Sunday, September 30, 2012

Majene Telah Pasang Patok di Pulau Lerelerekan

Selasa, 07 Agustus 2012 23:09 WITA | Sulbar




Majene, Sulbar (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, telah memasang patok tapal batas di Pulau Lerelerekan setelah beberapa kali terhambat cuaca buruk.

Pemasangan patok sebagai bentuk klaim Majene terhadap pulau yang juga diklaim milik Pemkab Kota Baru, Kalimantan Selatan itu.

"Pemkab Majene akhirnya bisa pemasangan patok tapal batas tersebut beberapa hari lalu, rencana sebelumnya sempat terhambat beberapa kali akibat kondisi cuaca yang tidak mendukung pelayaran," ungkap Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Majene, Ahmad Rafli Nur di Majene, Selasa.

Ahmad Rafli Nur 

Selain pemasangan patok tapal batas, upaya tersebut dianggap sebagai langkah Pemkab Majene untuk menetukan titik koordinat Lerelerekan sebagai dasar gugatan yang akan diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang merupakan pihak penggugat.

Sengketa ini muncul setelah Pemrov Kalsel mengajukan gugatan Mahkamah Agung (MA) atas penerbitan Peratuan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 yang menyatakan Lerelerekan masuk dalam kawasan Majene.

Dalam gugatan tersebut, MA mengabulkan tuntutan Kalsel untuk membatalkan Pemendagri Nomor 43 Tahun 2011 yang mengatur kepemilikan Lerelerekan, sehingga status pulau tersebut hingga saat ini belum jelas sebab belum ada aturan hukum terbaru yang dikeluarkan pemerintah pusat.

"Untuk itu, kami segera mengambil beberapa langkah sehingga Majene memiliki bukti kuat untuk menjadi dasar bagi Kemendagri merebut kembali pulau tersebut sehinga kembali menjadi milik Majene," tandas Rafli.

Lerelerekan diprediksi menyimpan kandungan gas yang cukup berlimpah sehingga sangat menjanjikan bagi daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika telah berproduksi.

"Saat ini, langkah yang dilakukan Pemkab Majene adalah menempuh langkah hukum untuk mendorong Kemendagri mengajukan gugatan kepada MA. Penanganannya telah berada pada tingkat provinsi dengan melakukan pendekatan terhadap Yuzril Ihza Mahendra untuk mendampingi kasus ini," kata Rafli. (T.KR-AHN/S023)



COPYRIGHT © 2012

Pulau Lerelerekan Dilaporkan Status Quo ke PBB

Kamis, 27 September 2012 18:19 WITA | Sulbar



Majene, Sulbar (ANTARA News) - Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, mengemukakan bahwa Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP3K KKP) melaporkan kepemilikan Pulau Lerelerekan dalam status quo ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Kami telah melakukan koordinasi kepada Direktorat Jenderal KP3K KKP dan dinyatakan saat ini Lerelerekan dalam status quo dan masih dalam penguasaan pemerintah pusat. Hal itu juga telah dilaporkan ke PBB," ungkap Kepala Distamben Majene, Ahmad Rafli Nur di Majene, Kamis.


Ahmad Rafli Nur

Dia mengaku, informasi tersebut menjadi dasar bagi Pemkab Majene maupun Pemprov Sulbar untuk merebut kembali pulau yang saat ini disengkatakan denga Pemprov Kalimantan Selatan sebab ditaksir mengandung potensi gas cukup besar.

"Kami bertemu dengan Dirjen KP3K beberapa waktu lalu, untuk itu kami sekaligus memperjelas kepemilikan Lerelerekan sehingga bisa menjadi dasar bagi pemkab maupun pemprov menempuh langkah yang lebih maju untuk merebut kembali pulau itu," jelasnya.

Rafli menuturkan, informasi itu juga sekaligus menepis isu yang berkembang di sejumlah kalangan yang menganggap pulau itu telah digadaikan untuk kepentingan Pilkada Sulbar beberapa waktu lalu kepada Kalsel.

