Wednesday, October 31, 2012

Gugatan Sulbar Bakal Kandas



Banjarmasin, KP – Rencana Pemprov Sulawesi Barat (Sulbar) melayangkan gugatan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan Mahkamah Agung (MA), yang membatalkan Permendagri Nomor 43 tahun 2011 tentang status Pulau Lerek-lerekang (Pulau Larilarian) dinilai bakal kandas.

Walaupun, Sulbar yang menyewa kuasa hukum sekaliber Yusril Ihza Mahendra, karena putusan MA yang sudah keluar telah mengembalikan Pulau Larilarian ke wilayah Kalsel tidak akan berubah.

”Karena MA tidak mengeluarkan keputusan sembarangan,” kata Ketua Komisi I DPRD Kalsel, HA Bisung kepada wartawan, Senin (9/7), di Banjarmasin.

Apalagi, keputusan tersebut diambil melalui analisa dan pandangan hukum yang kuat. ”MA pasti memiliki dasar kuat dalam memutuskan kepemilikan Pulau Larilarian,” tambah politisi Partai Demokrat.

Menurut Bisung, putusan MA yang membatalkan Permendagri No.43 tahun 2011 sangat tepat, karena didasarkan fakta, bukti dan dokumen milik Kalsel.

”Sesuai dokumen sejarah, atau fakta historis, sejak zaman Belanda pulau Larilarian masuk wilayah Kalsel. Dan tidak dikenal istilah Pulau Lereklerekan,” tegas Bisung.

Bahkan, gugatan PK akan kandas, dan Sulbar mengalami kekalahan. ”MA pasti menghargai sejarah. Kalau mereka tidak menghargai sejarah. Lebih baik merdeka saja Kalimantan ini,” tegas politisi senior ini.

Bisung juga mendesak Pemprov Kalsel makin serius mendapatkan status pulau tersebut masuk dalam wilayah Kalsel.

”Tidak cukup sampai ini saja, namun kepemilikan pulau harus ditetapkan kembali agar tidak menimbulkan konflik,” kata Bisung.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPRD Kalsel, HM Iqbal Yudiannoor, yang tidak gentar dengan perlawanan Sulbar yang menyewa Yusril Ihza Mahendra.

”Silakan sewa pengacara top sekaliber Yusril, kita tidak gentar dan tetap fight,” tegas politisi Partai Demokrat.

Karena, putusan MA itu sangat sulit dibatalkan, dan berubah saat PK nanti, mengingat bukti Kalsel cukup kuat.

”Kita memiliki bukti yang cukup, baik dokumen, historis maupun kondisi geografis, yang menyatakan pulau tersebut masuk kepulauan Kalimantan,” kata Iqbal.

Apalagi dunia manapun, termasuk peta mencantumkan pulau tersebut dengan nama Pulau Larilarian, bukan Lereklerekan. (lyn)






http://sijaka.wordpress.com/2012/07/11/gugatan-sulbar-bakal-kandas/

Pemprov Kecewa Atas Putusan MA

Sabtu, 26 Mei 2012



JAKARTA, FAJAR -- Pemprov Sulbar mengungkapkan kekecewaaanya terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Permendagri 43 Tahun 2011 tentang pengakuan Pulau Lere-Lerekang sebagai wilayah administrasi Kabupaten Majene, Sulbar. Atas putusan MA tertanggal 2 Mei itu, Pemprov Sulbar melalui Kabiro Pemerintahan, Khaeruddin Anas mengatakan seluruh masyarakat Sulbar di lima kabupaten, kecewa dan marah besar terkait keputusan MA tersebut.

"Ada keganjilan dalam putusan MA tersebut lantaran membatalkan Permendagri 43 tahun 2011 soal penetapan wilayah administrasi Sulbar. Padalah dalam keputusan Permendagri itu tidak ada keputusan labih tinggi yang dilanggar," kata Khaeruddin Anas, Jumat, 25 Mei. Olehnya, Pemprov Sulbar mengatakan sudah membentuk tim advokasi untuk meminta pembatalan putusan MA tersebut. Dia juga sudah menyampaikan protes keras dan pernyataan sikap masyarakat dan Pemprov Sulbar langsung ke MA pada Kamis, 24 Mei lalu.

