Tuesday, January 29, 2013

Jero Wacik: Masa Keemasan Industri Migas Sudah Tiba

Pebrianto Eko Wicaksono - Okezone

Senin, 21 Januari 2013

Menteri ESDM Jero Wacik (Foto: Okezone)

JAKARTA - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menyatakan masa keemasan industri hulu migas akan segera tiba. Hal tersebut ditandai dengan beberapa proyek gas yang ada saat ini.

"Ini jadi harapan yang harus kita buktikan, Indonesia jadi sumber gas dunia," kata Jero, dalam IndoGas 2013, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (21/1/2013).

Menurut Jero, harapan tersebut akan segera terwujud dengan munculnya proyek andalan hulu migas yang sudah terlihat. Namun, gas tidak bisa mengalir ke konsumen begitu saja. Karena hal itulah, tugas besar kepala Satuan Kerja Khusus Pengelola hulu minyak dan gas bumi (SKK Migas) yang baru yaitu Rudi Rubiandini.

"Saat ini sudah di depan mata, bukan mimpi di siang bolong," ungkap Jero.

Jero menambahkan di industri hilir, perkembangan gas harus didorong sehingga akan menyelamatkan bangsa Indonesia ke depan. Penggunaan gas ini harus dilakukan sekarang dan gas harus menjadi sasaran dan banyak persoalan terjadi di forum internasional, seperti perushaan Jepang, Korea, China, dan Taiwan.

"Banyak selama ini kita kirimi gas termasuk ASEAN, Amerika, malah BP Tangguh 100 persen diekspor," tutup Jero.
(gnm)

Pemerintah Janji Berikan Kemudahan Eksplorasi Minyak

Gina Nur Maftuhah - Okezone

Selasa, 22 Januari 2013

JAKARTA – Pemerintah menyebut demi meningkatkan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi baru, pihaknya akan memberikan beberapa kemudahan bagi investor dalam negeri maupun asing.

“Satu-satunya cara untuk menaikkan lifting adalah, eksplorasi, eksplorasi, eksplorasi dan ini sedang saya perjuangkan, tidak mudah mengajak temen-temen yang lain untuk eksplorasi, eksplorasi. Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi harus dilakukan lebih banyak dan itu hanya bisa laksanakan jika diberikan insentif untuk kegiatan eksplorasinya serta dibuat aturan-aturan yang lebih menarik. Itu yang saya perjuangkan,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dikutip dari situs ESDM, Selasa (22/1/2013)


Jero Wacik

Menurut Jero, dari sisi izin akan dipercepat. Sedangkan di sisi insentif keuangan seperti perpajakan pihaknya sudah meminta kepada Menteri Keuangan untuk memberi kemudahan. "Saat ini masih proses," tambahnya

Jumlah cadangan gas, tambah dia, semakin tahun makin banyak tetapi hanya sampai 2016-2018.

"Saya harus mempersiapkan gas untuk 2024, 2034 begitu, jadi eskplorasinya harus diperbanyak karena di Indonesia bagian timur masih banyak kandungan gasnya,” jelasnya.

Mengenai split bagi hasil, Wacik menyebut investor tidak keberatan. Namun, investor keberatan terhadap pajak yang ditanggung sebelum eksplorasi.

"Kalau sudah dapat gas atau minyaknya mereka bagi hasil oke,” pungkasnya.

Sebagai informasi, potensi sumber daya migas Indonesia terakumulasi dalam 60 cekungan sedimen. Dari jumlah tersebut, baru 38 cekungan yang sudah dilakukan kegiatan eksplorasi. Sedangkan 22 cekungan lainnya belum pernah dilakukan kegiatan eksplorasi dan sebagian besar berlokasi di laut dalam. Dari cekungan yang telah dieksplorasi, 16 cekungan sudah memproduksi hidrokarbon, sembilan cekungan belum berproduksi walaupun telah ditemukan kandungan hidrokarbon dan 15 cekungan sisanya belum ditemukan hidrokarbon. (gnm)

Pemerintah Sanksikan Keputusan Statoil

Pebrianto Eko Wicaksono - Okezone

Sabtu, 26 Januari 2013

Ilustrasi (Foto: AP)

JAKARTA - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) akan meneliti lebih lanjut data-data hasil pengeboran yang dilakukan Statoil Indonesia dan Pertamina Hulu Energi di Blok Karama. Pengkajian akan dilakukan dari berbagai aspek dan bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki kemampuan laboratorium dan analisis.