Dia berharap, warga tetap bersabar dan tidak terprovokasi atas isu yang beredar tersebut sebab saat ini pemkab maupun pemprov tetap melakukan upaya agar pulau yang sebelumnya masuk dalam wilayah Majene itu kembali seperti semula.

Sebelumnya, Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh mengatakan saat ini pemprov sementara mengajukan permohonan fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) terkait keputusan pembatalan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 yang mengatur pulau itu masuk wilayah Majene.

"Jika fatwa yang dikeluarkan MA dianggap tidak menguntungkan, selanjutnya akan ditempuh langkah hukum dengan mengajukan peninjauan kembali terhadap keputusan MA," ujarnya.

Dikatakan, pihaknya telah melakukan komunikasi kepada Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara untuk tetap mempertahankan pulau tersebut tetap masuk dalam wilayah administrasi Majene maupun Sulbar.
(T.KR-AHN/A013)



COPYRIGHT © 2012

Monday, September 24, 2012

Konflik Perbatasan dan Lahan Sulbar harus Diselesaikan

Minggu, 23 September 2012 03:57 WITA | Sulbar



Mamuju (ANTARA News) - Gubernur Provinsi Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh mengatakan, Konfik perbatasan dan lahan di Provinsi Sulbar mesti diselesaikan secara bersama karena dapat menghambat pembangunan.

"Sejumlah Kabupaten di Sulbar masih mengalami konflik perbatasan dengan Provinsi tetangganya sehingga masalah itu harus diselesaikan demi maksimalnya pembangunan yang dilaksanakan pemerintah,"kata Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh di Mamuju, Sabtu.


Anwar Adnan Saleh

Ia mengatakan, konflik perbatasan yang terjadi di Sulbar dialami dengan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) karena Provinsi itu berniat mengambil pulau Lere-Lerekang dari Kabupaten Majene Provinsi Sulbar.

"Sulbar mengalami konflik perbatasan dengan Provinsi Kalteng karena Provinsi Sulbar tidak rela pulaunya yang terletak di perairan sulawesi direbut Kalsel,"katanya.

Menurut dia, masalah perbatasan lainnya yang dialami Provinsi Sulbar adalah bersengketa dengan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) yang berada di sebelah utara Provinsi Sulbar, karena Provinsi itu berniat mencaplok dua desa di Matra di wilayah Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulbar.

"Dua desa di Matra diklaim sebagai wilayah Provinsi Sulteng, sehingga Sulteng bersengketa dengan Sulbar," katanya.

Ia mengatakan, kalau masalah perbatasan tidak diselesaikan maka itu akan mengganggu jalannya pembangunan di Sulbar karena tidak akan tercipta situasi sosial yang kondusif di masyarakat.

Menurut dia, selain masalah perbatasan masalah sengketa lahan antara perkebunan sawit dengan masyarakat di Sulbar khususnya di Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara juga mesti diselesaikan, jangan sampai konflik sengketa lahan itu semakin menjadi-jadi.

"Akhir-akhir ini sering terdengar konflik antara perusahaan sawit dan kelompok masyarakat yang memperebutkan lahan, sehingga masalah itu harus diselesaikan secara bersama antara seluruh unsur pemerintah, aparat keamanan, perusahaan dan masyarakat,"katanya.

Ia mengatakan, sangat penting masalah konflik perbatasan dan lahan diselesaikan agar pembangunan yang dilaksanakan pemerintah di seluruh bidang dapat berjalan maksimal baik di sektor pertanian peternakan perkebunan perikanan dan industri lainnya.

"Kalau konflik masih ada pembangunan tidak akan berjalan maksimal jadi seluruh konflik dan masalah yang ada mesti diselesaikan bersama karena pembangunan hanya akan sukses jika ketertiban dan keamanan terjadi,"katanya.
(T.KR-MFH/D009)

Sekkab Majene : Kelanjutan Pulau Lerelerekan Tunggu Fatwa MA

Selasa, 28 Agustus 2012 20:27 WITA | Sulbar



Majene, Sulbar (ANTARA News) - Sekretaris Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, Syamsiar Muchtar Mahmud di Majene, Selasa, menyatakan upaya mempertahankan Pulau Lerelerekan yang juga diklaim Kalimantan Selatan, menunggu fatwa Mahkamah Agung (MA).

