Tuesday, November 13, 2012

Hikmahanto sayangkan keputusan MK bubarkan BP Migas





Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Ilmu Hukum UI Hikmahanto Juwana sangat menyayangkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Karena keputusan itu tidak akan mengeluarkan Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam yang efisien dan untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, kata Hikmahanto di Jakarta, Selasa malam.

"MK telah memutuskan bahwa BP Migas tidak konstitusional. Putusan ini tentu harus dihormati namun patut disayangkan," katanya.

Menurut Hikmahanto, setidaknya ada tiga alasan mengapa keputusan itu patut disayangkan, yaitu pertama, MK diibaratkan telah membakar lumbung, dan bukan tikus, ketika menganggap BP Migas inefisien dan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan.

"MK berpendapat keberadaan BP Migas sangat berpotensi untuk terjadinya inefisiensi dan diduga dalam praktiknya telah membuka peluang untuk terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," ujarnya.

Atas dasar tersebut MK memutuskan BP Migas tidak konstitusional, bertentangan dengan tujuan negara tentang pengelolaan sumber daya alam dalam pengorganisasian pemerintah.

"Ini yang kemudian menjadi alasan kedua mengapa putusan tersebut disayangkan mengingat aneh bila ukuran inefisiensi dan potensi penyalahgunaan suatu lembaga dianggap sebagai tidak konstitusional," ujarnya.

Padahal ditambahkan Hikmahanto, saat ini di Indonesia banyak lembaga yang tidak efisien dan apakah berdasarkan inefisiensi dan potensi penyalahgunaan kekuasaan tersebut lembaga yang ada serta merta dianggap tidak konstitusional.

"Bukankah konstitusional tidaknya suatu lembaga harus dirujuk pada pasal dalam UUD?," ujarnya.

Selanjutnya, alasan ketiga keputusan MK patut disayangkan adalah karena MK menganggap BP Migas sebagai suatu lembaga yang benar-benar terpisah dari negara yang seolah-olah BP Migas mendapat `outsource` dari negara untuk menjalankan kewenangannya.

Dalam putusannya No 36/PUU-X/2012 yang dibacakan Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD di Jakarta, Selasa, lembaga itu menyatakan pasal-pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.

Selanjutnya, fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan pemerintah cq Kementerian terkait, sampai ada undang-undang baru yang mengatur hal tersebut.

MK berpendapat "untuk menghindari hubungan yang demikian (hubungan antara BP Migas dengan negara) negara dapat membentuk atau menunjuk BUMN yang diberikan konsesi untuk mengelola Migas di Wilayah hukum Pertambangan Indonesia atau di Wilayah Kerja.

BUMN tersebut yang melakukan KKS dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sehingga hubungannya tidak lagi antara negara dengan Badan Usaha atau BUT tetapi antara Badan Usaha dengan BU atau BUT.

"Kalau memang demikian maka BUMN yang ditunjuk akan mempunyai fungsi yang sama dengan BP Migas. Kondisi ini yang hendak mengembalikan posisi masa lalu dimana Pertamina bertindak sebagai regulator," ujar Hikmahanto.

Padahal berdasarkan UU Migas saat ini fungsi regulasi dan kewenangan untuk memberi Wilayah Kerja berada di Direktorat Jenderal Migas.

Sementara BP Migas hanya berperan sebagai pihak yang mewakili negara ketika mengadakan Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan Badan Usaha dan Badan Usaha Tetap. Penunjukan BUMN akan tetap `merendahkan` posisi negara karena konstelasinya tidak berbeda dengan BP Migas.

Ditambahkan Hikmahanto, kerepotan lain dengan penunjukan BUMN sebagai regulator adalah pada saat mereka berperan sebagai regulator maka mereka juga mencari keuntungan, bila dalam bentuk perseroan terbatas, atau berhak mendapatkan subsisdi bila dalam bentuk perusahaan umum (Perum).

Padahal Pertamina sebelum berlakukan UU Migas bukanlah BUMN yang diatur dalam UU BUMN melainkan sebuah lembaga yang berdiri berdasarkan UU yaitu UU No 8 Tahun 1971.

(R017/R010)


Editor: Ruslan Burhani


COPYRIGHT © 2012

BP Migas bantah sebagai agen liberal migas



Jakarta (ANTARA news) - Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi R Priyono membantah BP Migas agen liberal dalam pengelolaan migas di Indonesia.




"Kalau dikatakan liberal dari sisi apa? Harga gas dan harganya yang menentukan pemerintah," kata Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono di Jakarta, Selasa.




Dia mengatakan, setahun sekali BP Migas datang ke DPR untuk menentukan lifting minyak dan diawasi instansi pemerintah seperi BPKP, Kementerian Keuangan. Hal itu menurut dia, menandakan BP Migas bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan pemerintah.




"BP Migas bukan badan independen yang tidak bisa disentuh DPR atau aparat pemerintah. Kami sangat dependen, Kepala BP Migas kedudukannya dipilih DPR dan dilantik presiden," ujarnya.




R Priyono juga membantah BP Migas melakukan inefisiensi dalam kinerjanya karena selama kerja badan itu tiga tahun menunjukan hasil yang memuaskan. Hal itu menurut dia ditunjukan dengan pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).




"Predikat yang diberikan BPK itu menunjukan kami bekerja dengan efisien," ujarnya.




Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan tokoh intelektual muslim atas gugatan UU 22/2001 tentang Migas. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan UUD 1945.




"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon," kata Ketua MK, Mahfud MD dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, di Jakarta, Selasa (13/11).




MK membatalkan pasal 1 angka 23 dan pasal 4 ayat, pasal 41 ayat 2, pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal 61 dan pasal 63 UU Migas bertentagan dengan UU 1945. Pasal itu yang menyatakan bahwa pengelolaan migas ini diserahkan ke BP Migas yang merupakan wakil dari pemerintah.




"BP Migas inkonstitusional dan MK berhak memutus sesuatu yang tidak konstitusional," kata Mahfud.




Dalam masa transisi dengan hilangnya BP Migas, MK memerintahkan Pemerintah dan Kementerian terkait memegang kendali hingga terbentuknya organ baru.




"Segala hak serta kewenangan BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah atau BUMN yang ditetapkan" ujarnya.




Undang-Undang Migas digugat ke MK oleh Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi Idris dan politisi Ali Mochtar Ngabalin. Selain itu, ikut menggugat pula sebanyak 12 ormas Islam.




Mereka menggugat UU No. 22/2001 tentang Migas. Mereka menilai UU Migas pro asing dan meruntuhkan kedaulatan bangsa.




R Priyono juga membantah BP Migas dikuasai orang asing karena badan itu tidak memiliki kompetensi mengundang orang asing. Menurut dia, BP Migas melaksanakan kontrak-kontrak yang sudah ada saat orang-orang asing datang ke institusi seperti BP Migas masih bergabung di Pertamina.




"Bukan BP Migas yang mengundang investor asing. Kami melaksanakan pengawasan saat ini," katanya.




Dia mengatakan, beberapa kontrak Migas seperti di Aceh, Kalimantan Timur, di Laut Jawa dan Papua sudah ada sebelum BP Migas hadir.

(I028)





Editor: Ruslan Burhani


COPYRIGHT © 2012

Saham energi terpukul pembubaran BP Migas


Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membubarkan BP Migas akan memberi sentimen negatif bagi saham-saham berbasis energi.

Dampak pembubaran BP Migas ini akan menyebabkan munculnya ketidakpastian regulator kontrak karya migas, meski akan lebih menguntungkan secara jangka panjang. Demikian dikatakan Analis pasar saham, Benedictus Agung, di Jakarta, Rabu.