“Kita akan mencoba melakukan kajian lebih lanjut yang terintegrasi termasuk juga mengkaji perusahaan jasa survei yang ada di tempat tersebut,” papar Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Naryanto Wagimin dalam siaran tertulis di Jakarta, Sabtu (26/1/2012).


Naryanto Wagimin

Menurut Naryanto, pemerintah merasa prihatin dengan kegagalan Statoil dan Pertamina Hulu Energi memperoleh cadangan migas di wilayah kerja Blok Karama. Meski dari pengeboran dari tiga sumur yang dilakukan kedua perusahaan tersebut tidak menunjukkan hasil, pemerintah menyebut di daratan wilayah kerja tersebut ditemukan rembesan gas.

"Kalau dibilang enggak ada (migas), ya enggak juga karena ada rembesan gas,” tambah Naryanto.

Menurut Naryanto dari pengkajian yang dilakukan, pihaknya diharapkan dapat memperoleh konsep petroleum sistem baru yang paling tepat untuk mengembangkan migas di kawasan Indonesia Timur dan laut dalam. Pengembalian Blok Karama akan menurunkan minat investor. Namun jika ada KKKS lain yang menemukan cadangan migas maka investasi akan kembali bergairah.

"Contoh kasus adalah ketika Shell mengembangkan Blok Mahakam, namun hasilnya nihil. Sebaliknya, ketika Total dan Inpex kemudian mengembangkannya, ditemukan potensi migas yang besar," jelasnya.

Sebelumnya, PT Statoil Indonesia menyatakan keputusan pengembalian Blok Karama kepada pemerintah merupakan hal yang lazim dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas). General Manager-Government Relations & Public Affairs Statoil Indonesia Mochamad Tommy Hersyaputera mengatakan, pada dasarnya, pengembalian Blok Karama merupakan suatu proses atau tahapan normal dalam kegiatan eksplorasi migas. Pasalnya, eksplorasi migas membutuhkan biaya besar dan teknologi tinggi.


Mochamad Tommy Hersyaputera

"Ini merupakan suatu proses atau tahapan normal dalam kegiatan eksplorasi migas," tutup Tommy.
(gnm)

ExxonMobil Cari Mitra untuk Kelola Blok Mandar dan Cendrawasih


Tuesday, 22 05 2012

BY NURSEFFI DWI WAHYUNI

JAKARTA (IFT) - ExxonMobil Indonesia, perusahaan minyak dan gas asal Amerika Serikat, mencari mitra untuk mengembangkan Blok Mandar dan Blok Cendrawasih yang berada di Indonesia Timur. Asep Sulaeman, Senior Vice President Exploration External Relation ExxonMobil, mengatakan langkah tersebut merupakan bagian dari evaluasi bisnis kegiatan operasi ExxonMobil di Indonesia.


Asep Sulaeman

ExxonMobil telah mengebor tiga sumur eksplorasi di Blok Mandar. Namun, perusahaan asal Amerika Serikat itu tidak menemukan cadangan minyak dan gas bumi dalam jumlah signifikan di blok yang berada di selat Makassar. ExxonMobil memiliki 100% hak partisipasi (participating interest) di proyek laut dalam tersebut. "Kami tawarkan sekitar 50% di Blok Mandar," kata Asep kepada IFT, Senin.

Kondisi serupa juga terjadi di Blok Cendrawasih, sehingga Exxon memutuskan untuk melepas participating interest di blok yang berada di lepas pantai Papua tersebut. "Besarannya masih didiskusikan. Di situ kami miliki 55%, sisanya dikuasai Niko Resources Ltd," tuturnya.

Wilayah Kerja ExxonMobil di Sulawesi Barat



Blok Surumana
Tahun 2006, ExxonMobil menandatangani Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) untuk Blok Surumana yang terletak di Selat Makassar lepas-pantai Sulawesi. Petronas Carigali Sdn. Bhd. telah membeli 20 persen kepemilikan saham di blok ini. Dengan kedalaman air yang berkisar lebih dari 2.300 meter, menjadikan kegiatan eksplorasi pada blok laut-dalam ini penuh tantangan.

ExxonMobil telah berhasil menghimpun data seismik 2 dimensi sepanjang 3.300 kilometer pada tahun 2007 dan mengebor sumur pertama pada blok ini pada tahun 2009.