"Kita tetap malakukan upaya untuk mempertahankan Lerelerekan agar kembali masuk dalam kawasan Majene maupun Sulbar. Upaya terakhir yang dilakukan adalah permohonan fatwa yang diajukan ke MA oleh Pemprov Sulbar," ujar Sekkab saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa.


Syamsiar Muchtar Mahmud

Setelah pengajuan permohonan fatwa kepada MA, Pemkab Majene maupum Pemprov Sulbar akan menentukan langkah hukum lanjutan jika telah mengetahui isi fatwa sebab masih terdapat kemungkinan maupun peluang fatwa yang dikeluarkan bisa menguntungkan Majene maupun Sulbar.

"Langkah lanjutan yang akan kita tempuh menunggu fatwa MA sebab hal itu berkaitan dengan status kepemiliki pulau yang bisa didasarkan dari fatwa MA. Jika fatwa yang dikeluarkan menguntungkan, kita tidak akan melakukan langkah hukum, namun bila dianggap merugikan daerah barulah kita menentukan langkah hukum lanjutan," jelas Syamsiar.

Menurtnya, fatwa tersebut terkait pengakuan MA terhadap beberapa dasar hukum yang bisa saja mengarah pada penguatan status kepemilikan Majene terhadap pulau tersebut sehingga tidak perlu lagi dilakukan langkah hukum melainkan dilakukan upaya penguatan status melalui upaya penerbitan peraturan menteri dalam negeri.

Sebelumnya, kepemilikan Majene terhadap Lerelerekan gugur setelah Pemprov Kalimantan Selatan mengajukan uji materi kepada MA untuk menggugurkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 yang mengatur pulau tersebut adalah milik Majene dan hal itu disepakati MA.

"Upaya untuk menjadikan Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum pastinya akan mengikut pada fatwa MA sebab belum tentu kita akan melakukan upaya banding yang selama ini akan kita tempuh jika fatwa tersebut dianggap tidak merugikan kita," katanya.

Syamsiar mengaku, jika seandainya pemkab harus menempuh upaya hukum lanjutan, Pemkab Majene maupun Pemprov Sulbar telah melakukan komunikasi kepada Yusril, sehingga jika bantuannya dibutuhkan tidak akan ada proses yang panjang untuk melakukan komunikasi kepada ahli hukum tata negara itu.

"Sekitar beberapa pekan ke depan fatwa MA akan diterbitkan. Mungkin tidak begitu lama fatwa tersebut untuk dikeluarkan dan selanjutnya kita menyusun strategi lanjutan agar Lerelerekan tetap masuk dalam kawasan Majene," tutur Sekkab. (T.KR-AHN/S016)

Gubernur Sulbar Bantah Isu Lerelerekan Telah "Digadaikan"

Rabu, 05 September 2012 19:44 WITA | Sulbar


Majene, Sulbar (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh membantah Pulau Lerelerekan yang saat ini disengketakan dengan Kalimantan Selatan, telah "digadaikan" oleh salah satu pihak untuk kepentingan pilkada sekitar satu tahun lalu.

"Isu yang beredar terkait 'dijualnya' Lerelerekan oleh salah satu pihak kepada pihak lain itu tidak benar. Walaupun itu terjadi, kita pasti akan menuntut ke mana-mana untuk tetap mempertahankan agar pulau itu tetap menjadi milik Sulbar," kata Gubernur di Kabupaten Majene, Sulbar, Rabu.


Gubernur Sulawesi Barat

Isu yang beredar terkait "dijualnya" pulau yang ditaksir memiliki kandungan gas berlimpah itu akibat selama beberapa pekan terakhir tidak ada lagi informasi yang disampaikan Pemkab Majene maupun Pemprov Sulbar yang berhubungan dengan upaya, tindak lanjut serta perkembangan hasil yang selama ini ditempuh pemerintah daerah untuk mempertahankan Lerelerekan.

Mananggapi hal itu, Anwar mengaku Pemprov Sulbar menunggu fatwa Mahkamah Agung (MA) yang diajukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sesuai usulan yang disampaikan Biro Hukum Pemprov Sulbar.