Salah satu butir pernyataan sikap yang diserahkan pada Hakim MA, Prof Paulus Efendi Lotulung yang menangani perkara tersebut adalah menyatakan Pemrov Sulbar bersama Pemkab Majene akan melakukan langkah hukum untuk membatalkan putusan tersebut. Butir selanjutnya adalah "putusan ini mencederai rasa keadilan di tengah masyarakat Sulbar khususnya dalam penegakan hukum. Oleh karena itu kita minta dibatalkan sebab ada indikasi putusan tersebut cacat karena adanya unsur-unsur lain yang bermain dalamnya."

Sejumlah pengacara seperti Rudy Alfonso dan Prof Alimuddin Ilmar juga disipkan untuk upaya pembatalan putusan MA yang dianggap keliru tersebut. Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua DPRD Sulbar, Aifin Nurdin yang ikut dalam proses klarifikasi putusan MA di Jakarta itu mengatakan bahwa putusan tersebut telah melangkahi kewenangan Mendagri yang telah menetapkan Lere-Lerekang sebagai bagian Afdeling Mandar atau Wilayah Sulbar.

"Bukan kewenangan MA menetapkan batas wilayah. Maka dari itu, Mendagri harus melakukan gugatan sengketa kewenangan. Kami seluruh masyarakat Sulbar akan terus berada dibelakang Mendagri untuk memberi support," pungkas Arifin Nurdin. (nur/ars)

Migas Melimpah Munculkan Ego Sektoral dalam Perebutan Pulau Lari-larian



JAKARTA - Siapa nyana, pulau kosong yang hanya seluas stadion utama GBK Senayan di Selat Makassar membuat hubungan Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar) memanas. Sebab meski pulau ini kosong tidak berpenghuni, namun menyimpan migas yang sangat melimpah.

"Otonomi daerah yang semangatnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat malah memunculkan ego sektoral masing-masing daerah. Masing-masing daerah mengkapling-kapling atas wilayah yang berbatasan dan memperebutkannya. Kalau wilayah itu miskin, buat apa diperebutkan," kata pengamat politik LIPI, Siti Zuhro, saat berbincang, Jumat (25/5/2012).

Berdasar website Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, potensi sumber energi di pulau tersebut merupakan gas kering (dry gas). Dengan kandungan terdiri atas 97- 98 metana, 0,5-0,75 mol persen CO2 dan 0,2-0,32 persen nitrogen. Sedangkan gas yang terkandung di pulau itu tidak mengandung logam berat.

"Harusnya kan dua daerah tersebut duduk bersama dan saling mendiskusikan apa kekurangan dan apa kelemahan masing-masing dan bekerjasama. Namun paradigmanya berubah yaitu bagaimana menguras habis kekayaan alam bagi penguasa-penguasa daerah," ujar Siti.

Pulau seluas lebih kurang 4 hektare itu hanya ditumbuhi tanaman perdu. Pasir putih mengelilingi pulau yang berada di tengah-tengah laut tersebut.

"Perebutan ini berbanding terbalik dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sejak pertama kali dicanangkan otonomi daerah tahun 2001 sudah ada 200-an pemekaran wilayah. Namun 170-an di antaranya masih menjadi daerah tertinggal," ujar Siti.

Menurut Siti, perebutan wilayah bukan hal baru. Di daerah tempat dia lahir yaitu Blitar, malah yang terjadi perebutan Gunung Kelud yaitu antara pemerintah Kabupaten Blitar dengan Pemerintah Kabupaten Kediri. Hal serupa juga terjadi di Pegunungan Dieng yang kaya akan gas alam, menjadi perebutan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. "Yang terjadi adalah masyarakat yang dirugikan. Masak gunung aja diperebutkan," ujar Siti.

Seperti diketahui, perebutan Pulau Lari-larian ini terdaftar di MA dengan nomor 1 P/HUM/2012. Perkara ini diputus oleh MA dengan majelis hakim Paulus E Lotulung, Achmad Sukardja dan Supandi. Permohonan yang diajukan pada 3 Januari 2012 itu diputus oleh MA pada 2 Mei 2012 lalu.