Blok Mandar

Awal tahun 2007, ExxonMobil menandatangani Kontrak Kerja Sama untuk Blok Mandar yang terletak di Selat Makassar. Petronas Carigali Sdn. Bhd. telah membeli 20 persen kepemilikan saham di blok ini.

Blok Mandar mencakup luasan 4.200 kilometer persegi , dan terletak di cekungan Makassar bagian Selatan, tepatnya di sebelah barat Kabupaten Polewali Mandar dan Majene, dengan kedala man air berkisar lebih dari 2.000 meter.

Pada bulan Februari 2008, ExxonMobil telah berhasil menghimpun data seismik 3 dimensi pada area seluas 1.725 kilometer persegi. ExxonMobil merupakan operator pertama yang menyelesaikan survey seismik 3 dimensi pada wilayah eksplorasi baru yang menjanjikan ini. ExxonMobil juga telah mengebor tiga sumur eksplorasi pada blok ini.

Gagal temukan minyak, Statoil rugi Rp 2,6 triliun di blok Karama

Reporter : Saugy RiyandiRabu, 23 Januari 2013 15:54:32



Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan Statoil Indonesia bersama Pertamina Hulu Energi telah mengembalikan seluruh wilayah kerja (WK) di blok Karama, Selat Makassar, Sulawesi Barat. Alasannya, meski telah berupaya optimal, hasil evaluasi yang telah dilakukan mengindikasikan tidak ditemukannya cadangan hidrokarbon di WK tersebut.

Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas, SKK Migas Hadi Prasetyo mengatakan selama enam tahun, Statoil telah melakukan seluruh komitmen kegiatan eksplorasi dan kewajiban yang disebutkan dalam perjanjian kontrak bagi hasil. "Adapun kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan adalah studi geologi dan geofisika, seismik 3D, dan pengeboran tiga sumur yaitu sumur Gatotkaca, Anoman, dan Antasena," ujar Hadi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/1).


Hadi Prasetyo

Akibat gagal menemukan cadangan hidrokarbon tersebut maka Statoil diperkirakan mengalami kerugian sebesar USD 271 juta (Rp 2,6 triliun) dan tidak dimasukkan ke dalam biaya pergantian investasi migas (cost recovery/CR). "Seluruh kegiatan eksplorasi di WK tersebut diperkirakan telah memakan biaya sebesar USD 271 juta. Karena tidak menemukan cadangan yang ekonomis, seluruh biaya eksplorasi yang telah dikeluarkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor," tegas dia.

EKSPLORASI: Beberapa KKKS Kembalikan Blok Migas

Riendy Astria

Kamis, 24 Januari 2013



JAKARTA- Setelah ExxonMobil, kini giliran Statoil Indonesia yang mengembalikan blok migas di wilayah Selat Makassar kepada Pemerintah.

Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Hadi Prasetyo memperkirakan ada 12 Wilayah Kerja (WK) eksplorasi di Indonesia yang dikembalikan kepada pemerintah. Hal ini disebabkan selama melakukan eksplorasi tidak ditemukan cadangan hidrokarbon.


Hadi Prasetyo

“Kemungkinan ada sekitar 12 WK, tapi saya tidak memegang datanya sekarang, saya sedang di luar kota,” kata Hadi melalui pesan singkatnya kepada Bisnis, Kamis (24/1).

Seperti diketahui, belum lama ini ExxonMobil mengembalikan tiga blok migas eksplorasi kepada pemerintah. Dua diantaranya berada di wilayah selat Makasar, yakni Blok Surumana dan Blok Mandar.

Sekarang, giliran Statoil Indonesia bersama Pertamina Hulu Energi memutuskan untuk mengembalikan seluruh wilayah kerja (WK) di Blok Karama, Selat Makassar, Sulawesi Barat.

Selama enam tahun, Statoil telah melakukan seluruh komitmen kegiatan eksplorasi dan kewajiban yang disebutkan dalam perjanjian kontrak bagi hasil. Adapun kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan adalah studi geologi dan geofisika, seismik 3D, dan pengeboran tiga sumur, yani Sumur Gatotkaca, Sumur Anoman, dan Sumur Antasena).

Seluruh kegiatan eksplorasi di WK tersebut diperkirakan telah memakan biaya sebesar US$ 271 juta. Mengenai biaya, lantaran tidak menemukan cadangan yang ekonomis, seluruh biaya eksplorasi yang telah dikeluarkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor.