"Keputusan MK ini tentunya akan berdampak pada saham energi," katanya.

Benedictus menambahkan untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri diprediksi akan kembali bergerak "sideways" karena investor lebih memilih untuk mengambil sikap "wait and see" sebagai antisipasi libur panjang akhir pekan ini.

"`Support` indeks berada pada level 4.300," terangnya.

Pada pembukaan perdagangan sesi I, Rabu, IHSG naik 4,07 poin (0,11 persen) menjadi 4.336,75, sedangkan indeks saham unggulan LQ45 menanjak 1,21 poin (0,16 persen) menjadi 745,86.

Untuk bursa global, bursa AS kembali ditutup melemah pada perdagangan di New York, Selasa, meski sempat dibuka menguat seiring dengan penguatan bursa Eropa yang memfaktorkan spekulasi bahwa Spanyol akan segera mengajukan permintaanbailout.

Namun demikian, bursa AS akhirnya kembali melemah di tengah belum adanya kesepakatan dalam pertemuan Kongres AS dan pemerintahan Obama yang mulai dilakukan semalam terkait solusi untuk menghindari "fiscal cliff".

Sementara bursa Asia pada sesi pertama perdagangan Rabu ini mayoritas menguat tipis setelah terkoreksi cukup signifikan pada sesi perdagangan sebelumnya.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2012

Yusril: peran BP Migas memang tidak maksimal


Semarang (ANTARA News) - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, peran Badan Pelaksana Minyak Bumi dan Gas Bumi (BP Migas) selama ini memang tidak maksimal dalam pengelolaan sumber daya tersebut.

"Selama ini memang banyak kritikan terhadap itu (BP Migas, red.)," katanya usai menjadi pembicara seminar "Membangun Kepemimpinan Masa Depan Indonesia" di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Selasa.

Hal itu diungkapkannya menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak Bumi dan Gas bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut dia, keputusan MK atas pengajuan "judicial review" UU Nomor 22/2001 dengan menyatakan regulasi yang mengatur peran BP Migas itu inkonstutusional harus diterima, dihormati, dan dilaksanakan untuk pemerintah.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menyatakan, MK sudah memberikan jalan keluar bahwa sambil menunggu peraturan lebih lanjut, kewenangan yang selama ini dipegang BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah lewat kementerian terkait.

Oleh karena itu, kata dia, Presiden harus segera menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengeluarkan surat keputusan untuk pengelolaan sektor hulu minyak bumi dan gas yang selama ini dipegang oleh BP Migas.

"Saya yakin pengelolaan yang dilakukan melalui Kementerian ESDM itu bisa berjalan dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi proses-proses kegiatan pengembangan minyak bumi dan gas ke depan," katanya.

Ia menjelaskan, dengan keputusan MK itu pengelolaan minyak bumi dan gas dilakukan langsung oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM, tidak lagi oleh BP Migas yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 22/2001.

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa pasal yang mengatur tugas BP Migas dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah, c.q. (dalam hal ini, red.) kementerian terkait, sampai diundangkannya UU baru yang mengatur hal itu," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD di Jakarta, Selasa. (KR-ZLS/M029)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2012

MK: tugas dan fungsi BP Migas inkonstitusional

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD45 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya undang-undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan pengujian UU Migas di Jakarta, Selasa.

(J008) 
Editor: Fitri Supratiwi

Pengamat : bentuk BUMN baru setelah pembubaran BP Migas

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah bisa membentuk BUMN baru setelah pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan mengikutinya dengan mengalihkan seluruh aset kepada PT Pertamina, kata pengamat energi.

"Setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan pembubaran BP Migas, pemerintah bisa menyerahkan seluruh aset kepada PT Pertamina. Selain itu, dapat dibentuk BUMN baru agar menjalankan fungsi dan aturan dengan baik," kata pengamat energi, Komaidi Notonegoro, di Jakarta, Selasa.

Pembentukan BUMN baru, menurut Notonegoro, harus dilakukan pemerintah untuk menjaga kondisi pasokan minyak dan gas.

"Pemerintah mendirikan BUMN baru agar ada kepastian dan kondisi migas tidak membahayakan," paparnya.

MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan pemerintah, kementerian terkait, sampai undang-undang yang baru yang mengatur hal itu diundangkan," kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, dalam amar putusannya. 

MK menyatakan Frasa dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1), frasa melalui Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3), frasa berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat (1), frasa Badan Pelaksana dan dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujarnya.

(KR-IAZ)

Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © 2012

Pengamat : bentuk BUMN baru setelah pembubaran BP Migas

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah bisa membentuk BUMN baru setelah pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan mengikutinya dengan mengalihkan seluruh aset kepada PT Pertamina, kata pengamat energi.

"Setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan pembubaran BP Migas, pemerintah bisa menyerahkan seluruh aset kepada PT Pertamina. Selain itu, dapat dibentuk BUMN baru agar menjalankan fungsi dan aturan dengan baik," kata pengamat energi, Komaidi Notonegoro, di Jakarta, Selasa.

Pembentukan BUMN baru, menurut Notonegoro, harus dilakukan pemerintah untuk menjaga kondisi pasokan minyak dan gas.

"Pemerintah mendirikan BUMN baru agar ada kepastian dan kondisi migas tidak membahayakan," paparnya.

MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan pemerintah, kementerian terkait, sampai undang-undang yang baru yang mengatur hal itu diundangkan," kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, dalam amar putusannya. 

MK menyatakan Frasa dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1), frasa melalui Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3), frasa berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat (1), frasa Badan Pelaksana dan dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujarnya.

(KR-IAZ)

Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © 2012

Hasyim Muzadi apresiasi putusan MK soal BP Migas





Jakarta (ANTARA News) - Salah satu penggugat UU Migas, KH Hasyim Muzadi, mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut landasan keberadaan dan kewenangan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).


Hasyim di Jakarta, Selasa, mengatakan semangat gugatan terhadap UU No. 22 Tahun 2001 yang antara lain mengatur pengelolaan minyak dan gas bumi oleh BP Migas, sebenarnya untuk mengembalilan kedaulatan negara dalam mengelola minyak dan gas buminya sendiri.



"Karena UU No. 22 Tahun 2001 tidak memungkinkan negara mengolah minyak mentahnya sendiri di dalam negeri, kemudian mengekspornya ke luar negeri," kata mantan Ketua Umum PBNU itu.



Kenyataan yang terjadi selama ini, kata dia, Indonesia hanya menjual minyak mentah kemudian diolah di luar negeri.


"Selanjutnya Indonesia membeli minyak tersebut yang sesungguhnya minyaknya sendiri dengan harga minyak dunia. Itu pun penjualan dan pembelian melalui perantara," kata Hasyim.


Menurut dia setiap ada kenaikan harga minyak dunia, Indonesia selalu mengalami kegoncangan.


"Dan karena dahsyatnya kegoncangan itu, di Indonesia berkali-kali harus terjadi aparat yang berhadapan dengan rakyatnya sendiri," kata Hasyim.


Padahal, lanjutnya, kalau minyak tersebut dikelola sendiri, dan Indonesia kembali menjadi negara pengekpor minyak, justru akan ada keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia.


Lebih lanjut Hasyim mengatakan, setelah keputusan MK, pemerintah harus bisa menyelesaikan persoalan tersebut dengan baik.


"Pengelolaan selanjutnya haruslah dapat menangkap semangat kemandirian dan tidak melakukan hal yang sama seperti nuansa UU 22 Tahun 2001 itu, tentu sambil menunggu proses lahirnya UU baru oleh parlemen," katanya.


