembalikan Pulau Larilarian ke wilayah Kotabaru Kalsel, baik melalui diplomasi atau pendekatan politik maupun jalur hukum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian Rudy Ariffin./sn*C

COPYRIGHT © 2011

Wakil Menteri Siap Membantu


Senin, 31 Oktober 2011 | Seputar Kalsel

Wamenkum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke MA, agar Pulau Larilarian kembali ke Kalsel/Antara
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke Mahkamah Agung, agar Pulau Larilarian kembali masuk wilayah Kalimantan Selatan, karena sebelumnya ditetapkan Kementerian Dalam Negeri masuk wilayah Sulawesi Barat.


Hal tersebut disampaikan Denny pada pidato pembukaan bedah buku karangannya "Indonesia Optimis" di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Sabtu.


Pada bedah buku yang dihadiri ribuan peserta dari akademisi dan mahasiswa tersebut Denny mengatakan bahwa dia bersama dengan Menteri Riset dan Teknologi telah membicarakan masalah tersebut.


"Selain itu saya juga telah bertemu dengan Menteri Dalam Negeri mempertanyakan peraturan penetapan Pulau Larilarian sebutan untuk Kalsel atau Lerek-Lerekan sebutan Sulawesi Barat masuk dalam wilayah Sulbar," katanya.


Padahal tambah dia, secara geografis pulau kaya akan sumber daya alam gas tersebut jauh lebih dekat ke wilayah Kalsel atau Kotabaru yang juga merupakan tanah kelahiran Denny.


Pada saat bertemu dengan Mendagri, tambah dia, ada beberapa jawaban dan alasan yang disampaikan, sehingga pulau Lerek-Lerekan masuk wilayah Sulbar.


"Maka waktu itu saya jawab kita akan bawa masalah ini ke MA dan kita akan berdebat sesuai dengan bukti-bukti yang dimiliki masing-masing wilayah," katanya.


Denny sendiri mengaku merasa yakin kalau Pulau Larilarian adalah masuk wilayah Kalsel, bukan hanya berdasarkan bukti kedekatan wilayah Kalsel dengan pulau tersebut, tetapi juga bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh Pemprov Kalsel.


Namun Denny sangat menyayangkan adanya spanduk yang bertuliskan bahwa "Saatnya Kalimantan Merdeka".


"Saya sangat kaget adanya tulisan yang mengatakan saatnya Kalimantan Merdeka, namun setelah saya tanyakan hanya untuk meramaikan saja," kata Denny yang disambut tawa para peserta.


Bedah buku yang menghadirkan beberapa narasumber yang cukup kompeten dibidangnya tersebut mendapatkan sambutan cukup antusias dari seluruh peserta, dimana para peserta berebut untuk bertanya.


Setelah acara selesai Denny yang merupakan putra asli Kalsel langsung diserbu mahasiswa yang ingin mendapatkan tanda tangan dan foto bersama mantan Ketua Satgas Antimafia Hukum itu.


Sebelumnya, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Ketua DPRD Kalsel Nasib Alamsyah, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani dan beberapa pejabat lainnya menghadapi ke Mendagri untuk mempertanyakan tentang diputuskannya Larilarian masuk Provinsi Sulbar.


Sayangnya, pada saat itu Mendagri hanya bersedia menerima Gubernur Rudy Ariffin, sehingga membuat masalah semakin memanas, dan warga Kalsel merasa dilecehkan./B*C

COPYRIGHT © 2011

Wakil Menteri Siap Membantu

Senin, 31 Oktober 2011 | Seputar Kalsel

Wamenkum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke MA, agar Pulau Larilarian kembali ke Kalsel/Antara
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke Mahkamah Agung, agar Pulau Larilarian kembali masuk wilayah Kalimantan Selatan, karena sebelumnya ditetapkan Kementerian Dalam Negeri masuk wilayah Sulawesi Barat.


Hal tersebut disampaikan Denny pada pidato pembukaan bedah buku karangannya "Indonesia Optimis" di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Sabtu.


Pada bedah buku yang dihadiri ribuan peserta dari akademisi dan mahasiswa tersebut Denny mengatakan bahwa dia bersama dengan Menteri Riset dan Teknologi telah membicarakan masalah tersebut.