General Manager - Government Relations & Public Affairs, Statoil Indonesia Mochamad Tommy Hersyaputera mengatakan ini merupakan suatu proses/tahapan normal dalam kegiatan eksplorasi migas. Eksplorasi migas membutuhkan biaya besar dan teknologi tinggi.


Mochamad Tommy Hersyaputera

Apabila hasil dari eksplorasi menunjukan indikasi adanya cadangan, maka akan dilakukan pengembangan, begitu juga sebaliknya. Namun, setelah pihaknya melakukan eksplorasi selama enam tahun di tiga sumur wilayah kerja Blok Karama, hasilnya tidak menunjukan adanya cadangan hidrokarbon.

“Maka untuk tahap selanjutnya, kami merasa perlu untuk mengembalikan wilayah kerja Karama kepada Pemerintah, setelah menyelesaikan/memenuhi komitmen yang tertera pada kontrak kerja sama,” kata Tommy.

Di Indonesia, Statoil saat ini mempunyai interest di 9 wilayah kerja lainnya. Selain Blok Karama, Statoil juga bertindak sebagai operator di wilayah kerja Halmahera-II. Statoil masih akan terus mengeksplorasi wilayah wilayah di Indonesia, pada khususnya di laut dalam, bagian timur Indonesia

DI Blok Karama, Statoil berlaku sebagai operator dengan memegang hak partisipasi sebesar 51 %. Sisanya 49 % oleh Pertamina Hulu Energi.

Di Indonesia, Statoil belum berproduksi lantaran seluruh area masih dalam tahapan eksplorasi. Produksi Statoil per harinya hampir mencapai sekitar 2 juta barrel oil equivalent per harinya yang sebagian besar dihasilkan dari lapangan Statoil di Norwegia.

Statoil merupakan badan usaha milik negara (BUMN) pemerintah Norwegia, yang bergerak di bidang energi. Didirikan tahun 1972, dengan sekitar 20,000 pegawai, Statoil beroperasi disekitar 36 negara di seluruh dunia. Pemerintah Norwegia memiliki sekitar 67 % saham di Statoil.(faa)

BLOK KARAMA: Statoil Kembalikan Pengelolaan Ke Pemerintah

Newswires

Kamis, 24 Januari 2013




JAKARTA--Perusahaan migas asal Norwegia, Statoil Indonesia bersama PT Pertamina Hulu Energi memutuskan untuk mengembalikan pengelolaan Blok Karama, Selat Makassar, Sulawesi Barat kepada pemerintah.

Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas SKK Migas, Hadi Prasetyo di Jakarta, Rabu (23/1) mengatakan Statoil telah mengeluarkan biaya kegiatan eksplorasi di WK tersebut sekitar US$271 juta.


Hadi Prasetyo

"Karena tidak menemukan cadangan yang ekonomis, seluruh biaya eksplorasi yang telah dikeluarkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Statoil," paparnya.

Menurutnya, selama enam tahun, Statoil telah melakukan seluruh komitmen kegiatan eksplorasi dan kewajiban yang disebutkan dalam perjanjian kontrak bagi hasil.

Adapun kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan adalah studi geologi dan geofisika, seismik tiga dimensi, dan pengeboran tiga sumur yakni Gatotkaca, Anoman, dan Antasena.

"Namun, meski telah berupaya optimal, hasil evaluasi yang telah dilakukan mengindikasikan tidak ditemukannya cadangan hidrokarbon, sehingga akhirnya mereka mengembalikan WK tersebut ke pemerintah" tutur Hadi.

Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengungkapkan, sebanyak 10 kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi merugi hingga Rp16 triliun (1,65 miliar dolar AS) selama periode 2009-2012.

Susilo Siswoutomo

Kerugian tersebut dikarenakan sumur eksplorasi yang dibor tidak menemukan hasil. (Antara/if)

Statoil Kembalikan Blok Karama

JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Hulu Migas (SKK Migas) menyatakan bahwa PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Statoil Indonesia telah memutuskan untuk mengembalikan seluruh wilayah kerja (WK) Blok Karama, Selat Makassar, Sulawesi Barat.

Alasannya, tidak terdapat potensi cadangan hidrokarbon di WK tersebut. Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mengatakan, selama enam tahun, Statoil telah melakukan seluruh komitmen kegiatan eksplorasi dan kewajiban yang disebutkan dalam perjanjian kontrak bagi hasil.


Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini

Adapun kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan adalah studi geologi dan geofisika, seismik 3D, dan pengeboran tiga sumur (Gatotkaca, Anoman, dan Antasena). “Seluruh kegiatan eksplorasi di WK tersebut diperkirakan telah memakan biaya sebesar USD271 juta.

Tapi karena tidak menemukan cadangan yang ekonomis, seluruh biaya eksplorasi yang telah dikeluarkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor,” ungkap Rudi dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOkemarin. (nanang wijayanto)

Investor Norwegia Kembalikan Blok Migas ke Pemerintah RI

Rabu, 23 Januari 2013,

S Soemarsono/Republika


Ladang migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perusahaan migas asal Norwegia, Statoil Indonesia, bersama PT Pertamina Hulu Energi memutuskan untuk mengembalikan pengelolaan Blok Karama di Selat Makassar, Sulawesi Barat kepada pemerintah.

Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas SKK Migas, Hadi Prasetyo di Jakarta, Rabu (23/1) mengatakan, Statoil telah mengeluarkan biaya kegiatan eksplorasi di WK tersebut sekitar 271 juta dolar AS. "Karena tidak menemukan cadangan yang ekonomis, seluruh biaya eksplorasi yang telah dikeluarkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Statoil," katanya.


Hadi Prasetyo

Menurut Hadi, selama enam tahun, Statoil telah melakukan seluruh komitmen kegiatan eksplorasi dan kewajiban yang disebutkan dalam perjanjian kontrak bagi hasil. Adapun kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan adalah studi geologi dan geofisika, seismik tiga dimensi, dan pengeboran tiga sumur yakni Gatotkaca, Anoman, dan Antasena.

"Namun, meski telah berupaya optimal, hasil evaluasi yang telah dilakukan mengindikasikan tidak ditemukannya cadangan hidrokarbon, sehingga akhirnya mereka mengembalikan WK tersebut ke pemerintah," papar Hadi.

Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengungkapkan, sebanyak 10 kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi merugi hingga Rp 16 triliun (1,65 miliar dolar AS) selama periode 2009-2012. Kerugian tersebut dikarenakan 22 sumur eksplorasi yang dibor di perairan laut dalam tidak menemukan hasil.


Susilo Siswoutomo

Kontraktor yang terbesar mengalami kerugian adalah ConocoPhillips senilai 310,7 juta dolar AS untuk tiga sumur di tiga blok. Lalu, ExxonMobil merugi 302,3 juta dolar di empat sumur di dua blok, Hess di dua sumur di satu blok dengan total kerugian 222,7 juta dolar, Murphy di satu sumur satu blok 214,6 juta dolar, dan Marathon di empat sumur di satu blok senilai 208,7 juta dolar.

Selanjutnya, Statoil di tiga sumur di satu blok senilai 174,1 juta dolar, Tately di dua sumur di satu blok senilai 51,5 juta dolar, Talisman di satu sumur satu blok 84 juta dolar, CNOOC di satu sumur satu blok 50 juta dolar, dan Japex di satu sumur satu blok 31,5 juta dolar. N

Redaktur: Nidia Zuraya
Reporter: Antara

Minim Gas, Statoil-Pertamina Kembalikan Blok Karama

Kamis, 24 Januari 2013, 14:49 WIB




Ladang migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan asal Norwegia Statoil dan anak usaha PT Pertamina (Persero) Pertamina Hulu Energi memutuskan mengembalikan seluruh wilayah kerja di Blok Karama Selat Makassar, Sulawesi Barat. Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) itu tak menemukan cadangan migas sama sekali di wilayah tersebut.

Menurut Manager Umum Hubungan Pemerintah dan Humas Statoil Indonesia, Mochamad Tommy Hersyaputera pengeboran di tiga sumur yakni Gatotkaca, Anoman dan Antasena tak membuahkan hasil.

Mochamad Tommy Hersyaputera

"Maka tahap selanjutnya kami mengembalikan wilayah kerja ini ke pemerintah setelah menyelesaikan komitmen yang tertera pada kontrak kerja sama," tegasnya kepada Republika, Kamis (24/1).

Namun ia menuturkan kinerja Statoil sendiri tak terpengaruh karena persoalan ini. Pasalnya, Statoil merupakan operator sumur ekplorasi khususnya di wilayah laut dalam bagian Timur Indonesia dan belum berproduksi.

Lagipula, ujar dia, pihaknya masih bertindak sebagai operator di wilayah kerja Halmahera II Maluku. Tapi diakuinya Statoil dan rekan memang kehilangan dana 271 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,611 triliun karena kegagalan eksplorasi ini.