"Pada dasarnya kita telah membentuk tim pengacara yang diketuai Yusril Izha Mahendra untuk mengajukan upaya banding kepada MA. Namun, terdapat upaya lain yang dianggap lebih mudah melalui pengajuan fatwa oleh Kemendagri kepada MA sebelum melakukan upaya hukum melalui tim yang telah dibentuk," katanya.

Beberapa upaya tersebut membuktikan selama ini pemprov tetap melakukan upaya agar Lerelerekan tetap kembali menjadi milik Sulbar meskipun hal itu tidak terlalu terpublikasi sebab seluruh proses yang ditempuh dilakukan di Jakarta.

Sebelumnya, masalah itu juga telah dipertegas oleh Sekretaris Kabupaten Majene, Syamsiar Muchtar Mahmud. Pernyataan serupa disampaikan melalui hasil koordinasi Pemkab Majene dengan Pemprov Sulbar, saat ini pemerintah daerah menempuh upaya lebih mudah selain melakukan upaya hukum melalui banding kepada MA.


Syamsiar Muchtar Mahmud

"Fatwa yang kami tunggu ini bisa saja menjadi kekuatan hukum bagi Sulbar untuk menguasai pulau tersebut. Namun, jika fatwa yang dikeluarkan MA dianggap tidak menguntungkan bagi Sulbar, barulah pemerintah menempuh upaya banding," tuturnya.

Dia menjelaskan, fatwa yang yang saat ini ditunggu bisa menguntungkan Sulbar yang selanjutnya bisa menjadi dasar bagi Pemprov Sulbar untuk mengajukan penerbitan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang mengatur kepemilikan Lerelerekan sebagai milik Sulbar maupun Majene. (T.KR-AHN/S023)


COPYRIGHT © 2012

Majene Desak Pearl Oil Batalkan Kontrak Lerelerekan

Rabu, 29 Agustus 2012 21:07 WITA | Sulbar



Majene, Sulbar (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, mendesak kontrak kerja sama perusahaan minyak dan gas, Pearl Oil dengan Pemprov Kalimantan Selatan, terkait pengelolaan gas Blok Sebuku di Pulau Lerelerekan segera dibatalkan karena status kepemilikan pulau tersebut belum jelas.

"Status Lerelerekan hingga saat ini belum jelas setelah digugurkan Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) Nomor 43 Tahun 2011 oleh MA (Mahkamah Agung) yang mengatur kepemilikan pulau itu. Sehingga, tidak boleh ada aktivitas di pulau tersebut," kata Sekretaris Kabupaten Majene, Syamsiar Muchtar Mahmud di Majene, Rabu.


Sekretaris Kabupaten Majene

Dia mengatakan, Pemkab Majene telah melakukan koordinasi kepada Pemprov Sulbar dan disepakati untuk melakukan komunikasi agar Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) segera menyampaikan penegasan secara resmi kepada Pearl Oil untuk membatalkan kontrak sebelum status kepemilikan Lerelerekan diperjelas.

"Jika telah dilakukan penegasan resmi kepada Pearl Oil dan tidak juga dihiraukan, terpaksa kami akan menempuh jalur hukum untuk menggugat kontrak kerja sama tersebut melalui PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) agar kontrak yang telah disepakati perusahaan dan Kalsel bisa digugurkan hingga kepemilikan Lerelerekan jelas," ucapnya.

Syamsiar melanjutkan, selain menunggu proses yang ditempuh Pemprov Sulbar untuk memperjelas status kepemilika pulau itu, langkah lain tetap ditempuh agar tidak ada aktivitas penambangan sebelum Kementerian Dalam Negeri menetapkan peraturan baru paska digugurkannya Permendagri Nomor 43 Tahun 2011.

Hingga saat ini, Pemkab Majene maupun Pemprov Sulbar belum menetapkan rencana kerja sama dengan salah satu perusahaan tambang jika Lerelerekan akhirnya menjadi milik Majene dan Sulbar sebab hal tersebut dianggap hanya persoalan teknis.