"Selain itu saya juga telah bertemu dengan Menteri Dalam Negeri mempertanyakan peraturan penetapan Pulau Larilarian sebutan untuk Kalsel atau Lerek-Lerekan sebutan Sulawesi Barat masuk dalam wilayah Sulbar," katanya.


Padahal tambah dia, secara geografis pulau kaya akan sumber daya alam gas tersebut jauh lebih dekat ke wilayah Kalsel atau Kotabaru yang juga merupakan tanah kelahiran Denny.


Pada saat bertemu dengan Mendagri, tambah dia, ada beberapa jawaban dan alasan yang disampaikan, sehingga pulau Lerek-Lerekan masuk wilayah Sulbar.


"Maka waktu itu saya jawab kita akan bawa masalah ini ke MA dan kita akan berdebat sesuai dengan bukti-bukti yang dimiliki masing-masing wilayah," katanya.


Denny sendiri mengaku merasa yakin kalau Pulau Larilarian adalah masuk wilayah Kalsel, bukan hanya berdasarkan bukti kedekatan wilayah Kalsel dengan pulau tersebut, tetapi juga bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh Pemprov Kalsel.


Namun Denny sangat menyayangkan adanya spanduk yang bertuliskan bahwa "Saatnya Kalimantan Merdeka".


"Saya sangat kaget adanya tulisan yang mengatakan saatnya Kalimantan Merdeka, namun setelah saya tanyakan hanya untuk meramaikan saja," kata Denny yang disambut tawa para peserta.


Bedah buku yang menghadirkan beberapa narasumber yang cukup kompeten dibidangnya tersebut mendapatkan sambutan cukup antusias dari seluruh peserta, dimana para peserta berebut untuk bertanya.


Setelah acara selesai Denny yang merupakan putra asli Kalsel langsung diserbu mahasiswa yang ingin mendapatkan tanda tangan dan foto bersama mantan Ketua Satgas Antimafia Hukum itu.


Sebelumnya, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Ketua DPRD Kalsel Nasib Alamsyah, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani dan beberapa pejabat lainnya menghadapi ke Mendagri untuk mempertanyakan tentang diputuskannya Larilarian masuk Provinsi Sulbar.


Sayangnya, pada saat itu Mendagri hanya bersedia menerima Gubernur Rudy Ariffin, sehingga membuat masalah semakin memanas, dan warga Kalsel merasa dilecehkan./B*C

COPYRIGHT © 2011

DPRD Kalsel bentuk Pansus Larilarian

Senin, 05 Desember 2011 06:54 WITA | Seputar Kalsel
Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Fathurrahman dari Partai Persatuan Pembangunan menyatakan, pihaknya segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pulau Larilarian Kabupaten Kotabaru.


"Pansus dewan yang membahas/menangani Pulau Larilarian itu, berintikan anggota Komisi I bidang hukum dan pemerintahan DPRD Kalsel," kata dia usai memimpin rapat paripurna DPRD provinsi tersebut, di Banjarmasin, Sabtu.

Selain itu, dua orang dari perutusan fraksi-fraksi DPRD Kalsel, sehingga jumlah keanggotaan Pansus tersebut kemungkinan menjadi 26 orang. Karena anggota Komisi I sebanyak 10 orang, kemudian ditambah 2 X 8 fraksi atau 16 orang.

"Pembentukan Pasus tersebut, insya Allah, 8 Desember 2011, karena nama-nama anggota dewan perutusan dari delapan fraksi sudah masuk ke pimpinan DPRD Kalsel, lanjut wakil rakyat dari PPP itu.

Ia mengharapkan, melalui Pansus dewan, dapat melakukan kajian secara lebih seksama dan mendalam lagi, guna mengambil kembali Pulau Larilarian, yang luasnya sekitar 2,5 hektar tersebut.

Sebab berdasar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 Pulau Larilarian dengan sebutan lain Pulau Lereklerekan itu masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Sulbar), demikian Fathurrahman.

Sebelumnya pada kesempatan terpisah, Ketua DPRD Kalsel, Kolonel Inf (Purn) Nasib Alamsyah menyatakan, provinsinya harus berhasil mengambil kembali Pulau Larilarian dari Sulbar.

Menurut mantan Komandan Korem Bone Sulawesi Selatan (Sulsel) itu, dengan melihat perkembangan terakhir, maka satu-satunya jalan untuk mengambil kembali Pulau Larilarian tersebut, melalui perlawanan hukum atau melakukan gugatan terhadap Permendagri 43/2011.