"Mengabulkan permohonan Rudy Arifin," tulis panitera MA seperti dilansir website MA, Kamis (24/5/2012).

Atas putusan MA ini, Gubernur Sulbar akan melawan. "Saya tidak akan membiarkan sejengkal pun wilayah Sulbar diambil oleh siapa pun. Ini harga mati," kata Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh, Kamis (24/5/2012). Citydirectory.co.id (Nda/Dtc)

Kemdagri Belum Patuhi Putusan MA

Rabu, 01 Agustus 2012


Reydonnyzar Moenoek



JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) belum dapat memberikan keterangan resmi mengenai polemik perebutan Pulau Lereklerekang atau Pulau Larilarian. Padahal, Mahkamah Agung (MA) sudah menjatuhkan putusan terkait sengketa kepemilikan pulau tersebut.

Selama ini, Pulau Lereklerekang disengketakan antara Pemprov Sulawesi Barat (Sulbar) dan Pemprov Kalimantan Selatan (Kalsel). Sementara dalam putusan terakhitnya, MA membatalkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2011 terkait status kepemilikan Pulau Lereklerekang. Atas putusan ini, praktis, Pulau Lereklerekang yang sebelumnya "diserahkan" ke Sulbar, beralih kepemilikan ke Pemprov Kalsel.

Saat dihubungi Selasa, 31 Juli, Kepala Pusat Penerangan Kemdagri, Reydonnyzar Moenoek, juga tidak bisa memberi banyak keterangan. Dia juga tidak memberi pendapat terkait pernyataan Direktur Jenderal Pemerintahan Umum Kemdagri, I Made Suwandi, saat berada di Kalsel beberapa waktu lalu.

Saat berada di Kalsel, Suwandi mengungkap bahwa Kemdagri hanya meneruskan putusan MA yang telah membatalkan Permendagri Nomor 43 tahun 2011 tentang penegasan Pulau Lereklerekang sebagai wilayah administrasi Pemkab Majene, Sulbar.

"Intinya kita mematuhi penetapan atau putusan MA, dan akan kita proses sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Suwandi.

Sementara pakar hukum nasional, Rudy Alfonso, berpendapat, MA hanya berkewenangan membatalkan peraturan pemerintah yang bertentangan dengan undang-undang, bukan menetapkan batas wilayah antarprovinsi. Rudy menegaskan bahwa pembatalan Permendagri tentang Pulau Lereklerekang, tidak serta merta membuat pulau itu lepas dari Sulbar.
Rudy Alfonso

Hal senada juga disampaikan Yusril Ihza Mahendra. Dia menjelaskan bahwa putusan MA tidak otomatis menetapkan Pulau Lereklerekang ke dalam wilayah Kalsel yang memenangkan gugatan atas Permendagri Nomor 43 Tahun 2011. "Kalau dicabut, keadaannya sekarang seperti semula (sebelum ada Permendagri, red)," kata Yusril.

 Yusril Ihza Mahendra
 (fmc-chaerul marfan/yun)

Tuesday, October 30, 2012

Gubernur Sulbar Optimistis Iklim Investasi Kian Membaik


Jumat, 26 Oktober 2012 20:57 WITA | Sulbar


Mamuju (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Barat, H Anwar Adnan Saleh, merasa optimistis pertumbuhan iklim invetasi didaerahnya kian membaik dalam rangka memacu percepatan pembangunan di provinsi itu.

"Usia provinsi Sulbar ini masih sangat belia namun ada hal yang harus disyukuri karena kita memiliki sejuta peluang investasi yang saat ini tengah dilirik para investor asing," katanya di Mamuju, Jumat.

Menurutnya, potensi Sumber Daya Alam (SDA) di daerah ini cukup mendukung masuknya invetasi di daerah baik sektor tambang migas, mineral dan logam maupun sektor hasil-hasil pertanian maupun perkebunan yang tersebar luas di lima kabupaten.

"Saat ini minat invetasi dari tahun ke tahun terus bergerak naik dan bahkan di tahun ini diprediksi akan meningkat tajam dibanding kondisi tahun sebelumnya. Saat ini sudah ada beberapa perusahaan asing yang hendak berinvestasi dengan total dana tidak kurang dari Rp18 triliun," ungkapnya.

