Wednesday, January 15, 2014

Ditjen SKK Migas akan Kaji Khusus

*Bagi Hasil Migas Blok Sebuku
JAKARTA — Pulau Lereklerekang yang berada di antara perairan Majene Sulbar dan Kalimantan Selatan, hingga kini belum mendapat kepastian hukum letak wilayah dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kondisi itu menjadikan pulau itu masih berada pada posisi ambigu, antara milik Sulbar ataukah Kalsel.
Lantas, bagaimana bagi hasil pengelolaan gas di blok sebuku yang saat ini dikelolah oleh Pearl Oil? Sebab, meski masih dalam sengketa kewenangan aktivitas perusahaan itu tak juga dihentikan. Lantas bagaimana pula dengan bagi hasil pengelolaan gas diperairan sengketa tersebut?
Direktorat Jenderal (Ditjen) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk wilayah Kalimatan Sulawesi Eko Suryanto ketika ditanya mengenai itu mengatakan, sepanjang belum ada keputusan dari Kemendagri maka bagi hasil usaha itu akan tetap mengacu pada komitmen sebelumnya.
“Saya belum paham benar soal itu, saya masih baru menjabat. Tapi kalau MoU-nya mengatakan kedua daerah mendapatkan bagi hasil, maka akan tetap seperti itu. Setelah ada keputusan Kemendagri, baru akan kembali dibincang soal kebijakan bagi hasil. Saya akan kaji khusus soal itu,” ujar Eko, ketika dikonfirmasi di kantor SKK Migas, Gedung Wisma Mulia, Jakarta, Senin 28 Oktober.
Diketahui bahwa pada 2 Mei 2012 lalu Mahkamah Agung (MA) mencabut Permendagri Nomor 43 Tahun 2011 tentang Penegasan Pulau Lereklerekang sebagai wilayah administrasi Pemkab Majene Sulbar. Sejak saat itu, Pulau Lereklerekang tak lagi dimiliki Sulbar maupun Kalsel.
Dengan keputusan MA tersebut, daerah itu Kalsel menerima 15 persen untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun dari eksplorasi migas yang dilakukan Pear Oil. Persentasenya juga sama seperti yang akan diterima Sulbar. Sisanya untuk pemerintah pusat.
Bahkan ditengarai gugatan penghapusan Permendagri itu hanya untuk mendapatkan bagi hasil atas eksplorasi migas di Blok Sebuku. Karena itu merupakan satu-satunya cara, yakni membatalkan Permendagri tanpa mempermasalahkan kepemilikan Pulau Lereklerekan.
Gas blok sebuku tersebut didesain untuk memproduksikan gas sekira 214 miliar kaki kubik (BCF) selama 10 tahun. Laju produksi tertinggi hingga 100 million metric standard cubic feet per day (MMSCFD) akan berlangsung selama empat tahun. Produksi berasal dari enam sumur pengembangan dari Formasi Berai.
Gas dan kondensat yang sudah diproses untuk memenuhi spesifikasi penjualan, dikirim melalui pipa diameter 14 inci sepanjang 312 km ke Terminal Senipah, Kutai Kartenegara, Kalimantan Timur (Kaltim) yang dioperasikan Total E&P Indonesie. (jsm/ham)

No comments:

Post a Comment