"Namun kita harus berhati-hati mempelajari peraturan perundang-undangan agar tidak salah dalam mengajukan gugatan terhadap Permendagri 43/2011 tersebut," tandas politisi senior Partai Golkar itu.

Permendagri 43/2011, yang dikeluarkan 29 September 2011 itu berisikan penetapan, Pulau Lereklerekan (Pulau Larilarian = versi Kalsel), masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulbar.

Oleh sebab itu, gugatan terhadap Permendagri 43/2011 harus rinci dan jelas, sehingga tak ada keraguan mengenai kepemilikan Pulau Larilarian, yang sejak zaman Hindia Belanda masuk wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalsel, demikian Nasib Alamsyah.

Pada kesempatan lain, Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, Permendagri 43/2011 tidak sesuai dengan prosedur penetapan tapal batas antar wilayah, termasuk menjadikan masukan Kalsel sebagai bahan pertimbangan menetapkan status Pulau Larilarian tersebut.

Ia mengungkapkan, masukan Kalsel berupa berbagai dokumen ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dan Menteri Dalam Negeri menetapkan secara sepihak atas Permendagri 43/2011 tersebut.

"Upaya lain dari Pemprov Kalsel, meminta pendapat sejumlah kalangan untuk mendukung 'second opinion' terhadap keberadaan Pulau Larilarian, dengan tinjauan berbagai aspek," lanjut gubernur dua periode di provinsi tersebut.

"Kita akan terus berupaya mengembalikan Pulau Larilarian ke wilayah Kotabaru Kalsel, baik melalui diplomasi atau pendekatan politik maupun jalur hukum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian Rudy Ariffin.*C

http://kalsel.antaranews.com/berita/4684/dprd-kalsel-bentuk-pansus-larilarian

Denny Idrayana Sepakati Jalur Hukum


Jumat, 02 Desember 2011 16:37 WITA | Seputar Kalsel
Oleh: imm
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan, pihaknya sepakat masalah Pulau Larilarian yang menurut Permendagri Nomor 43 Tahun 2011, masuk wilayah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat harus dilakukan upaya hukum.

Hal itu disampaikan Penggagas Kongres Masyarakat Sa-ijaan Kotabaru Nor Ipansyah M Hum, usai melakukan pertemuan bersama pihak Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah tokoh dari Kalsel di Jakarta, Jumat.

Seyogyanya, upaya hukum tersebut dilakukan dua jalur sekaligus, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan uji materi atau judicial review dengan konsekuensi juridis masing-masing.

"Yang paling tepat memang Gubernur Kalsel yang mengajukan gugatan," ujar Ipansyah mengutip Denny.

Namun tidak masalah apabila ada pihak lain juga mengajukan gugatan, seperti DPRD atau masyarakat, imbuhnya.

Hakim Agung Abdurrahman menambahkan, memang ini persoalan hukum yg pelik, namun tetap harus diselesaikan lewat jalur hukum.

Ketua Himpunan masyarakat Banjar di Jakarta Mubramsyah, menegaskan, tidak ada kata kompromi.

Pulau Larilarian harus dikembalikan ke Kalimantan Selatan, tegas mantan Duta Besar Indonesia untuk Irak tersebut.

Mubramsyah mengibaratkan, ujar Ipansyah, Pulau Larilarian adalah anak kandung Kalsel yang diberikan sewenang-wenang kepada saudara Sulawesi Barat.
Artinya apabila ini dibiarkan terjadi maka bisa menodai kesatuan dan persatuan NKRI.

Jadi harus dikembalikan ke Kalsel," tandasnya.

Menurut Ipansyah, pertemuan informal tersebut memang diharapkan menjadi cikal bakal pertemuan yang lebih besar dan lebih banyak melibatkan para pihak.

"Dan yang paling tepat itu diprakarsai oleh Gubernur Kalimantan Selatan H Rudy Ariffin," ujar Ipansyah.

Hal tersebut dibenarkan oleh Bupati Kotabaru H Irhami Ridjani dan Abdurrahman, bahwa memang ada rencana kegiatan tersebut disampaikan Gubernur.

Namun sampai saat ini belum ada informasi kapan ditindaklanjuti, terangnya.

Begitu juga saat kunjungan anggota DPR RI Komisi IV ke Kotabaru beberapa waktu lalu.