Soal ikatan kontrak Indonesia dengan pihak asing, menurutnya, pemerintah mesti bisa menyelesaikan melalui aturan bisnis internasional.


"Sampai di sini kita harus hati-hati karena di DPR bisa bertele-tele. Adakah semangat kemandirian di parlemen kita?," katanya.


Dikatakannya, menurut penelitian sebagian peneliti ekonomi Universitas Indonesia (UI), tidak kurang dari 20 UU yang menyangkut kebutuhan vital rakyat banyak yang sangat pro asing.


"Misalnya soal tanah, air, dan kandungan bumi lainnya. Seakan penjajahan ekonomi telah disahkan oleh para wakil rakyat kita sendiri," tandasnya.

(S024/Z003)

Editor: Ruslan Burhani


COPYRIGHT © 2012

Putusan MK soal BP Migas untungkan negara



Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU 22 Tahun 2001 tentang Migas sangat menguntungkan negara. "Ke depan kerja sama pengelolaan Migas dengan para kontraktor sifatnya B to B. Sehingga kalau ada dispute, cukup lembaga peradilan di Indonesia yang menyelesaikan, tidak perlu lewat arbitrase internasional yang biasa mengalahkankan pihak Indonesia," kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Tjatur Sapto Edy kepada ANTARA News, Jakarta, Rabu.






Selain itu, keuntungan lain yang diperoleh oleh negara dengan putusan MK itu adalah pemerintah, dalam hal ini Pertamina, bisa mandiri dalam mengelola minyak bumi dan gas.




"Bila kuasa diberikan, Pertamina dalam waktu cepat bisa tumbuh besar dan dapat menarik modal besar untuk mengembangkan industri migas nasional," sebut Tjatur.




Tak hanya itu saja, pemerintah mempunyai kesempatan membesarkan Pertamina daripada Petronas, perusahaan minyak milik Malaysia.




MK memutuskan, pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.




"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim mahfud MD kemarin.




MK juga menyatakan, frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.




"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Mahfud. MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.




(Zul)


Editor: Aditia Maruli


COPYRIGHT © 2012

Presiden akan sampaikan penjelasan soal BP Migas



Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memberikan penjelasan mengenaiBadan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), setelah Makhkamah Konstitusi menyatakan lembaga itu inkonstitusional.


"Saya akan menyampaikan penjelasan saya mengenai BP Migas, ini saya pendang penting karena ada pengaruhnya terhadap investasi," kata Presiden saat menunggu kedatangan Perdana Menteri Swedia di Istana Merdeka Jakarta, Rabu.



Kepala Negara mengatakan memberikan penjelasan mengenai masalah itu sebelum pukul 15:00 WIB.



(P008)


Editor: Maryati

COPYRIGHT © 2012

Yusril: Peran BP Migas Tidak Maksimal

Rabu, 14 November 2012 10:04



Yusril Ihza Mahendra (ANTARA/Puspa Perwitasari)


Semarang, GATRAnews - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, peran Badan Pelaksana Minyak Bumi dan Gas Bumi (BP Migas) selama ini tidak maksimal dalam mengelola sumber daya alam tersebut.


"Selama ini memang banyak kritikan terhadap itu (BP Migas, Red.)," katanya, usai menjadi pembicara seminar "Membangun Kepemimpinan Masa Depan Indonesia", di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Selasa (13/11).

Yusril mengatakan hal itu, menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak Bumi dan Gas bertentangan dengan UUD 1945.

Menurutnya, keputusan MK atas pengajuan judicial review UU Nomor 22/2001 dengan menyatakan regulasi yang mengatur peran BP Migas itu inkonstutusional harus diterima, dihormati, dan dilaksanakan untuk pemerintah.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menyatakan, MK sudah memberikan jalan keluar bahwa sambil menunggu peraturan lebih lanjut, kewenangan yang selama ini dipegang BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah lewat kementerian terkait.


Oleh karena itu, kata dia, Presiden harus segera menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengeluarkan surat keputusan untuk pengelolaan sektor hulu minyak bumi dan gas yang selama ini dipegang oleh BP Migas.

"Saya yakin pengelolaan yang dilakukan melalui Kementerian ESDM itu bisa berjalan dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi proses-proses kegiatan pengembangan minyak bumi dan gas ke depan," katanya.

Ia menjelaskan, dengan keputusan MK itu pengelolaan minyak bumi dan gas dilakukan langsung oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM, tidak lagi oleh BP Migas yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 22/2001.

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa pasal yang mengatur tugas BP Migas dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah, c.q. (dalam hal ini, Red.) kementerian terkait, sampai diundangkannya UU baru yang mengatur hal itu," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD di Jakarta, Selasa. (TMA)

Kartu Merah untuk Wasit Migas










Rabu, 14 November 2012 06:58








Pengeboran migas (dok. Gatra/Abdul Malik MSN)



Jakarta, GATRAnews - Para Menteri bidang ekonomi tiba-tiba mendapat panggilan darurat dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Selasa (13/11/2012). Mereka dipaksa berkumpul di istana untuk mengikuti Sidang Kabinet Terbatas siang itu.


Kesibukan di istana presiden berlangsung setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas). "Ada amar putusan MK yang membatalkan status hukum BP Migas, Bapak Presiden sudah mendapat laporan dari Menko Perekonomian," ujar Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha.


Seperti diketahui, UU Migas digugat ke MK oleh 30 tokoh masyarakat, di antaranya adalah Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris, politisi muslim Ali Mochtar Ngabalin, cendekiawan muslim Komaruddin Hidayat, pengacara Eggi Sudjana, dan sejumlah ormas Islam.


MK mengabulkan sebagian permohonan dalam uji materi Undang-undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.


Mahkamah Konstitusi menilai, fungsi dan tugas BP Migas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sebab, majelis hakim konstitusi menyatakan fungsi dan tugas BP Migas mendegradasi penguasaan negara atas sumber daya alam. Itu berarti badan tersebut harus dibubarkan.


Pembubaran BP Migas itulah yang dibahas dalam Sidang kabinet dadakan itu. "Pemerintah merespons apa yang menjadi amar putusan MK, karena itu sifatnya final. Kita akan sikapi dan tindak lanjuti keputusan itu," ungkap Julian.


Sebelumnya, saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan DPR, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, mengungkapkan bahwa pemerintah harus melaksanakan keputusan MK. Namun, pelaksanaan keputusan lembaga tinggi peradilan negara itu akan dilihat terlebih dahulu seberapa besar konsekuensinya.


Sebab, kata Jero, pemerintah patut mempertimbangkan dampak keputusan MK tersebut dengan iklim investasi sektor migas yang banyak menarik investor di Indonesia. "Karena itu, pemerintah mengambil sikap mempertimbangkan kepentingan negara yang jauh lebih besar dan harus dijaga," ujar Jero.


Keputusan MK, menurut Jero, akan disikapi pemerintah dengan baik dan bijaksana sehingga tidak merusak tatanan investasi yang saat ini berjalan dengan baik. Ia menegaskan, pemerintah segera melakukan persiapan untuk masa transisi atas pelaksanaan keputusan MK tersebut untuk diberlakukan di dunia usaha.


"Akan ada masa persiapan atau transisi. Tidak bisa langsung berubah saat ini juga," ujar Jero. Ia menegaskan, untuk kelanjutan nasib BP Migas, pemerintah wajib memikirkan kemungkinan yang terbaik dan tidak akan berspekulasi dan menghasilkan keputusan yang terburu-buru.