Sebelumnya, anggota DPRD Majene, Rusbi Hamid juga menegaskan agar pulau tersebut tidak diganggu sebelum kepemilikannya diperjelas melalui keputusan hukum dan penetapan Kemendagri.

Penegasan itu disampaikan untuk menghindari adanya kesalahan prosedur jika pula tersebut ternyata tetap menjadi milik Majene, sehingga diharapkan tidak ada tindakan yang bisa melanggar hukum dan mencederai eksistensi Pemkab Majene maupun Pemprov Sulbar. (T.KR-AHN/S023)

Pertamina tidak temukan minyak di Sulawesi Barat




PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mulai ragu meneruskan eksplorasi sumur ketiga di Blok Karama, Sulawesi Barat. Pengelola blok Karama, PHE dan Statoil gagal menemukan cadangan minyak dan gas yang ekonomis pada dua pengeboran sumur eksplorasi sebelumnya.

"Kita memang belum beruntung di Sulawesi, kita lagi diskusikan, kedepan kerja samanya seperti apa, belum ada diskusi lebih lanjut," ujar Direktur Utama PHE, Salis Aprilian di JW Marriot, Jakarta Rabu (12/9).


Salis Aprilian

Pihaknya saat ini tengah melakukan pembicaraan untuk melanjutkan pengeboran minyak lepas pantai tersebut. "Apakah tetap ngebor lagi atau akan ada alternatif lain," ujarnya. Alternatif lain adalah melakukan kajian atas data yang telah diperoleh dari kegiatan eksplorasi sebelumnya.

Berdasarkan komitmen eksplorasi Statoil dan PHE, perseroan harus melakukan pengeboran eksplorasi tiga sumur. Tetapi kondisi di lapangan kurang menguntungkan. "Hasil survei itu tidak ada (cadangan migas)," katanya.

BP Migas saat ini masih meminta agar Statoil dan PHE terus melakukan eksplorasi sesuai komitmen. "BP Migas kan dalam posisi mereka mengawasi komitmen Statoil dan Pertamina kan tiga sumur, mereka menuntut itu," ungkapnya. Biaya eksplorasi pada mencapai sekitar USD 25 juta per sumur.(mdk/sau)

38 Pengusaha Asing Berinvestasi di Sulbar


Mamuju (ANTARA News) - Investasi yang masuk ke Provinsi Sulawesi Barat sekarang ini semakin membaik yang ditandai dengan hadirnya 38 pengusaha asing yang telah menanamkan modalnya di Sulbar.


Kepala Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SIPISE) Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Sulbar, Ir Surung Katta di Mamuju, Sabtu, mengatakan iklim investasi di Sulbar dari tahun ke tahun mengalami perkembangan. Terbukti dari realisasi pencapaian Penanaman Modal Asing (PMA) hingga akhir tahun 2011 tumbuh menjadi Rp570 miliar.


Ir Surung Katta

Menurutnya, peningkatan investasi pengusaha asing pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan luar biasa apabila dibandingkan jumlah investasi tahun 2010 yang capainnya hanya sekitar Rp36 miliar lebih.

"Realisasi PMA dalam waktu setahun telah mengalami peningkatan yang sangat drastis. Ini pertanda bahwa provinsi terbungsu ini semakin diminati pengusaha luar negeri untuk ikut menanamkan modalnya di Sulbar," ujar Surung.

Ia mengatakan, dari 38 perusahaan asing yang telah menanamkan modalnya di Sulbar ini juga telah mampu menyerap tenaga kerja sekitar 179 orang.

"Jumlah tenaga kerja yang terserap memang belum begitu banyak. Meski begitu, hadirnya investasi asing ini akan meemberikan kontribusi positif terhadap pelaksanaan pembangunan di Sulbar," ucapnya.

Dia memprediksi, realisasi PMA untuk tahun 2012 akan semakin meningkat seiring dengan banyaknya pengusaha luar yang telah melakukan kegiatan eksplorasi migas di perairan Sulbar.

"Investasi asing di Sulbar pasti akan semakin kondusif dan ini memang telah menjadi target utama dalam pemerintahan Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh yang menghendaki adanya perbaikan iklim investasi," ujarnya.