Para wakil rakyat tersebut menyatakan akan menfasilitasi melalui jalur politik, namun perkembangannya sampai saat ini juga belum ada kejelasan.

Namun demikian pertemuan kecil ini sudah menjadi kekuatan akan komitmen mempertahankan harkat martabat dan harga diri masyarakat Kalsel.

Bupati Kotabaru dan Mubramsyah menegaskan dengan lantang, "Kada bamundur-munduran, harus terus diupayakan dengan cara apapun" (merebut kembali Larilarian akan terus dilakukan dan tidak akan mundur walaupun akan dilakukan dengan berbagai macam cara).

Dalam pertemuan tersebut, lanjut Ipansyah, Denny sempat menyimak Permendagri 43/2011 dan mengatakan bahwa sepertinya memang ada yang janggal dalam permendagri tersebut.

"Beliau juga menyatakan bahwa pihak kita harus "pasang antena tinggi-tinggi, apakah ada faktor x atau hal-hal lain diluar persoalan hukum yang melatarbelakangi terbitnya Permendagri tersebut," paparnya.

Lain lagi pendapat dari kongres Rakyat Sa-ijaan, bahwa akan tetap mendesak Gubernur Kalsel tidak perlu mengulur-ulur waktu dan jangan menunjukkan sikap lemah dengan pihak Mendagri, apalagi dengan pihak Sulbar.

Tokoh Dewan Adat Sugian Noor MSi, menegaskan, masyarakat Kalsel khususnya Kotabaru pantang menyerah apapun akan dilakukan untuk merebut kembali Pulau Larilarian dari Sulbar.C*C
COPYRIGHT © 2011

Kotabaru Bertekad Rebut Lari-larian

Senin, 14 November 2011 Seputar Kalsel
Oleh: Imam Hanafi

Beragam komentar, data dan fakta, mulai dari bukti peta, admninistrasi dan pengakuan lembaga internasional menunjukan bahwa Pulau Lari-larian merupakan bagian dari wilayah Kotabaru, Pemprov Kalimantan Selatan.

Semuanya disampaikan dalam wadah facebook untuk menyemangati Pemprov Kalsel, dan khususnya Pemkab Kotabaru untuk "merebut" kembali pulau yang mengandung minyak dan gas itu dari "tangan" Sulawesi Barat.

Koordinator Aksi Masyarakat Kotabaru Mohammad Erfan, mengatakan, agenda kedatangan perwakilan masyarakat ke Jakarta menemui Menteri Dalam Negeri hanya satu, yakni meminta Permendagri No.43/2011 dicabut.

Tokoh masyarakat Kotabaru, Nur Zazin menyatakan, sejak zaman Hindia Belanda Pulau Lari-larian masuk dalam wilayah Kotabaru.

Sementara menurut Dewan Adat Dayak Sugian Noor, lepasnya Pulau Lari-larian dari Kalsel dan masuk Sulbar melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 merupakan bentuk pengingkaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap fakta yang ada.

Lepasnya Pulau Lari-larian dari Kotabaru telah mengundang berbagai aksi masyarakat baik dengan demo, hingga menghimpun simpatisan.

Anggota Tim Koordinasi Penyelesaian Pulau Lari-larian Taufik Rifani mengatakan, Pemerintah provinsi kini melakukan yudicial review (uji materi) Permendagri No.43/2011 ke Mahkamah Agung, diantaranya isi dari keberatan Pemprov Kalsel dan Pemkab Kotabaru yang disampaikan kepada Kemdagri.

Gubernur atas nama Pemprov dan masyarakat Kalsel menyatakan menolak diberlakukannya Permendagri tersebut, dengan alasan dari sudut pandang pembuatan produk hukum, terbitnya Permendagri tentang Wilayah Administrasi Pulau Lereklerekan adalah cacat hukum.

Karena substansi sebuah Peraturan di tingkat apapun adalah bersifat pengaturan (regelling) sedangkan materi dalam Permendagri No.43 Tahun 2011 adalah bersifat penetapan (beschiking).

Sehingga penetapan tentang wilayah Administrasi seharusnya menggunakan Keputusan Mendagri bukan dengan Permendagri.

Jadi, Permendagri No. 43 Tahun 2011 diterbitkan tergesa-gesa dan tidak prosedural, karena tidak melalui tahapan yang diatur di dalam Permendagri No.1 Tahun 2006 tentang Penegasan Batas Daerah, yang tidak dicantumkan sebagai dasar dalam Permendagri No.43 Tahun 2011 tersebut.