Jero meminta seluruh karyawan BP Migas untuk tetap tenang. Pihaknya akan membuat produk baru untuk nantinya dapat meneruskan kerja seluruh pegawai BP Migas. Ia juga berharap seluruh kegiatan yang di bawah koordinasi BP Migas dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga tidak berpengaruh pada penerimaan negara.


Migas Tanpa Pengawas


Kepala BP Migas Raden Priyono hanya bisa pasrah menanggapi putusan MK yang memerintahkan pembubaran BP Migas sebagai pengelola sektor hulu minyak dan gas. Terlihat, Priyono sangat terpukul dengan putusan tersebut.


Dalam Press Conference yang digelar di Wisma Mulia Lantai 37, Jakata Selatan, Selasa (13/12/2012) Priyono tak bisa menjelaskan rencana secara detail terkait putusan tersebut.


Priyono mengibaratkan, industri migas tanpa adanya institusi yang menjadi perwakilan pemerintah bagaikan permainan sepak bola tanpa wasit. "Nah kemudian dengan reformasi itu dipisah, wasitnya adalah BP Migas, jadi kalau tidak ada wasit ya silakan saja," katanya.


Saat ini Priyono mengaku tengah berkonsentrasi melakukan konsolidasi internal terlebih dahulu. Pasalnya dengan keputusan yang mendadak ini, terjadi pergolakan di internal BP Migas.


Menurut Priyono, dengan keputusan ini, seluruh kegiatan eksplorasi migas di sektor industri otomatis akan terganggu. "Ya mustinya tidak bisa beroperasi, karena kontrak itu harusnya legal," katanya.


Priyono menganalogikan pengaturan hulu identik dengan kompetisi sepak bola. Dimana, BP Migas bertindak sebagai wasit sedangkan pemerintah sebagai PSSI atau FIFA. Sementara pemainnya adalah Pertamina dan kontraktor asing.


"Sekarang wasitnya enggak ada, apakah FIFA-nya yang jadi wasit. Dulu, dibentuknya BP Migas karena disepakati adanya pemisahan tugas dan fungsi. Ingat, BP Migas itu produk reformatif kalau mau dikembalikan seperti dulu. Ya silahkan dinilai sendiri," ungkapnya.


Mengenai kontrak kerja dengan kontraktor asing yang sudah ditanda tangani dengan BP Migas, pria kelahiran Pati, Jawa Tengah itu terlihat kebingungan. "Kami belum ada pembicaraan dengan kontraktor asing. Dalam logika saya kalau BP Migas dinyatakan inkonstitusional atau tidak legal, keputusannya juga begitu. Tetapi ini logika saya lho sebagai orang awam," tegasnya.


Terkait tudingan penguasaan asing terhadap migas Indonesia, Priyono menampik tuduhan dari ormas yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi tersebut. Menurutnya BP Migas hanya melanjutkan dulu yang sudah ada.


"BP Migas tak mengundang orang asing ke sini. Mereka sudah hadir sejak lama," ujar Priyono dalam konferensi pers di Wisma Mulia, Jakarta, Selasa (13/11/2012), dalam rangka merespon putusan MK.


BP Migas saat ini hanya menjalankan Undang-undang yang sudah ditetapkan. Kepala BP Migas juga dipilih DPR. "Kami selalu lapor soal lifting dan cost recovery kepada DPR, kalau dibilang liberal, saya bingung liberal dari mana," tanyanya.


Priyono bahkan mempertanyakan isu keberpihakan BP Migas terhadap asing, karena ada tiga blok migas yang diserahkan kepada Pertamina. "Proses perpanjangan pun kita memberikan 3 blok kepada Pertamina, Bumi Siak Pusako, BP Laut Jawa dan West Madura Offshore," ujarnya.


Nah, jika dikatakan bahwa pembentukan BP Migas adalah sebuah kesalahan, maka Priyono justru mempertanyakan opsi penyelesaiannya. "Sekarang masalahnya, apakah kesalahan itu bisa diperbaiki dengan mengubah institusi?" ucapnya.


Sementara itu, Direktur Pengendalian Operasi BP Migas I Gede Pradyana mengungkapkan, penerimaan negara pasti akan terganggu dengan adanya keputusan ini. Negara bisa rugi Rp1 triliun per hari dari hasil transaksi migas. "Kontrak pengelolaan industri hulu migas itu menghasilkan US$35 miliar per tahun. Itu harus ada lembaga yang harus menangani, apa pun nama lembaganya."


Dia mengatakan bahwa prioritas utama saat ini adalah menyelesaikan gejolak internal BP Migas. Salah satunya dengan menyiapkan hak-hak yang harus dipenuhi seperti pesangon karyawan. Ini jika institusi tersebut akan ditutup. "Kami mengharapkan pemerintah segera memutuskan masa transisi, kalau dibiarkan berlarut-larut akan berdampak terhadap penerimaan negara," katanya.


Dua Opsi


Pasca pemberangusan BP Migas, para ahli bidang migas pun memberikan opsi untuk menjalankan fungsi regulator migas. Namun pemerintah tampaknya punya rencana sendiri dalam menyikapi putusan MK yang memberangus BP Migas. Berikut dua opsi versi pengamat migas dan versi pemerintah.


Opsi 1: Regulator Dipercayakan ke Pertamina


Pengamat Perminyakan Kurtubi malah menyarankan pemerintah untuk mengalihkan fungsi dan tugas BP Migas kepada Pertamina. "Seperti yang dilakukan Malaysia dengan Petronas-nya dan Iran, Libya, serta Venezuela," ungkapnya.


Kurtubi memaparkan bahwa putusan MK tentang pembubaran BP Migas, sangatlah tepat. Ke depan, pengganti BP Migas yang paling tepat adalah Pertamina. "Contoh yang terdekat adalah Malaysia. Seluruh kontraktor asing berkontrak dengan Petronas. Demikian pula di Iran, Libya, dan Venezuela. BUMN diberikan peran dalam mengatur sektor hulu," jelasnya.


Masih menurut pendiri Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) itu, Pertamina harus berbenah pula. Dalam artian, lebih mengedepankan aspek-aspek profesionalisme dan transparansi. "Jangan adalagi kebocoran, patgulipat apalagi korupsi di Pertamina. Semuanya harus transparan dan akuntabel. Kalau soal SDM, saya kira Pertamina punya kemampuan kok. Yang penting harus dikontrol dengan ketat," tegasnya.


Apabila Pertamina diberikan kepercayaan sebagai pengatur sektor hulu migas, Kurtubi percaya lebih bermaslahat untuk rakyat. Dibanding membentuk badan baru yang belum menjamin pengelolaan migas bisa sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.


"Buktinya, ada BP Migas pasokan gas dalam negeri terhambat karena banyak diekspor ke luar negeri. Minyak juga demikian. Saya percaya kalau Pertamina yang dipercaya, pengelolaan migas semakin simple. Kita tidak akan ditipu lagi. Pertamina juga bisa menjadi sumber pembangunan. Seperti di negara-negara lain," ujar Kurtubi.


Opsi 2: Bentuk UPKUH Migas


Melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, pemerintah menegaskan kegiatan eksplorasi minyak tidak akan terganggu dengan penghapusan BP Migas. Ia menjelaskan kepada media bahwa pemerintah akan membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (UPKUH Migas). Unit kerja baru itu langsung di bawah Kementerian ESDM, karena dalam keputusannya MK mengariskan bahwa seluruh fungsi dan tugas BP migas dikembalikan kepada kementerian terkait.