Untuk itu, lanjutnya, Pemprov Sulbar berupaya mendorong agar investor asing melakukan investasi pembangunan di provinsi terbungsu ini.

"Provinsi ini akan maju apabila iklim investasi kondusif. Makanya, pemerintah akan melakukan berbagai upaya agar investor luar ikut menanamkan modalnya untuk pengelolaan di berbagai sektor, termasuk sektor pertambangan maupun sektor lainnya," ucapnya. (T.KR-ACO/F003)
COPYRIGHT © 2012

Exxon Terus Berburu Minyak di Sulbar

Senin, 07 Nopember 2011 | 23:27 WIB




Skalanews - Meski tiga sumur bornya di perairan Sulawesi Barat (Sulbar) sampai saat ini belum juga membuahkan hasil, namun perusahaan Exxon Mobile tidak berhenti memburu ladang minyak di daerah tersebut.

"Exxon Mobile yang melakukan pengeboran migas di perairan Sulbar merasa tidak kapok mencari minyak karena mereka masih yakin di perairan Sulbar terdapat minyak yang dicari," kata Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh di Mamuju, Senin (7/11).


Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh

Ditambahkan Andan, perusahaan migas terkenal dari Amerika itu tidak takut rugi meski belum menemukan cadangan minyak setelah melakukan pengeboran.

"Exxon Mobile telah membuang biaya pengeboran hingga 280 juta dolar AS namun mereka tidak kapok bahkan terus melakukan pengeboran di sejumlah titik di perairan Sulbar karena mereka yakin Sulbar memiliki potensi migas yang cukup besar," ungkapnya.

Dia berharap dalam pengeboran migas yang dilakukan, Exxon Mobile menemukan apa yang diinginkannya sehingga akan berpengaruh pada peningkatan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulbar.

"Pemerintah di Sulbar sangat berharap Exxon yang terus melakukan pengeboran migas di Sulbar dapat menemukan migas karena ketika berhasil akan membantu Sulbar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi," tuturnya. (buj)

MIGAS–Pertamina Hati-Hati Setelah Kehilangan US$100 Juta di Sulbar



JAKARTA—PT Pertamina (Persero) hati-hati menggarap proyek yang tergolong baru dan berisiko tinggi setelah kehilangan US$100 juta akibat pengeboran yang ternyata dryhole di dua sumur eksplorasi di Blok Karama, Sulawesi Barat.

Direktur Hulu Pertamina Muhamad Husen mengatakan untungnya porsi Pertamina dalam blok tersebut hanya setengahnya (49%) sementara mayoritasnya adalah Statoil (51%).


 Muhamad Husen

“Untung kami cuma setengahnya, makanya hilangnya hanya US$100 juta kurang lebih. Coba kalau 100%. Makanya untuk hal baru seperti ini, kelihatannya kami tidak ingin langsung besar dulu. Kami mengukur kekuatan sendiri, risiko sendiri,” ujarnya, hari ini.

Husen mengatakan Blok Karama merupakan proyek migas laut dalam (deepwater) yang tergolong baru bagi Pertamina dan memiliki risiko yang sangat tinggi. Untuk proyek-proyek seperti ini, Pertamina memperhitungkan segala kemampuan, termasuk finansial.

“Untuk risiko-risiko yang tinggi seperti ini, strategi kami berpartner dengan orang yang sudah advance di situ. Jadi kami ngga mau jadi operator dulu, biarkan yang sudah berpengalaman di situ dan kita sambil belajar dari mereka. Tapi Pertamina serius ingin menyiapkan diri untuk mampu beroperasi di laut dalam, karena itu salah satu masa depannya kita,” jelasnya.

Untuk proyek baru dan berisiko tinggi lainnya, yakni proyek pengembangan gas di East Natuna, Kepulauan Riau, Pertamina juga hati-hati. Meski Pertamina ingin menjadi operator di blok tersebut, namun porsi sahamnya tidak 51% di antara kedua partnernya yakni Esso Natuna Ltd dan Total E&P Activities Petrolieres.

