Jakarta, EnergiToday--Oktober 2013 Lapangan Ruby, Blok Sebuku diperkirakan akan mulai berproduksi. Kepala Divisi Manajemen Proyek dan Pemeliharaan Fasilitas, SKK Migas, Rudianto Rimbono mengatakan saat ini proses pengembangan proyek sudah melebihi 83%.
"Salah satu milestone yang telah dicapai adalah terlaksana loadout Wellhead Platform (WHP) Jacket yang dilakukan di yard kontraktor di Batam ke barge PT Saipem Indonesia pada pertengahan Maret lalu," kata Rudianto, di Jakarta, Senin (15/4/2013).
Blok Sebuku yang digarap operator Pearl Oil Ltd ini dilakukan lebih cepat dari yang direncanakan. Dan saat ini tengah dilakukan loadout Process and Quarters Platform (PQP) Jacket. Untuk selanjutnya dilakukan instalasi di lapangan Ruby.
Rudianto menjelaskan, lapangan Ruby dirancang untuk memproduksikan gas sekitar 214 miliar kaki kubik (BCF) selama 10 tahun. Dengan laju produksi tertinggi hingga 100 MMSCFD yang akan berlangsung selama empat tahun.
Produksi tersebut, lanjut Rudianto, berasal dari enam sumur pengembangan dari formasi Berai. Adapun, konsep pengembangan lapangan berupa pembangunan sistem proses terintegrasi yang terdiri dari enam slot WHP yang terhubung dengan jembatan ke PQP yang terletak di laut dengan kedalaman 60 meter.
Sedangkan untuk gas dan kondensat yang sudah diproses untuk memenuhi spesifikasi penjualan, dikirim melalui pipa diameter 14 inci sepanjang 312 kilometer (km) ke Terminal Senipah, Kutai Kartenegara, Kalimantan Timur (Kaltim), yang dioperasikan Total E&P Indonesie.
Rudianto menegaskan gas tersebut kemudian disalurkan ke PT. Pupuk Kaltim melalui jalur pipa sIstem gas Kaltim. Seluruh gas lapangan Ruby diperuntukkan untuk kebutuhan domestik, yakni pabrik pupuk untuk mendukung ketahanan pangan.
Di sisi lain, blok Sebuku masih menyimpan persoalan batas wilayah. Persoalan Blok Sebuku ini semakin meruncing setelah publik mengetahui bahwa di wilayah itu ternyata menyimpan potensi gas yang dapat dikelola hingga 10 tahun.
Meski demikian pihak SKK Migas menegaskan penemuan gas Blok Sebuku aman-aman saja walaupun saat ini dua pemerintah provinsi yakni Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat saling klaim sebagai pemilik wilayah pulau tidak berpenghuni itu. Kepemilikan pulau itu saat ini "status quo" setelah Pemprov Kalimantan Selatan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemerintah akan bersikap adil untuk menentukan bagi hasil atas pengelolaan gas tersebut. Sengketa batas wilayah dan pengaturan bagi hasil menjadi ranah pemerintah. SKK Migas tetap mengacu pada aturan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pusat. (alf)
"Salah satu milestone yang telah dicapai adalah terlaksana loadout Wellhead Platform (WHP) Jacket yang dilakukan di yard kontraktor di Batam ke barge PT Saipem Indonesia pada pertengahan Maret lalu," kata Rudianto, di Jakarta, Senin (15/4/2013).
Blok Sebuku yang digarap operator Pearl Oil Ltd ini dilakukan lebih cepat dari yang direncanakan. Dan saat ini tengah dilakukan loadout Process and Quarters Platform (PQP) Jacket. Untuk selanjutnya dilakukan instalasi di lapangan Ruby.
Rudianto menjelaskan, lapangan Ruby dirancang untuk memproduksikan gas sekitar 214 miliar kaki kubik (BCF) selama 10 tahun. Dengan laju produksi tertinggi hingga 100 MMSCFD yang akan berlangsung selama empat tahun.
Produksi tersebut, lanjut Rudianto, berasal dari enam sumur pengembangan dari formasi Berai. Adapun, konsep pengembangan lapangan berupa pembangunan sistem proses terintegrasi yang terdiri dari enam slot WHP yang terhubung dengan jembatan ke PQP yang terletak di laut dengan kedalaman 60 meter.
Sedangkan untuk gas dan kondensat yang sudah diproses untuk memenuhi spesifikasi penjualan, dikirim melalui pipa diameter 14 inci sepanjang 312 kilometer (km) ke Terminal Senipah, Kutai Kartenegara, Kalimantan Timur (Kaltim), yang dioperasikan Total E&P Indonesie.
Rudianto menegaskan gas tersebut kemudian disalurkan ke PT. Pupuk Kaltim melalui jalur pipa sIstem gas Kaltim. Seluruh gas lapangan Ruby diperuntukkan untuk kebutuhan domestik, yakni pabrik pupuk untuk mendukung ketahanan pangan.
Di sisi lain, blok Sebuku masih menyimpan persoalan batas wilayah. Persoalan Blok Sebuku ini semakin meruncing setelah publik mengetahui bahwa di wilayah itu ternyata menyimpan potensi gas yang dapat dikelola hingga 10 tahun.
Meski demikian pihak SKK Migas menegaskan penemuan gas Blok Sebuku aman-aman saja walaupun saat ini dua pemerintah provinsi yakni Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat saling klaim sebagai pemilik wilayah pulau tidak berpenghuni itu. Kepemilikan pulau itu saat ini "status quo" setelah Pemprov Kalimantan Selatan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemerintah akan bersikap adil untuk menentukan bagi hasil atas pengelolaan gas tersebut. Sengketa batas wilayah dan pengaturan bagi hasil menjadi ranah pemerintah. SKK Migas tetap mengacu pada aturan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pusat. (alf)
No comments:
Post a Comment