Hal ini merupakan upaya agar Permendagri ini tidak termasuk di dalam ranah penyelesaian permasalahan batas antara Provinsi Sulawesi Barat dengan Provinsi Kalsel, ujar Taufik.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi dan UU 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawei Barat yang dijadikan dasar terbitnya Permendagri No. 43 Tahun 2011, menurut dia juga sama sekali tidak menyebutkan bahwa pulau Lareklerekan/Lari-larian merupakan bagian dari Kabupaten Majene ataupun Provinsi Sulawesi Barat.

Selain itu berdasarkan Formulir Berita Mendagri Nomor T.005/1810/PUM 12 Oktober 2011 perihal Percepatan Penyelesaian Penegasan Batas Daerah di Laut antara Provinsi Kalsel dengan Provinsi Sulbar, menyatakan bahwa masih adanya permasalahan batas Daerah di Laut antara Provinsi Kalimantan Selatan dengan Sulawesi Barat.

Sehingga perlu adanya fasilitas dalam rangka percepatan penyelesaiannya, ujarnya.

Sayangnya Permendagri 43/2011 buru-buru ditetapkan pada 29 September 2011 dan diundangkan pada 7 Oktober 2011 yang kemudian menimbulkan kerancuan dalam penyelesaian permasalahan perbatasan wilayah laut di kedua Provinsi.


Keputusan bertentangan

Pada Rapat tersebut, Direktur Wilayah Administrasi dan Perbatasan menyatakan bahwa berdasarkan pasal 198 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Mendagri mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan penyelenggaraaan fungsi pemerintah, sehingga menerbitkan Permendagri No.43 Tahun 2011.

Hal ini merupakan keputusan yang dipaksakan karena apabila permasalahan Pulau Lari-larian dikategorikan sebagai perselisihan seharusnya Mendagri melakukan upaya fasilitas penyelesaian, namun hal ini belum pernah dilakukan, ujar Taufik.

Berdasarkan data yang sudah disampaikan pascaverifikasi yang dilakukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi terhadap pulau-pulau di Provinsi Kalsel dipastikan pulau Lari-larian merupakan pulau yang berada di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Disebutkan, dari berbagai peta yang diterbitkan baik oleh Bakosurtanal, Dishidros TNI-AL maupun Peta Citra Google Map menunjukkan bahwa Pulau Lari-larian terletak pada posisi yang lebih dekat dengan Daratan Kalimantan dibandingkan dengan Daratan Sulawesi.

Di Selat Sulawesi yang memisahkan Daratan Kalimantan dengan Sulawesi terdapat Palung Laut yang dapat dijadikan bukti rujukan bahwa kedua pulau (Kalimantan dan Sulawesi) dipisahkan oleh batas alam tersebut.

"Pulau Kalimantan dan Pulau Lari-larian berada pada Paparan Sahul di sebelah Timur Palung dimaksud," katanya.

Rujukan Nasional dan Internasional terhadap keberadaan Pulau Lari-larian antara lain:

ARHLS World List of Lights Directory Lookup Indonesia Update 16 September 2007 menyebutkan Lighthouse nama Pulau Lari-larian terletak di Borneo dengan ARHLS Number IDO 212 koordinat Lat 03 31 S Long 117 27 E dan Gridsguare 0186RL

Dalam rilisnya pada 30 Mei 2007 UN-GEGN membuat buletin yang mencantumkan daftar nama pulau, dimana nama "Lari-larian", terdaftar sebagai sebuah pulau yang berada di Indonesia dalam Provinsi Kalsel.

Peta yang dicetak oleh BAKOSURTANAL untuk wilayah kabupaten Kotabaru juga telah membuat Pulau Lari-larian sebagai daerah Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.

Menurut Peta Terbitan Bakosurtanal (peta LLN No. 20) edisi Tahun 1992 disusun oleh Bakosurtanal dan Dinas Hidro-Oceanografi TNI-AL, tidak dikenal nama Pulau Lareklerekan pada koordinat sebagaimana disebutkan dalam Permendagri No. 43 Tahun 2011 pada pasal 2 (3/30/36/ LS dan 117/27/27/ BT)

Termasuk daerah navigasi pelayaran di selat laut wilayah Kabupaten Kotabaru (Kantor Administrator Pelabuhan Kotabaru-Kalsel).