Pihaknya belum bisa memberikan gambaran secara umum terkait perusahaan yang telah berencana melakukan investasi besar-besaran di Sulbar. Tapi yang jelas, beberapa negara Asia seperti China sudah menyatakan akan menanamkan modalnya di daerah ini.

Ia menyebutkan, hingga medio Agustus 2012 perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) di Sulbar telah mencapai Rp5,1 triliun.Perkembangan investasi di Sulbar tahun ini jelas akan meningkat dibanding 2011 yang hanya mencapai Rp6,5 triliun.

Membaiknya iklim investasi baik PMDN maupun PMA ini dipicu akibat pembangunan infrastruktur jalan nasional yang semakin membaik. Bukan hanya itu, termasuk optimalnya aktiivitas penerbangan di bandara Tampapadang Mamuju, memicu para pemodal semakin bergairah untuk melakukan investasi di provinsi terbungsu ini.

Karena itu jika rencana proyek pembangunan dermaga pelabuhan Belang-Belang tuntas maka provinsi yang dulunya tertinggal akan mampu sejajar dengan provinsi lainnya.

"Dukungan infrastruktur yang memadai tentu akan meningkatkan gairah para investor untuk menanamkan modal di Sulbar. Apalagi, daerah ini didukung sejuta potensi kekayaan yang luar biasa, baik dari sisi sektor pertambangan migas maupun tambang mineral lainnya," ucap Anwar. (T.KR-ACO/S004)


COPYRIGHT © 2012

BUMD Sulit Masuki Investasi Migas

RADAR SULBAR 02/10/2012

MAMUJU — Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sulbar ternyata tidak
mengurusi invetasi di sektor minyak dan gas (migas), termasuk
pengelolaan Blok Sebuku di sekitar Pulau Lereklerekang yang menjadi
sengketa antara Sulbar dan Kalimantan Selatan (Kalsel).
Menurut Ketua BUMD Sulbar Harry Warganegara, BUMD dibentuk hanya untuk
mengurusi investasi dan pengelolaan sektor infrastruktur dalam skala
besar. Dan untuk pemanfaatannya juga dalam jangka panjang. Sehingga
hasilnya belum bisa terlihat langsung.

Terus terang saja, kata Harry, pihaknya kesulitan masuk dan bersaing
dalam investasi migas. Meski sudah dicoba, tetap saja tidak bisa
bersaing dengan perusahaan besar asal luar negeri. Karena, mereka jauh
memiliki kemampuan dan keahlian dalam sektor migas.
Padahal, sambung dia, pihaknya sempat mencoba memasuki sektor itu.
Persiapan pun dilakukan dengan membangun shorebase migas di Pelabuhan
Belang-belang. Harapannya, perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi
pada sembilan blok di perairan Sulbar dapat memakai jasa BUMD Sulbar.
Tapi ternyata perusahaan internasional tersebut lebih senang
menggunakan jasa perusahaan yang ada di Kalimantan, walapun jaraknya
dua tiga kali lebih jauh ketika menggunakan shorebase yang ada di
Belang-belang.
Kenapa mereka lebih senang pake shorebase di Kalimantan? Karena di
sana fasilitas lebih banyak. Arus penerbangan dan pelabuhan lebih
tinggi mobilitasnya. Tapi itu menjadi pelajaran, Sulbar harus bisa
membangun fasilitas-fasilitas penting seperti yang dimiliki provinsi
lain.
“Saya sudah lobi BP Migas dan meminta bantuannya, tapi memang
perusahaan migas itu punya keputusan sendiri,” paparnya.
Karakteristik perusahaan migas itu sangat hati-hati. Lebih dalam lagi,
mereka tidak akan menggunakan tenaga enginering dari perusahaan yang
sudah sangat berpengalaman pada bidang migas. “Padahal kami sudah
menyiapkan semua yang mereka butuhkan. Segala perijinan yang berkaitan
dengan migas juga sudah kami siapkan. Tapi pilihan mereka sudah
seperti itu,” sebut Harry.
Hal paling mendasar yang tidak bisa dilakukan BUMD pada sektor migas
adalah saismic survei. Sebab yang dapat melakukan itu juga sangat
terbatas. Hanya beberapa negara saja yang bisa, termasuk Amerika
Serika dan Rusia. (ham)