"Pemerintah tentu saja menjamin seluruh urusan migas tetap berjalan seperti biasanya," kata Hatta. Ia menambahkan bahwa dasar hukum pembentukan unit kerja baru itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) yang segera diterbitkan. Diharapkan lembaga baru itu akan menjalankan kewenangannya dengan baik, sehingga tidak mengganggu iklim investasi.


Dengan keputusan pembentukan lembaga baru itu, Hatta berharap agar tidak ada spekulasi yang muncul di kalangan dunia usaha khususnya di sektor minyak dan Gas bumi. Keputusan MK tersebut merupakan proses yudisial yang harus dijalani oleh pemerintah. "Dengan adanya unit kerja baru ini, seluruh aset dan pegawai yang dimiliki BP Migas akan beralih kepada unit tersebut," ungkapnya.


Sedangkan status kepegawaian BP Migas tetap dan tidak beralih menjadi Pegawai Negeri sipil (PNS). Sebab, kata Hatta, unit ini merupakan unit kerja non struktural kementeran ESDM. Tetapi bentuk struktur dan pemimpin unit tersebut masih akan dibahas. "Yang jelas, unit ini akan dibiayai APBN, tapi tidak jadi PNS," tegas Hatta. (HP)

Dahlan Kaget MK Bubarkan BP Migas

Rabu, 14 November 2012 01:41




Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan (GATRAnews/Erry Sudiyanto)

Jakarta, GATRAnews - Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan mengaku kaget dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), pada Selasa kemarin. "Saya terus terang kaget mendengar ada keputusan yang begitu besar dan begitu drastis. Tapi kita tahu, keputusan MK itu final dan harus dilaksanakan. Bagaimana melaksanakannya nanti, saya akan berkoordinasi dengan Menteri ESDM," kata Dahlan usai menghadiri rapat dengar pendapat dengan Anggota Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, (13/11).


Seperti diketahui, dalam amar putusannya, MK menyatakan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat. Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik juga mengaku tidak akan terburu-buru melebur BP Migas ke Pertamina.

Sementara itu, pengamat perminyakan, Kurtubi meniai, keputusan MK untuk membubarkan BP Migas sudah tepat. Selain melanggar konstitusi, kehadiran BP Migas juga menimbulkan inefisiensi tata kelola hulu migas. "Kalau BP Migas dibubarkan, itu berarti pintu inefisiensi di tutup Mahkamah Konstitusi, yang berarti akan untungkan bangsa dan negara," kata Kurtubi.

Kurtubi menilai, bukti inefisiensi tersebut muncul karena BP Migas bukan perusahaan negara, sehingga minyak dan gas yang merupakan bagian negara tidak bisa dijual sendiri oleh BP Migas, tetapi harus tunjuk pihak ketiga. "Contoh, dalam mengembangkan gas di Tangguh, Papua Barat. Seharusnya yang membangun kilang pengolahan gas alam cair (LNG) dan yang menjualnya itu BP Migas, tapi karena bukan perusahaan negara, ditunjuk BP (perusahaan migas asal Inggris-red) dan LNG-nya diekspor ke China dengan harga yang sangat murah," papar Kurtubi.(IS)

Priyono: Dari Sisi Mana Nilai BP Migas Liberal?


Rabu, 14 November 2012 10:43




Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), R Priyono (GATRAnews/Erry Sudiyanto)


Jakarta, GATRAnews - Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), R Priyono mengaku bingung dengan tudingan berbagai pihak yang menilai lembaganya liberal. "Jika dikatakan BP Migas liberal, kami bingung, karena kami melaksanakan saja, badan pelaksanaan yang dalam pelaksanaanya koriornya diatur pemerintah," kata Priyono pada konferensi pers di kantornya bilangan Jakarta Selatan, Selasa petang, (13/11).

Priyono malah balik mempertanyakan, dari sisi mana BP Migas itu dinilai liberal. Pasalnya, BP Migas tidak menentukan harga dan alokasi gas karena itu merupakan kewenangan pemerintah. Selain itu, BP Migas tidak menentukan alokasi lifting dan cost recovery, karena itu dibahas bersama DPR.

"Kalau dibicarakan liberal, tiap tahun kami harus menghadap DPR untuk bicara soal alokasi lifting, cost recofery. Semua ini diawasi oleh instansi pemerintah, Depkeu, DPR, BPK, dan BPKP. BP Migas masih dalam koridor yang diatur pemerintah. Kami ingin melaksanakan sebaik-baiknya misi pemerintah mengawasi usaha hulu minyak dan gas bumi," paparnya.


Menurutnya, jika BP Migas dinilai liberal, maka BP Migas bukan badan independen yang tidak bisa disentuh pemerintah. BP Migas merupakan badan dependen, sehingga kepalanya dipilih oleh presiden dan disetujui DPR. Artinya, dua isntitusi ini menyetujui adanya kepala BP Migas.

"Kalau dikatakan liberal saya heran, dikatakan tidak efisien. Saya juga heran karena selama 3 tahun, kami mendapat prestasi dari BPK dengan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Artinya, kita bekerja efisien," paparnya.


Menurutnya, kalau dibandingkan institusi yang sama sebelum era reformasi, BP Migas hanya diberikan fee sebesar 1 persen dan tidak pernah sampai habis. Sedangkan institusi yang sama, dengan jumlah pekerja yang seper sepuluh, mendapatkan retensi 3 persen. "Jadi kalau tidak efisien, perbandingnanya seperti apa, kami 1 persen, instansi yang lama 3 persen. Ini bukan membela diri, saya ingin publik juga tahu, dari sisi apa tidak efisiennya," ujar dia.

Dipaparkan, lahirnya BP Migas bukan muncul begitu saja, tapi lahir karena Undang-Undang Migas dan UU Migas ada karena reformasi. Jadi bisa dikatakan, BP Migas adalah produk reformasi.(IS)

Priyono: Semua Masalah BP Migas Warisan Pertamina


Rabu, 14 November 2012 01:37




Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Gas dan Minyak Bumi (BP Migas), R Priyono (GATRAnews/Erry Sudiyanto)

Jakarta, GATRAnews - Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Gas dan Minyak Bumi (BP Migas), R Priyono menilai, jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan BP Migas atas alasan banyak kedaulatan asing di badan ini, hal itu merupakan warisan PT Pertamina. "Alasan banyak kedaulatan asing, ini bukan BP Migas yang undang, karena yang datangkan asing adalah Pertamina," kata R Priyono usai menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa, (13/11).

Selain itu, turunnya produksi minyak dan gas juga merupakan warisan Pertamina yang sudah terjadi sejak tahun 1996. "Kalau produksi turun, itu warisan Pertamina juga. Itu sudah tahun 1996. Jadi berat sekali. Yang dipermasalahkan Kurtubi, itu warisan Pertamina semua," tandasnya. Sedangkan saat dipersoalkan apakah BP Migas dibubarkan karena badan ini dituding sebagai makelar proyek, R Priyono mengaku tidak mengetahui hal tersebut. "Kalau pengawas dibilang makelar, saya enggak ngerti, pengurus kok dibilang makelar," katanya.


Namun saat ditanya pembubaran ini salah atau tidak, Priyono mengaku lagi-lagi tidak mengetahuinya karena dirinya bukan ahli hukum dan hanya sebagai praktisi. "Saya bukan praktisi hukum," jawabnya singkat. Menurutnya, dengan dibubarkannya BP Migas, maka tidak ada lagi pengatur dalam minyak dan gas di Indonesia. Pasalnya, organisasi pengatur, pengatur, pemain, dan wasit sudah masuk lapangan semua.