Berdasarkan data Geologi pada Blok Sebuku (Pearl Oil) urutan stratigrafi batuannya sama dengan batuan pada formasi dalam Cekungan Barito (Daratan Kalimantan).

Dalam Navigasi Suar Administrator Pelabuhan Kotabaru disebutkan pembinaan sampai ke Pulau Lumulumu.

Tata Ruang Perairan Pulau Laut oleh Navigasi Pelayaran Pelabuhan Indonesia dimana Navigasi Pelayaran berupa Rambu Suar di Pulau Lari-larian pada Selat Makassar disebutkan adalah terletak di Kabupaten Kotabaru dengan letak Geografis 03/31/00 LS dan 117/27/40 BT.

Surat Keputusan Bupati Kotabaru No. 522 Tahun 2003 tentang Pembinaan Pulau-pulau terluar dalam Wilayah Kabupaten Kotabaru (termasuk di dalamnya mengatur Pulau Lari-larian dan Pulau Lumulumu), dimana terbitnya Surat Keputusan tersebut sebelum terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat./C*C
COPYRIGHT © 2011

http://kalsel.antaranews.com/berita/4405/kotabaru-bertekad-rebut-lari-larian

Delapan Kegiatan Prioritas Nasional Migas 2011

Untuk tahun 2011, terdapat 8 kegiatan prioritas nasional di bidang migas, yang terbagi dalam 2 bagian yaitu peran migas sebagai pasokan energi dan bahan baku serta harga.
Dalam peran migas sebagai pasokan energi dan bahan baku, papar Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (19/1), kegiatan prioritasnya adalah:

1. Meningkatkan jumlah wilayah kerja (WK) baru migas dan gas metana batu bara (CBM) yang ditawarkan. Ditargetkan untuk tahun ini, dapat ditawarkan 40 WK migas dan 10 WK CBM.

2. Meningkatkan produksi migas. Sasaran, tercapainya produksi minyak bumi 970.000 barel per hari dan gas bumi 1.592 MBOEPD.

3. Pengawasan dan pembinaan pemanfaatan gas CBM untuk kelistrikan. Diharapkan gas dari CBM diperoleh dari Blok Sangata 1 dan 2, Blok Banjar 1 dan 2, Blok Pulang Pisau dan Blok Sekayu.

4. Pengawasan dan monitoring pembangunan FSRU, dengan sasaran dapat terlaksananya pembangunan FSRU di Jawa Barat, Sumatera Utara dan Jawa Timur.

Sedangkan dalam peran migas sebagai harga, kegiatan prioritas nasionalnya adalah:

1. Pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga, dengan sasaran terbangunnya 25.000 sambungan rumah.

2. Pembangunan 4 instalasi SPBG dan 1 bengkel pemeliharaan peralatan BBG untuk transportasi.

3. Keberlanjutan program konversi minyak tanah ke LPG. Ditargetkan 5 daerah dapat terkonversi yaitu Sumatera Barat, Bangka-Belitung, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah.

4. Pengaturan BBM bersubsidi. Sasaran, tercapainya pemberian BBM bersubsidi yang tepat sasaran dan tepat volume yaitu 38,59 juta kiloliter.

Kegiatan strategis dapat berupa kegiatan fisik seperti infrastruktur dan non fisik termasuk kebijakan (policy). Pendanaannya dapat berasal dari APBN dan non APBN.

Dukungan pendanaan APBN terhadap kegiatan strategis dapat berupa kegiatan fisik seperti jaringan gas kota, paket LPG 3 kg atau non fisik seperti fasilitasi, sosialisasi dan peraturan.

\"Dana APBN yang dialokasikan untuk penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan dimaksudkan guna mendorong investasi non APBN,\" tambah Darwin.

http://www.migas.esdm.go.id/wap/artisa.php?op=Berita&id=2083

Mubadala masuk Blok Sebuku

BISNIS INDONESIA :: 22 Juni 2011
JAKARTA: Mubadala Development Co, perusahaan investasi milik Pemerintah Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, slap menginvestasikan Jana US$500 juta di lapangan gas Ruby, Blok Sebuku di lepas pantai Makassar, Sulawesi Selatan.