“Maunya mayoritas Pertamina dan kami jadi operator juga. Tapi berapa persen-nya belum bisa ngomong, kalau dikasih porsi besar juga kan saya harus menghitung. Untuk hal baru seperti ini, kelihatannya kami tidak ingin porsinya langsung besar,” ujarnya.

Sunday, September 23, 2012

Membangun Sulbar Butuh Kesabaran dan Konsistensi


RADAR SULBAR 22/09/2012


BANYAK kemajuan yang dialami daerah ini sejak menjadi provinsi otonom
setelah memisahkan dari induknya, provinsi Sulawesi Selatan pada 2004
silam.
Tingkat capaian pertumbuhan hampir semua aspek di Sulbar dalam
beberapa tahun terakhir menjadi buah bibir di semua kalangan bahkan
menjadi perhatian bagi tokoh-tokoh nasional dan pengamat ekonomi.
Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh menyampaikan, apa yang diraih Sulbar
saat ini tidak datang begitu saja. Tetapi membutuhkan kesabaran, kerja
keras, konsistensi, dan harus dengan komitmen kuat.
Dalam menjalankan itu, Anwar ia berbagi peran dengan Wakilnya, Aladin
S. Mengga. Anwar mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan penataan
program penentuan rencana pembangunan, sementara Aladin memiliki
tanggungjawab mendisiplinkan dan mengawasi kinerja aparatur
pemerintahan.
Dalam urusan pembangunan, Anwar mengaku harus bolak-balik dari daerah
ini ke Jakarta. Semuanya untuk menggolkan program yang telah
dirancang. Sebab setelah konsep itu tuntas, pekerjaan selanjutnya
adalah bagaimana merealisasikan program itu. Kalau APBD atau APBN
tidak sanggup membiayai, maka solusi kedua adalah memancing masuknya
investasi dari negara asing.



Kemudian, satu hal yang cukup penting, kata Anwar, daya saing terkuat
untuk ukuran provinsi adalah Sulbar, baik dari segi pangan maupun
ekonomi. Karena sumberdaya alam daerah cukup baik dan mulai dikelola
dan dimanfaatkan untuk masyarakat.
“Jika dicermati, capaian pertumbuhan ekonomi di Sulbar bukan omong
kosong. Fakta menunjukkan bahwa berbagai sektor menjadi pemicu
pertumbuhan ekonomi Sulbar yang sangat membaik dalam beberapa tahun
terakhir ini,” kata Anwar, Kamis, 20 September, di rumah jabatannya.
Ia mencontohkan, pertumbuhan ekonomi ini dipicu dari membaiknya
pembangunan pertanian, perkebunan, perikanan dan pembangunan
infrastruktur jalan, bandara maupun pelabuhan laut.
Karena itu, konsistensi pemerintah daerah yang mampu mensinergikan
program pusat. Sinergitas antara pemerintah pusat hingga ke daerah
salah satu komponen yang tidak boleh dipisahkan.
Anwar optimis mampu mensinergikan program pusat akan membawa provinsi
ini menjadi provinsi terdepan di masa mendatang. Dikatakan, sebelum
provinsi ini terbentuk tak ada orang pusat yang berani diajak ke
Mamuju, Ibukota Sulbar sekarang. Belum berangkat kesini, banyak orang
sudah membayangkan kondisi perjalanan pasti menyita energi besar.
“Tetapi, saat ini kondisinya berbeda. Belum diajak, orang sudah ingin
mengunjungi daerah yang telah banyak mengalami kemajuan ini,” ucap
Anwar.

Pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan signifikan tersebut
sangat berkualitas. Mulanya angka kemiskinan di Sulbar juga bisa
ditekan dengan capaian berkisar 13,58 persen dari jumlah angka
kemiskinan di Indonesia sebesar 13,33 persen. Angka kemiskinan di
Sulbar dari tahun ke tahun berhasil ditekan sekitar dua persen lebih
setiap tahunnya.

Investasi Perkebunan

Realisasi investasi sektor perkebunan di Sulbar, khususnya di
Kabupaten Mamuju, mencapai sekitar Rp1.769 miliar pada 2012. Dalam
data yang pernah dirilis Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan
Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik
(SIPISE) Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BPMD) Sulbar,
menunjukkan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) untuk sektor
perkebunan dan tanaman pangan cukup stabil.