"Tidak ada lagi check and balance, FIFA sudah masuk ke lapangan. Artinya, pengawasan itu sudah ada yang salah. Kesalahan itu, dulu FIFA, wasit, pemain jadi satu, kemudian dengan reformasi dipisah. FIFA-nya pemerintah. Sekarang tidak ada wasit lagi. Dibubarkannya BP Migas menjadi terganggu, karena tidak beroperasi lagi," pungkasnya.

Seperti diketahui, Selasa kemarin MK memutuskan BP Migas dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Untuk mengisi kekosongan hukum, sementara ini kewenangan BP Migas dijalankan oleh pemerintah cq Menteri ESDM atau BUMN.

Perkara judicial review ini diajukan oleh PP Muhammadiyah, beberapa lembaga keagamaan, dan beberapa aktifis atau ahli, seperti Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Adhie Massardi, M Hatta Taliwang dengan kuasa hukum Syaiful Bakhri, Umar Husin, dan saksi ahli Rizal Ramli, Kurtubi, dan lainnya.(IS)

Negara Berpotensi Merugi Rp 1 T Per Hari Jika Tak Ada Badan Pengganti BP Migas



Rabu, 14 November 2012 03:50




Gde Pradnyana (Gatra/Ardi Widi Yansah)

Jakarta, GATRAnews - Pemerintah diminta segera membentuk badan untuk mengambil alih tugas dan fungsi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Gas dan Minyak Bumi (BP Migas) agar tidak terjadi kerugian negara Rp 1 triliun per hari, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan badan ini, karena dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. "Karena dicabut (BP Migas Dibubarkan-Red), kita harapkan pemerintah membuat badan untuk masa transisinya, karena kalau dibiarkan berlarut-larut, akan menimbulkan dampak kerugian negara yang besar," kata Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, Gde Pradnyana usai mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di gedung DPR RI Jakarta Pusat, Selasa, (13/11).

Menurutnya, jika dibiarkan, negara berpotensi merugi Rp 1 triliun per hari karena pendapatan BP Migas mencapai 35 miliar dolar per tahun atau sekitar 100 juta miliar dolar per hari. Saat dimintai tanggapan soal putusan MK yang membubarkan BP Migas tersebut, Gde mengaku belum mengetahuinya karena baru memperoleh informasi tersebut dari media massa. Namun, setelah dibubarkan MK, BP Migas mengaku harus menenangkan karyawannya.


"Tapi, internal BP Migas harus menenangkan intern karyawan meski hak-hak mereka sudah ter-cover; ada pesangon dan tunjangan-tunjangan harus diselesaikan," paparnya. Menurutnya, meski harus menenangkan karyawan, namun terpenting adalah menyelamatkan potensi kerugian negara yang harus segera diantisipasi, yakni segera menunuk badan baru untuk mengambil alih tugas BP Migas.

"Tapi yang harus dieselesaikan paling utama, adalah penerimaan negara pertama kali. Untuk gantikan BP Migas kita belum tahu, mungkin ada organ baru yang ditunjuk pemerintah. Yang pasti kita tidak boleh lagi lakukan kegiatan karena itu akan dinyatakan ilegal," terangnya.

Untuk jumlah karyawan sendiri, termasuk tenaga kontrak, BP Migas mempunyai 900 orang karyawan. "Tapi kalu termasuk dengan kontraktor di lapangan, jumlahnya mencapai ribuan," pungkasnya.(IS)

BP Migas Bubar Harga BBM Tetap Terancam Naik









Tribunnews.com - Rabu, 14 November 2012









net


Ichsanuddin Noorsy





Be


BP Migas Bubar Harga BBM Tetap Terancam Naik


Oleh; DR Ichsanuddin Noorsy


TRIBUNNEWS.COM--Dalam gugatan PP Muhammadiyah dkk tentang UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Badan Pelaksana (BP) Migas bertentang dengan konstitusi.


Lalu, apa manfaat bagi masyarakat atas putusan MK itu ? Keuntungan yang bersifat material tentu saja tidak ada. Berlakunya persaingan usaha yang sehat dan wajar juga dibenarkan MK serta menyetujui pemisahan hulu dengan hilir sehingga akan terjadi efisiensi berkeadilan.


Merujuk putusan MK 21 Desember 2004, harga migas ditetapkan oleh Pemerintah seperti diatur pasal 28 ayat (2) UU Migas, sama sekali tidak diubah. Sisi lain Indonesia mengimpor minyak olahan sebanyak 40 persen dari total kebutuhan 65 juta kilo liter.


Inilah yang menjadi argumentasi saya, betapa pentingnya Pemerintah terbuka menyampaikan struktur biaya produksi sendiri untuk premium, dan bagaimana struktur biaya impor migas.


Dari dua struktur biaya ini, maka kita akan peroleh harga campuran. Dengan ketergantungan pada impor itulah, ditambah tekanan lembaga multilateral dan tekanan negara adidaya, maka putusan MK kali ini pun tidak memberi jaminan harga BBM tidak akan naik.


Dengan argumentasi APBN tertekan karena subsidi BBM yang membengkak, dan subsidi itu dinikmati orang kaya, maka pemerintah tinggal menunggu kesempatan dan peluang politik kapan menaikkan harga BBM menjadi Rp5.500-Rp6.000 perliter.


Alhasil, putusan MK tentang BP Migas yang inkonstitusional justru keputusan setengah hati jika melihat desakan publik yang menolak berlakunya mekanisme pasar bebas atau neoliberal.


Bahkan esensi keputusan itu membenarkan berlakunya persaingan usaha di sektor enerji. Hal ini terlihat pada bagaimana MK menerjemahkan hak negara menguasai sumberdaya dan penerapan kelembagaan pada penguasaan sumberdaya. Soal harga minyak yang sudah diputuskan MK pada 21 Des 2004, putusan MK 13 November 2012 pun tidak berubah.


Bahkan dengan merujuk UU 5/1999 tentang Persaingan Usaha Yang Sehat dan Wajar atau dikenal anti monopoli, MK membenarkan dipisahnya hulu dengan hilir migas (unbundling).


Menurut MK, sebagaimana keputusan MK sebelumnya, hak negara menguasai mencakup lima hal. Yakni hak menerbitkan kebijakan, pengaturan, pengelolaan, pengurusan dan pengawasan.


Hak ini ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Disebabkan keterbatasan pemerintah pada modal dan teknologi, maka pemberian kesempatan kepada asing bersifat sementara.


Dengan demikian, kehadiran asing dalam industri migas di hulu, menurut MK, harus memenuhi syarat-syarat yang diatur oleh pemerintah.


Karena BP Migas melakukan kontrak kerjasama, maka negara kehilangan diskresi atas hak menguasai sumberdaya. Negara bahkan kehilangan kewenangan pengelolaan. Yang terjadi lebih lanjut adalah, BP Migas berpotensi inefisiensi. Dari 8 hakim yang memutuskan, seorang hakim MK Haryono berpandangan berbeda (disenting opinion).


Menurut Haryono, kehadiran BP Migas yang lahir dari UU sesungguhnya dibenarkan karena DPR dan Pemerintah sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mengaturnya dalam UU. Haryono mengajukan dua pertanyaan penting, di mana letak kesalahan secara struktural kenegaraan dengan kehadiran BP Migas ?


Kerugian konstitusional apa yang terjadi pada pemohon dengan keberadaan BP Migas.


Saya sendiri memasalahkan kelahiran badan-badan atau komisi-komisi sejak reformasi sejak 2002. Misalnya, jika melihat struktur organisasi kekuasaan negara, ada di mana letak atau posisi badan-badan atau komisi-komisi itu ? Pertanyaan ini sebenarnya harus dijawab MPR. Sementara putusan MK sendiri tentang BP Migas lebih pada persoalan kewenangannya.