Dalam rangka investasi itu, seperti dilaporkan Bloomberg, Mubadala menyiapkan dana sebesar itu melalui Pearl Oil Ltd. Rencana pengembangan Lapangan Ruby sendiri telah mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia pada Juli 2008.
Kepemilikan lapangan itu saat ini adalah Pearl Oil Ltd 70%, Inpex 15%, clan Total SA sebesar 15%. (BlsNIs/FH)

http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/260347/Mubadala-masuk-Blok-Sebuku-EKSPLORASI

Jangan Ribut soal Pulau Larilarian


Kamis, 24 November 2011 06:39 WITA | Seputar Kalsel

Kapolda Kalsel, Syafruddin (tengah)/herry
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Brigjen Polisi Syafruddin berharap persoalan Pulau Larilarian tidak perlu diributkan agar jangan sampai memunculkan konflik berkepanjangan.

"Pulau Larilarian tidak akan pernah menjadi persoalan berarti bila seluruh pihak berhati-hati dan menjalin komunikasi dengan baik," kata Kapolda pada Forun Komunkasi Pimpinan Daerah dalam mewujudkan ketertiban masyarakat di Hotel "A" Banjarmasin.
Pada pertemuan yang dipimpin Gubernur Kalsel Rudy Ariffin dan dihadiri pemimpin daerah Provinsi Kalsel dan kabupaten/kota tersebut, Kapolda meminta agar semua unsur masyarakat tidak terpancing dengan hal-hal yang bisa memicu konflik.

Menurut Kapolda, Larilarian hanyalah sebuah pulau kecil yang ada di Indonesia yang tidak seharusnya diperebutkan oleh masyarakat Kalimantan Selatan maupun Sulawesi barat.
"Larilarian bukan batas negara tetapi batas provinsi yang berarti juga milik Indonesia sehingga tidak perlu direbutkan maupun disengketakan," katanya.

Kapolda berharap, pemerintah daerah dan instansi terkait menyelesaikan persoalan Larilarian melalui jalur hukum maupun komunikasi dengan baik sehingga tidak perlu melibatkan masyarakat secara luas.
"Pulau Larilarian adalah pulau kecil namun pada saat ditemukan ada potensi investor yang masuk meminta izin kepada kedua provinsi yang bersangkutan," katanya.

Gubernur Kalsel Rudy Ariffin setuju dengan pernyataan Kapolda dan pihaknya kini sedang dalam proses mengumpulkan bukti dan penyusunan untuk bisa melakukan upaya hukum.
"Tentang siapa nanti yang menggugat akan kita lihat dulu apakah atas nama masyarakat Kalsel atau bagaimana, karena kalau lewat PTUN pejabat pemerintah tidak bisa saling menggugat," katanya.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga telah melakukan komunikasi dengan gubernur Sulawesi Barat membahas masalah Pulau Larilarian dan akan terus ditindaklanjuti.
Menurut gubernur ,beberapa waktu lalu pihaknya juga melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh Kalsel membahas persoalan tersebut dan keputusannya Kalsel akan tetap melakukan gugatan.

"Kemungkinan Desember 2011 ini akan diajukan gugatan," katanya.
Berdasarkan informasi Wikipedia, Pulau Larilarian adalah sebuah pulau yang termasuk wilayah kecamatan Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pulau itu terletak 60 mil di sebelah timur Pulau Sebuku dan 80 mil dari Pulau Sulawesi.

Berdasar website Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, potensi sumber energi di pulau tersebut merupakan gas kering (dry gas) Dengan kandungan terdiri atas 97- 98 metana, 0,5-0,75 mol persen CO2 dan 0,2-0,32 persen nitrogen.

Sedangkan gas yang terkandung di pulau itu tidak mengandung logam berat.
Pulau Larilarian terletak di blok Sebuku, Selat Makassar sekitar 139 km atau 75 mil dari Pulau Laut Kotabaru, Kalsel. Jarak dengan pulau terdekat yakni Pulau Larilarian, Kecamatan Pulau Sebuku, Kotabaru sekitar 25 km atau 15,5 mil.(B/A)

COPYRIGHT © 2011

Kotabaru Peroleh Saham Blok Sebuku

Kamis, 03 Juni 2010

Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan dipastikan memperoleh 66,6 persen saham dari "participation interst" (PI) sebesar 10 persen pemberian perusahaan migas PT Pearl Oil Blok Sebuku.

"Sedangkan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan akan mendapatkan saham dari PI sebesar 33,3 persen dari 10 persen PI," kata Kabag Hukum Setda Kabupaten Kotabaru, Taufik Rifani kepada ANTARA di Kotabaru, Selasa.