Hal senada juga dikatakan Direktur Utama PHE Salis Aprilian. "Di sana kami tak menemukan minyak maupun gas yang ekonomis untuk diproduksi," katanya.


Salis Aprilian

Sama halnya dengan Statoil, ia pun menegaskan imbas ke PHE tak begitu signifikan. Hanya cadangan baru anak usaha Pertamina itu, sebanyak 10 miliar kaki kubik gas (BSCF), kemungkinan sedikit terganggu.

Sebenarnya Statoil dan PHE mulai mengeksplorasi Blok Karama sejak 2006. Statoil bertindak sebagai operator dengan kepemilikan saham sebesar 51 persen sedangkan PHE sebanyak 49 persen.

Khusus Statoil, perusahaan ini mampu memproduksi minyak sebanyak 2 juta barel per hari (BOPD). Rata-rata minyak di produksi di lapangan Statoil di Norwegia. Sedangkan PHE baru mampu memproduksi minyak hingga 60 ribu BOPD, dari target 2012 sebesar 63 ribu BOPD.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Hadi Prasetyo menuturkan tak ada penggantian 'cost recovery' dari pemerintah untuk blok tersebut.


 Hadi Prasetyo

"Karena tidak ditemukan cadangan sama sekali, biaya operasi menjadi tanggung jawab operator sepenuhnya," ujarnya.

Berdasarkan data SKK Migas, beberapa pengeboran sumur eksplorasi di Selat Makassar memang tak mendatangkan hasil. Setidaknya terdapat kurang lebih 12 KKKS eksplorasi yang mengembalikan wilayah kerja di area tersebut.

Sebelumnya, KKKS lain seperti Exxon, Marathon dan Tately juga mengalami kegagalan melakukan eksplorasi di Selat Makassar. Exxon gagal di tiga sumur yakni Kris, Kris 1 dan Sultan 1.

Marathon gagal mendapatkan cadangan migas di sumur Bravo, Romeo dan Romeo b-1. Sedangkan Tately gagal mendapat gas di KD1 dan LG1.

Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: Sefti Oktarianisa

Sunday, January 27, 2013

Statoil Kembalikan Blok Karama Ke Pemerintah


23 Januari 2013 Jakarta – Statoil Indonesia bersama Pertamina Hulu Energi memutuskan untuk mengembalikan seluruh wilayah kerja (WK) di blok Karama, Selat Makassar, Sulawesi Barat. Alasannya, meski telah berupaya optimal, hasil evaluasi yang telah dilakukan mengindikasikan tidak ditemukannya cadangan hidrokarbon di WK tersebut.

Menurut Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas, SKK Migas, Hadi Prasetyo, selama enam tahun, Statoil telah melakukan seluruh komitmen kegiatan eksplorasi dan kewajiban yang disebutkan dalam perjanjian kontrak bagi hasil. Adapun kegiatan Eksplorasi yang telah dilakukan adalah studi geologi dan geofisika, seismik 3D, dan pengeboran tiga sumur (sumur Gatot Kaca, Anoman, dan Antasena). Seluruh kegiatan eksplorasi di WK tersebut diperkirakan telah memakan biaya sebesar US$ 271 juta.

Hadi Prasetyo

“Seluruh biaya yang telah dikeluarkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor, karena tidak menemukan cadangan yang ekonomis,” kata Hadi.

Statoil, perusahaan asal Norwegia memiliki participating interest sebesar 51 persen. Sisanya, dimiliki Pertamina Hulu Energi, anak perusahaan Pertamina (Persero).

Monday, January 14, 2013

Pearl Oil Targetkan Lapangan Ruby Berproduksi 100 MMSCFD September 2013

September 10, 2012



JAKARTA - Pearl Oil (Sebuku) Ltd menargetkan produksi gas sebesar 100 juta kaki kubik per hari (mmsfd) dari Lapangan Ruby di Blok Sebuku, Selat Makassar bisaonstream pada September 2013.

Pearl Oil segera melaksanakan penggelaran pipa sepanjang 300 kilometer dari fasilitas produksi Lapangan Ruby ke Lapangan Senipah yang dikelola Total E&P Indonesie di Kalimantan Timur.

“Penggelaran pipa rencananya dimulai 20 September mendatang,” ujar Ngatijan, Kepala Perwakilan BP Migas wilayah Kalimantan-Sulawesi.


 Ngatijan