Secara organisasi, ada di mana posisi BP Migas dalam struktur kekuasaan negara sekaligus memberi gambaran kewenangan. Dengan demikian, cara pandang MK yang hanya memasalahkan kewenangan BP Migas tidak masuk dalam kerangka sistem kenegaraan.


Putusan pembatalan BP Migas sendiri mudah diatasi. Yakni Pemerintah membentuk BUMN hulu Migas yang baru guna menangani 353 kontrak kerjasama yang sudah ditandatangani BP Migas. Malah BUMN baru ini sekaligus bisa berdaya guna untuk melanjutkan Blok Mahakam yang kontraknya akan jatuh tempo pada 2017.





Editor: Rachmat Hidayat

BP migas Bubar, Semua Kontrak Migas Jadi Ilegal




REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), R Priyono, menyayangkan tindakan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganggap lembaga itu inkonstitusional.



Menurutnya, keputusan ini merupakan produk reformasi sehingga sangat disayangkan bila negara harus kembali ke masa sebelum reformasi.




Bahkan karena putusan lembaga itu, semua kontrak migas yang berjumlah 353 dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) kini bersifat ilegal. "Kerugian bahkan mencapai 70 miliar dolar AS," kata Priyono, kepada wartawan Selasa (13/11).




Potensi kerugian ini bukan tanpa dasar. Masalahnya produksi migas harus ada tanda tangan dari BP Migas. "Ini menjadi tidak jelas," ujarnya. Hal tersebut menyebabkan tidak ada kepastian pada pasokan migas dan penerimaan negara.




Priyono mengatakan potensi ini didapat dengan mengkalkulasi semua kontrak yang terjadi sejak BP Migas berdiri. Bukan hanya itu iklim investasi pun terancam terganggu.




Hal senada juga dikatakan Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, Gde Pradyana. Menurutnya, keputusan MK membuat tak ada lembaga yang mengawasi dan mengendalikan KKKS.




"Sebagaimana diketahui pemerintah tak bisa berkontrak langsung dengan KKKS. Pemerintah tidak boleh berbisnis sehingga hal ini tak bisa diambil alih oleh pemerintah,” jelasnya.




Sementara itu, Menteri ESDM jero Wacik belum mau berkomentar banyak. Tapi ia berjanji pihaknya akan segera mempelajari keputusan ini. "Tidak bisa langsung bubar," tegasnya. "Cara kita berpikir selalu kepentingan yang lebih besar harus kita pertimbangkan."


















Redaktur: Chairul Akhmad


Reporter: Sefti Oktarianisa

Mahfud MD: BP Migas Bubar sejak Putusan MK Dibacakan


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bubar sejak majelis hakim membacakan putusan pengujian UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
"Sejak pukul 11.00 WIB, Selasa (13/11/2012) bubar dan seluruh fungsi regulasinya berpindah ke Kementerian ESDM," kata Mahfud, di Jakarta, Selasa.
Untuk urusan kontrak yang sedang berlangsung dan dibuat dengan BP Migas, kata Mahfud, berlaku sampai habis masa kontraknya. "Atau berlaku sampai diadakan perjanjian baru," kata Mahfud.
Seperti diketahui, MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.
"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim mahfud MD, saat membacakan putusan pengujian UU Migas di Jakarta, Selasa.
MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Mahfud.
MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sumber :
ANT
Editor :
Tri Wahono

Muhammadiyah Minta Pembubaran BP Migas Segera Ditindaklanjuti


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa BP Migas tidak berwenang mengelola minyak dan gas dan melimpahkan kepada pemerintah.
"Kami bersyukur akhirnya Mahkamah Konstitusi memberikan jawaban terhadap permohonan kami, Muhammadiyah dan sejumlah organisasi kemasyarakatan dan perorangan tentang gugatan terhadap UU migas," kata Din usai bersidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Selasa (13/11/2012).
Karena itu, Din Syamsuddin yang mewakili para pemohon uji materiil UU Migas ini meminta kepada pemerintah dan DPR untuk segera merespon putusan MK tersebut, dengan mengelola sebaik-baiknya minyak dan gas untuk kepentingan rakyat.
"Sebenarnya amar putusan MK ini harus segera direspon oleh pemerintah termasuk DPR terutama bagi adanya sebuah produk hukum dan perundang-undangan dalam mengelola SDA yang sangat kaya raya ini untuk bisa sesuai dengan amanat UUD 45 sebesar-besar kemakmuran rakyat," kata Din.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.
"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan pengujian UU Migas di Jakarta, Selasa.
MK menyatakan Frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana" dan dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Mahfud.
MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(Imanuel Nicolas Manafe)
Sumber :
Editor :
Tri Wahono

Kepala BP Migas Minta Pegawai Tetap Tenang





JHAKARTA, KOMPAS.com - Adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) akan berdampak luas terutama bagi para pegawai yang bekerja di instansi tersebut.


Namun, Kepala BP Migas, R Priyono meminta kepada seluruh anak buahnya agar tetap tenang.


"Kita konsolidasi ke dalam dulu menenangkan anak buah," ujar R Priyono di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/11/2012).


Mengenai kegiatan hilir migas, R Priyono mengatakan pihaknya telah menghentikan semua kegiatan produksi. R Priyono juga menjelaskan kalau kontrak yang sedang dikerjakan BP Migas sudah dianggap ilegal, sehingga tidak berlaku lagi 20 kontrak yang sedang dikerjakan BP Migas.


"Ya mestinya tidak bisa beroperasi karena kontrak itu kan harusnya ilegal, enggak bisa melaksanakan pekerjaan," jelas R Priyono.


Saat ini, R Priyono menunggu adanya peraturan perundangan yang mengatur produksi hilir migas. "Kemungkinan ada peraturan perundangan,"ujar R. Priyono.


Salah satu Keputusan MK hari ini adalah BP Migas dinyatakan bertentangan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Untuk mengisi kekosongan hukum sementara ini kewenangan BP Migas dijalankan oleh Pemerintah melalui Menteri ESDM/BUMN.


Judicial Review diajukan oleh PP Muhammadiyah dan banyak lembaga keagamaan dan beberapa aktivis ahli seperti Komaruddin Hidayat,Marwan Batubara, Adhie Massardi, M Hatta Taliwang dengan Kuasa Hukum seperti Syaiful Bakhri, Umar Husin dan Saksi Rizal Ramli, Kurtubi dan lainnya.(Adiatmaputra Fajar Pratama)



Sumber :


Tribunnews.com



Editor :


Tri Wahono


BP Migas Dibubarkan, DPR Minta Dilibatkan


JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VII DPR bidang energi Dewi Aryani menilai keputusan Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BPH Migas) seharusnya melibatkan DPR. Pasalnya, DPR yang sudah mengesah Undang-undang Migas yang kini disebut bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 tersebut.


"Saya rasa seharusnya DPR RI dimintai pendapatnya dulu berkaitan dengan isi Undang-undang Migas karena undang-undang adalah produk dari legislator," ujar Dewi, Selasa (13/11/2012), di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.


Ia mengutip pasal 20 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan setiap undang-undang menghendaki persetujuan DPR. Sehingga, saat MK memutuskan bahwa undang-undang Migas bertentangan dengan UUD 1945, DPR seharusnya dilibatkan.


Dengan dibubarkannya BPH Migas ini, lanjut Dewi, akan menyebabkan seluruh proyek yang sedang berjalan dan yang sudah ditandatangani selama ini dinyatakan ilegal. "Jadi investasi yang ada di hulu sejak tahun 2002 adalah tidak legal," ujar Dewi.