Tuesday, October 16, 2012

Gubernur Sulawesi Barat menerima penghargaan ENERGI PRABAWA dari Menteri ESDM





Menteri ESDM Serahkan Penghargaan Energi 2012


Senin, 15 Oktober 2012

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menyerahkan Penghargaan Energi tahun 2012 pada di Grand Ballroom Hotel The Dharmawangsa, Jumat (12/10) malam.

Acara Pemberian Penghargaan Energi 2012 merupakan rangkaian acara Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke-67 yang dihadiri oleh 250 undangan baik dari lingkungan Kementerian ESDM, beberapa kementerian terkait, kepala daerah, kepala dinas ESDM, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan di sektor ESDM di Indonesia serta organisasi profesi.

Penghargaan Energi 2012 merupakan suatu bentuk apresiasi yang diberikan oleh Pemerintah untuk menghargai jasa perorangan, kelompok masyarakat, perusahaan dan pemerintah daerah yang berjasa luar biasa dalam melaksanakan kegiatan usaha pengembangan, penyediaan, dan pemanfaatan energi dengan prinsip konservasi dan atau diversifikasi serta hemat energi yang menghasilkan produk nyata secara fisik sebagai hasil inovasi dan pengembangan teknologi baru.

Tujuan pemberian Penghargaan Energi 2012 adalah mendorong peran aktif masyarakat pemangku kepentingan untuk melakukan diversifikasi, konservasi dan budaya hemat energi serta menciptakan inovasi pengembangan sektor ESDM sekaligus menjadi pemicu semakin memasyarakatnya budaya hemat energi dan penggunaan energi baru terbarukan.

Dasar hukum pelaksanaan Penghargaan Energi adalah Peraturan Menteri Nomor 04 Tahun 2011 tentang Penghargaan Energi. Jasa dan peran aktif para pemangku kepentingan dalam melakukan diversifikasi, konservasi dan hemat energi maupun penciptaan inovasi serta teknologi yang berkesinambungan, dikategorikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
Penghargaan Energi Prakarsa diberikan kepada unsur masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok;
Penghargaan Energi Pratama diberikan kepada Perusahaan baik Nasional / Daerah atau Asing;
Penghargaan Energi Prabawa diberikan kepada Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Rangkaian kegiatan ini cukup panjang, yaitu dimulai dari kegiatan sosialisasi melalui penyebaran informasi dan penjaringan calon hingga penganugerahan penghargaan energi. Jumlah keseluruhan calon penerima Penghargaan Energi tahun 2012 sebanyak 83 Calon dengan rincian 53 Calon Prakarsa, 20 Calon Pratama, dan 10 Calon Prabawa. Calon tersebut tersebar di 24 wilayah provinsi dan 55 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Dari 83 Calon terdapat 26 calon yang telah ikut serta dalam Penghargaan Energi tahun 2011.

Tahap selanjutnya adalah kompilasi, identifikasi, evaluasi dan penilaian serta verifikasi terhadap semua calon yang masuk. Proses penilaian usulan calon dilakukan oleh dewan juri yang berjumlah 9 orang yang berasal dari asosiasi sektor ESDM, perguruan tinggi, praktisi, tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.

Hasil akhir penilaian dewan juri telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebanyak 15 penerima penghargaan, yaitu kategori Prakarsa Perorangan sebanyak 3 (tiga), dan Kelompok Masyarakat sebanyak 2 (dua), Kategori Pratama Perusahaan Nasional sebanyak 3 (tiga) dan Perusahaan Daerah 3 sebanyak 3 (tiga), dan Kategori Prabawa sebanyak 2 (dua) Pemerintah Provinsi dan 2 (dua) Pemerintah Kabupaten.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut yang ditetapkan pada tanggal 27 September 2012 berturut-turut Nomor 2841 K/74/MEM/2012, Nomor 2844 K/74/MEM/2012, dan Nomor 2845 K/74/MEM/2012 menetapkan Penerima Penghargaan Energi tahun 2012 berikut :
Penerima Penghargaan Energi Prakarsa:

Perorangan:
H. M Dori Suhardi
Noverius Henutesa Nggili, S.PT
Sucipto

Kelompok Masyarakat:

1. Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan

2. Perusahaan Listrik Nagari Silayang (PLNS)


Penerima Penghargaan Energi Pratama:

Perusahaan Nasional:
PT Perkebunan Nusantara IV (Persero)
PT Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang
Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd

Perusahaan Daerah:

1. CV. Cihanjuang Inti teknik (Cintek)

2. CV. Qaryah Thayyibah

3. PT. Swen Inovasi Transfer (SIT)


Penerima Pengharaan Energi Prabawa:

1. Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat

2. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

3. Pemerintah Kabupaten Bantul

4. Pemerintah Kabupaten Gayo Lues

Diharapkan Penghargaan Energi yang telah diselenggarakan untuk kali kedua ini dapat mendorong peran aktif masyarakat Indonesia, sehingga menyadari akan pentingnya kemandirian energi dalam rangka membangun ketahanan energi nasional melalui konservasi energi dan diversifikasi energi khususnya dalam pengelolaan energi yang berkelanjutan.

Sunday, October 7, 2012

Pemprov Panggil State Oil Bahas Kompensasi Nelayan

Jumat, 09 Maret 2012 16:30 WITA | Sulbar


Mamuju (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat segera memanggil perusahaan minyak dan gas PT State Oil yang melakukan pengeboran sumur minyak di Blok Karama Kabupaten Mamuju guna memperjelas konpensasi bagi nelayan.

"Kami telah menindaklanjuti tuntutan komunitas nelayan di Mamuju. Pihak perusahaan migas yang melakukan tahap eksplorasi pertama di perairan Mamuju telah berjanji akan menghadiri agenda pertemuan dengan komunitas nelayan," kata Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumberdaya Mineral Pemprov Sulbar Ir Agus Salim Tamaudjoe di Mamuju, Jumat.

Menurut dia, keberadaan State Oil melakukan pengeboran migas pada Blok Karama tidak ilegal karena mereka resmi mengantongi izin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hanya saja, kata dia, persoalan yang muncul ketika State Oil melakukan pengeboran migas tahap pertama masih butuh sosialisasi kepada komunitas nelayan yang merasakan dampak dilaksanakannya tahap eksplorasi di perairan Mamuju.

"Kita telah agendakan untuk melaksanakan sosialisasi sebelum eksplorasi tahap kedua pada April 2012. Sebenarnya sosialisasi sudah pernah dilakukan sebelum eksplorasi tahap pertama namun rupanya masih ada komunitas nelayan yang belum memahaminya," kata dia.

Kegiatan sosialisasi tahap kedua, kata dia, akan melibatkan State Oil, Dinas Kelautan dan Perikanan, LSM dan media massa serta komunitas nelayan.

Sebelumnya, Ketua kelompok nelayan Mamuju Hj Novianti saat mengadukan masalah ini ke DPRD Sulbar, Kamis (8/3) menuding State Oil melakukan pencemaran laut sehingga memicu hasil tangkap nelayan berkurang.

"Perairan Sulbar yang berada di Selat Makassar ini semakin tercemari akibat dilakukannya tahap eksplorasi pengeboran sumur minyak. Kondisi ini menyebabkan komunitas nelayan semakin rugi sehingga PT State Oil harus mempertanggungjawabkan dengan memberikan konpensasi sesuai dengan kerugian nelayan," katanya.

Menurutnya, pengeboran migas yang dilakukan State Oil lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya.

"Saat ini rumpon nelayan tidak lagi disinggahi ikan karena lautnya tercemar. Pencemaran ini kemungkinan karena dampak pengeboran migas atau tumpahan minyak dari empat kapal asing yang sementara mencari minyak di Mamuju," ujarnya.

Hal senada dikatakan Nasruddin, seorang aktivis mahasiswa yang turut mendampingi nelayan mengatakan, pengeboran migas oleh State Oil telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian masyarakat pesisir.