Sedikitnya ada tujuh perusahaan swasta nasional yang berinvestasi di
Mamuju. Umunnya bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit dan
perkebunan kakao.
Secara rinci yang melakukan pada bidang perkebunan kelapa sawit adalah
PT Wahana Karya Lestari dengan nilai investasi Rp131 miliar, PT Berhan
Intercontinental dengan nilai investasi Rp 191,6 miliar, PT Surya Raya
Lestari 2 dengan nilai investasi Rp97,977 miliar. Kemudian PT Tunas
Fajar Perkasa dengan nilai investasi Rp66 miliar, PT Manakarra Unggul
Lestari dengan nilai investasi Rp600 miliar.



Sedangkan untuk investasi sektor perkebunan kakao terdapat dua
perusahaan diantaranya PT Aneka Surya Agro dengan nilai investasi
Rp350 miliar dan PT Aneka Surya Agro bergerak perkebunan kakao dan
industri pengeringan kakao dengan nilai investasi Rp332,5 miliar.
Sektor perkebunan kelapa sawit di Mamuju ini telah memberikan
kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan petani, sehingga
tidak mengherankan jika banyak petani di Mamuju turut mengembangnkan
komoditi unggulan daerah ini.

Dukung Sektor Pertanian

Jauh-jauh hari, Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh meminta pemerintah
pusat mendukung kebijakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)
10 juta ton surplus beras tahun 2014.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memanggil sembilan gubernur
termasuk Sulbar agar membuat konsep untuk menggenjot produksi beras
sehingga mencapai target surplus beras. Target nasional untuk
menggenjot peningkatan produksi beras bukan perkara yang sulit
dilaksanakan sepanjang pemerintah pusat konsisten mendukung setiap
usulan dari daerah.



Konsep yang ditawarkan Sulbar adalah membuka percetakan sawah baru
seluas 25.000 hektar dan membangun sarana irigasi berskala besar.
Sehingga petani sawah tadah hujan bisa panen minimal tiga kali dalam
setahun. Kalau itu jalan, Sulbar bisa menyumbang surplus beras hingga
1,5 juta ton per tahun.

Sebagai Badan Koordinasi Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS), Anwar
menyampaikan jika lahan pertanian di Mamuju saja saat ini masih
memiliki potensi untuk mencetak sawah baru di atas 25.000 hektar.
Kalau 25.000 hektar lahan itu maksimal pengelolannya dengan target
produksi rata-rata 6-7 ton per hektar, maka Sulbar akan mampu
menyumbang peningkatan produksi beras nasional.

Kandungan Migas yang Menjanjikan

Bicara mengenai kekayaan alam, Sulbar tidak kalah menjanjikannya
dibandingkan dengan provinsi lain, terutama pada sektor minyak dan gas
(migas).
Sejak 2009 silam, sejumlah perusahaan migas telah melakukan eksplorasi
dan mencari sumber-sumber yang dapat diproduksi dalam jangka waktu
lama. Sembilan blok migas yang ada dalam kandungan perut bumi
merupakan berkah bagi keberlanjutan percepatan pembangunan di daerah
ini. Potensi kekayaan alam di provinsi terbungsu ini sangat melimpah
khususnya potensi pertambangan migas. Itu masih dalam tahap eksplorasi
oleh perusahaan terkemuka dunia.



Sembilan perusahaan migas ini telah melakukan investasi untuk mencari
titik migas itu, diantaranya Pearl Oil, Marathon International, Conoco
Phlips, Statoil Hydro, Tatelly dan PTT Ep Thailand.
Blok-blok migas yang sementara dalam tahap eksplorasi ini tentu
menjadi aset berharga yang patut disyukuri untuk mempercepat
pelaksanaan pembangunan di daerah.
Pemerintah terus membuka diri bagi setiap investor yang hendak
berinvestasi di Sulbar sepanjang memenuhi aturan perundang-undangan
yang berlaku. Majunya investasi di daerah merupakan ciri menuju
kemakmuran masyarakat. (**)