Menurut politisi PDI-Perjuangan ini, pembubaran BPH Migas akan menimbulkan cost recovery yang harus dipertimbangkan selanjutnya. "Cost recovery tidak perlu dibayar oleh negara, kalau dibayar menjadi pidana. Nah efek ini harus diperhitungkan juga," kata Dewi.


Diberitakan sebelumnya, majelih hakim konstitusi mengabulkan pengajuan Judicial Review UU Migas No 22/2001 hari ini. Keberadaan BPH Migas dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga harus dibubarkan. Untuk mengisi kekosongan hukum sementara ini kewenangan BPH Migas akan dijalankan oleh Pemerintah cq Menteri ESDM/BUMN.


MK menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.


Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan pertimbangan mengatakan, jika keberadaan BP Migas secara serta-merta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan pada saat yang sama juga dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat, pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat karena kehilangan dasar hukum.


"Hal demikian dapat menyebabkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang tidak dikehendaki oleh UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah harus mempertimbangkan perlunya kepastian hukum organ negara yang melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru," kata Hamdan.

BP Migas Bubar, Ibarat Sepak Bola Tanpa Wasit


JAKARTA, KOMPAS.com - Usai dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya, kini tidak ada lagi yang akan mengatur regulasi produksi minyak bumi dan gas.
"Ibarat kita main bola ya, FIFA, pemain, dan wasit itudijadiin satu. Nah, kemudian dengan reformasi itu dipisah. Wasitnya adalah BP Migas. Jadi, kalau enggak ada wasit ya silakan saja," ujar Kepala BP Migas, R Priyono di Jakarta, Selasa (13/11/2012).
Dari keputusan Mahkamah Konstitusi, dijelaskan kalau kewenangan BP Migas akan diberikan kepada Kementerian ESDM. Menanggapi hal itu R Priyono tak yakin kalau kesalahan BP Migas nantinya bisa diperbaiki.
"Sekarang masalahnya apakah kesalahan itu bisa diperbaiki dengan mengubah institusi," jelas R. Priyono.
Salah satu Keputusan MK hari ini adalah BP Migas dinyatakan bertentangan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Untuk mengisi kekosongan hukum sementara ini kewenangan BP Migas dijalankan oleh Pemerintah melalui Menteri ESDM/BUMN.(Adiatmaputra Fajar Pratama)
Sumber :
Editor :
Tri Wahono

BP Migas Khawatir Produksi Minyak Terganggu


JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi  khawatir produksi migas terganggu menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang membubarkan badan tersebut.
Kepala Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Priyono di Jakarta, Selasa (13/11/2012), mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu telah membuat status BP Migas tidak konstitusional.
"Kalau tidak konstitusional, maka produknya juga inkonstitusional. Kami jadi tak bisa melindungi kepentingan nasional," katanya.
Menurut dia, pihaknya menangani 353 kontrak, baik kontrak kerja sama maupun penjualan migas. Setiap tahun, pihaknya mengelola hasil penjualan migas senilai 70 miliar dollar AS. Hasil tersebut terbagi menjadi 50 persen bagian pemerintah, 30 persen bagian kontraktor, dan 20 persen biaya operasi.
Dalam putusannya nomor 36/PUU-X/2012 yang dibacakan Ketua Majelis Hakim MK Mahfud MD, lembaga itu menyatakan pasal-pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.
"Selanjutnya, fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan pemerintah cq kementerian terkait, sampai ada undang-undang baru yang mengatur hal tersebut," kata Mahfud saat membacakan putusan pengujian UU Migas.
MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 Ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Seluruh hal yang berkait dengan badan pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tutur Mahfud.
MK juga menyatakan, Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pengujian UU Migas ini diajukan oleh 30 tokoh dan 12 ormas, di antaranya PP Muhammadiyah yang diwakili Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
Selain itu juga Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Sholahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa.
Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi oleh pihak asing.
Sumber :
ANT
Editor :
Tri Wahono

MK: BP Migas Bertentangan dengan UUD 1945


JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah, c.q. kementerian terkait, sampai diundangkannya undang-undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim mahfud MD saat membacakan putusan uji materi UU Migas di Jakarta, Selasa (13/11/2012).
MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Seluruh hal yang berkaitan dengan Badan Pelaksana dalam penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Mahfud.
MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.
Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan pertimbangan mengatakan, jika keberadaan BP Migas secara serta-merta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan pada saat yang sama juga dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat, pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat karena kehilangan dasar hukum.
"Hal demikian dapat menyebabkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang tidak dikehendaki oleh UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah harus mempertimbangkan perlunya kepastian hukum organ negara yang melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru," kata Hamdan.

Sumber :
ANT
Editor :
Erlangga Djumena

Pemerintah Pastikan Tata Kelola Migas Tak Terganggu


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menegaskan kegiatan minyak dan gas bumi baik eksplorasi maupun produksi tidak akan terganggu pascaputusan Mahkamah Konstitusi yang membubarkan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai rapat koordinasi terbatas di Jakarta, Selasa (13/11/2012), mengatakan pemerintah menghormati dan akan mengikuti putusan MK tersebut.
"Putusan MK bersifat final dan mengikat. Pemerintah akan mengikutinya," katanya.
Menurut dia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan melaksanakan semua fungsi eksplorasi dan produksi yang selama ini dijalankan BP Migas.
"Jadi, tidak ada kevakuman hukum dan semua berjalan seperti biasanya," katanya.
Di sisi lain, Hatta mengatakan pihaknya akan secepatnya mengeluarkan produk hukum baru agar kegiatan migas tetap berjalan di bawah kewenangan Kementerian ESDM.
"Kami akan rapat lagi bersama Menteri ESDM, Menkeu, dan Menkum dan HAM untuk membahas produk hukumnya seperti apa," katanya.
Ia juga meminta semua pihak khususnya para kontraktor kontrak kerja sama, bekerja seperti biasanya. Pemerintah, lanjutnya, akan serius meningkatkan produksi sesuai yang ditargetkan. "Tidak perlu ragu atas produksi," ujarnya.
Sementara itu Menteri ESDM Jero Wacik meminta investor dan karyawan BP Migas tetap bekerja dengan tenang seperti biasa.
"Investor tenang, karyawan juga tenang. Semuanya berjalan seperti biasa. Tidak perlu ada keraguan, produksi tetap berjalan. Tetap legal juga," katanya.
Menurut dia, dirinya siap menjalankan semua fungsi yang selama ini dijalankan BP Migas. "Saya siap terlibat penuh," katanya.
Rakortas tersebut sebenarnya dijadwalkan membahas status Permen ESDM No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral pascapembatalan oleh Mahkamah Agung. Namun, menyusul keluarnya putusan MK, rakortas juga membahasnya.
Selain Hatta dan Jero, hadir dalam rapat Menperin, MS Hidayat, Wamenkeu Mahendra Siregar dan Wamendag Bayu Krisnamurthi.
Dalam putusannya No 36/PUU-X/2012 yang dibacakan Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD di Jakarta, Selasa, lembaga itu menyatakan pasal-pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.
Selanjutnya, fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan pemerintah cq Kementerian terkait, sampai ada undang-undang baru yang mengatur hal tersebut.
Pengujian UU Migas diajukan 30 tokoh dan 12 ormas di antaranya PP Muhammadiyah yang diwakili Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia, Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan (SOJUPEK), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
Selain itu, juga perseorangan seperti Hasyim Muzadi, Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Fahmi Idris, Sholahuddin Wahid, Laode Ida, Hendri Yosodiningrat, dan AM Fatwa. Mereka menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing.
Sumber :
ANT
Editor :
Tri Wahono