"Saat ini nelayan kita tidak mendapatkan hasil tangkap karena laut semakin tercemar," ucapnya.

Sebab, lanjutnya, perusahaan asing yang melakukan pengeboran sumur minyak tahap pertama dilakukan tepat di tengah kelompok rumpon milik nelayan dan bahkan banyak yang telah diputus.

Akibatnya, tangkapan ikan yang beredar di pasar tradisional sangat langka dan harganya mahal.

"Sudah empat bulan lamanya masyarakat harus merogoh kocek besar untuk membeli ikan segar. Ini sangat memperburuk ekonomi masyarakat kecil yang hidupnya pas-pasan," ungkap dia. (T.KR-ACO/S023)
COPYRIGHT © 2012

DKP Sulbar Minta Data Lengkap Nelayan Mamuju

Jumat, 09 Maret 2012 16:35 WITA | Sulbar

Mamuju (ANTARA News) - Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat meminta data lengkap komunitas nelayan yang terkena dampak kegiatan eksplorasi minyak dan gas State Oil di Blok Karama Mamuju.

"Kami minta agar para ketua kelompok nelayan di Mamuju melakukan pendataan ulang nama-nama nelayan yang terkena imbas pelaksanaan pengeboran sumur minyak di lautan lepas perairan Mamuju," kata Kepala Seksi Produksi Perikanan dan Pulau Pesisir DKP Sulbar, Ahyar di Mamuju, Jumat.

Menurut dia, data lengkap nelayan yang terkena dampak pemutusan rumpong oleh State Oil harus rampung sebelum pelaksanaan sosialisasi tahap kedua yang diagendakan pada April 2012.

"Data ini akan menjadi acuan untuk diusulkan kepada State Oil untuk mendapatkan konpensasi atau ganti rugi terhadap nelayan yang terkena imbas pelaksanaan eksplorasi," kata dia.

Ahyar menjelaskan, perusahaan dipastikan akan memberikan konpensasi yang layak namun harus didukung dengan data yang akurat.

Setelah mendengar keluhan nelayan, kata dia, ternyata masih banyak komunitas nelayan Mamuju yang belum memahami seperti apa konpensasi yang diberikan oleh perusahaan.

"Saat sosialisasi dilakukan ternyata hanya melibatkan perwakilan pemilik rumpong. Ganti rugi yang diberikan ternyata hanya menguntungkan pemilik rumpong dan masyarakat nelayan selaku ABK tidak mendapatkan porsi konpensasi yang layak," katanya.

Karena itu, kata dia, State Oil harus memberikan konpensasi yang layak agar ekonomi masyarakat pesisir tidak terpuruk.

Sebelumnya, M Yamin, ketua kelompok nelayan menyampaikan aduannya terkait hadirnya empat kapal asing milik PT State Oil karena menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat nelayan.

"Hasil tangkap nelayan di Mamuju berkurang sejak empat bulan terakhir pasca dilakukannya pemutusan rompong oleh perusahaan yang melakukan kegiatan pengeboran sumur minyak tahap pertama oleh State Oil di perairan Mamuju," ungkapnya.

Ia mengatakan, sekitar 200 kepala keluarga masyarakat pesisir Mamuju tidak dapat berbuat banyak untuk menafkahi keluarga mereka karena kurangnya pendapatan.

"Kami selaku komunitas nelayan meminta perhatian pemerintah terkait dilakukannya pemutusan rumpong oleh perusahaan migas," katanya.

Yamin berharap, kompensasi yang diberikan oleh perusahaan dilakukan selama ini hanya pemilik rumpong yang mendapatkan biaya ganti rugi.

Hal senada dikatakan, Hajrul Malik, anggota DPRD Mamuju yang ikut mendampingi komunitas nelayan meminta agar pemprov Sulbar mencarikan solusi terbaik agar persoalan yang dihadapi nelayan ini bisa tertangani.

"Paling tidak, perusahaan migas ini kembali kita hadirkan untuk membicarakan konpensasi pelaksanaan pengeboran migas," ungkapnya. (T.KR-ACO/S023)
COPYRIGHT © 2012