Berdasarkan peratuan pemerintah (PP) Nomor35 tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas pasal 34 menyebutkan daerah mendapatkan hak istimewa berupa saham 'participation interst' sebesar 10 persen.

PI 10 persen tersebut merupakan hak istimewa yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwilayah kerja pertambangan kontraktor kerja sama.

"Saat ini Kotabaru telah membentuk BUMD Saijaan Mitra Lestari," kata dia.

BUMD Saijaan Mitra Lestari, lanjut dia, bukan hanya akan menangani PI dari PT Pearl Oil yang membuka tambang di Blok Sebuku, namun juga PI dari Blok Segiri dan blok-blok yang lain yang membuka tambang migas di wilayah Kotabaru.

Berdasarkan data tekhnis lapangan, Blok Sebuku yang terletak di perairan Lari-Larian, Kecamatan Pulau Sebuku memiliki cadangan gas sekitar 370 billion cubic feet (BCF).

Hasil DST test di sumur Makssar Strait-4 menunjukkan adanya kandungan 40 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCF/D) gas dan 50 BPD condensate, terang Taufik.

Rencananya gas akan dialirkan melalui pipa dasar laut sepanjang 300 km ke Senipah, Kalimatan Timur.

Hasil perhitungan keekonomian, proyek gas dan condensate Blok KKKS Sebuku menunjukkan belanja modal yang harus dikucurkan untuk proyek ini (Capex) mencapai 211 juta dollar AS, Sunk Cost 90 juta dolar, dan internal rate of return (IRR) 35 persen.

Selain PI Kotabaru juga masih berhak mendapatkan penerimaan atas pengelolaan minyak dan gas keterkaitan dengan kewenangan dan hak Kabupaten Kotabaru pada Blok Sebuku.

"Dana bagi hasil dan peluang pendukung bidang migas (Bidang logistik dan penyedia kegiatan teknis seluruh aktivitas pertambangan migas)," tambanya.

Pemberian dana bagi hasil telah dijelaskan dalam UU 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Akhmad Rivai, meminta perusahaan serta badan pengelola migas segera menyampaikan berapa total investasi Pearl Oil di Blok Sebuku agar pemerintah mudah menyiapkan dana penyertaan saham.

"Kami juga meminta perusahaan membangun kantor perwakilan dan selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah," katanya.
COPYRIGHT © 2010

http://kalsel.antaranews.com/berita/81/kotabaru-peroleh-saham-blok-sebuku

Total Akuisisi 15% Saham Pearl Oil di Blok Sebuku

Nurseffi Dwi Wahyuni - detikFinance
Jumat, 01/10/2010

Jakarta - Total Oil and Gas mengakuisisi 15% saham Pearl Oil (Sebuku) Ltd di Blok Sebuku yang berada di lepas pantai Selat Makassar. Pearl Oil merupakan anak perusahaan dari Mubadala Development Company PJS.

“Sesuai perjanjian yang ditanda-tangani tersebut, sebagai operator, Pearl Oil akan tetap memiliki 70% dan selebihnya 15% dimiliki oleh INPEX,” demikian siaran pers perseroan yang dikutip detikFinance, Jumat (1/10/2010).

Ijin usaha pertambangan ini berlokasi 300 kilometer di sebelah selatan fasilitas Peciko yang saat ini dioperasikan oleh Total, dan meliputi wilayah seluas lebih dari 2300 kilometer persegi, dengan kedalaman laut berkisar antara 50 sampai dengan 200 meter.

Rencana Pengembangan (plan of development/PoD) lapangan Ruby telah mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia pada Juli 2008. Operator merencanakan ladang gas tersebut mulai berproduksi pada 2013, dengan target produksi gas alam sebesar 100 juta kaki kubik per hari (atau sekitar 1 miliar kubik meter per tahun).

Akuisisi yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Indonesia ini memungkinkan Total untuk mengkonsolidasi kehadirannya di wilayah Kalimantan, yang berdekatan dengan lisensi (Ijin Usaha Pertambangan) Mahakam dan South East Mahakam yang saat ini telah dioperasikan oleh grup Total.
(epi/ang)

http://finance.detik.com/read/2010/10/01/142944/1453114/4/total-akuisisi-15-saham-pearl-oil-di-blok-sebuku