Sunday, June 23, 2013

Muspida Majene Keliling Pulau Lere-lerekang dan Tinjau Kilang



MAJENE – Pelayaran pemerintah Kabupaten Majene yang dipimpin langsung Bupati Majene, Kalma Katta bersama Ketua DPRD dan beberapa anggota DPRD Majene serta DPRD Provinsi Sulawesi Barat ke Pulau Lere-lerekang membuahkan hasil.

Pelayaran yang berangkat dari pelabuhan Majene pada Senin malam (3/6) dan tiba di perairan Pulau Lere-lerekang pada Selasa pagi (4/6) memberi informasi terbaru dalam proses perjuangan mempertahankan Pulau Lere-lerekang beserta sumberdaya yang berada di sekitarnya.

“Hasil dari pelayaran ini cukup penting. Kita mendapat informasi terbaru mengenai apa yang terjadi di perairan Pulau Lere-lerekang. Bukan hanya itu, hal itu tidak hanya didengar atau dibaca, tapi disaksikan sendiri. Malah kita sampai naik di atas kapal yang mengerjakan pembangunan kilang,” tutur Bupati Majene Kalman Katta dengan antusias di atas kapal Castoro Otto, yang sedang membangun kilang di sebelah timur Pulau Lere-lerekang.

Sebelum meninjau pembangunan kilang, rombongan Muspida Majene berada di Pulau Lere-lerekang selama beberapa jam. Tujuan utama adalah melihat langsung situasi pulau tersebut oleh Bupati Majene, Ketua dan Anggota DPRD Majene, dan Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat yang diwakili Muhammad Darwis. Selain berjalan mengelilingi pulau yang luasnya sekitar enam hektar tersebut, mereka juga meninjau langsung papan nama dan rumah singgah yang pernah dibangun oleh Pemkab Majene di ekspedisi pelayaran sebelumnya.

“Sangat kami sesalkan, apa yang kami bangun dirusak, baik itu papan nama maupun rumah singgah. Beruntung papan nama masih tersisa atap dan tiang-tiangnya, dan masih ada satu yang utuh di sisi pulau yang lain, tapi rumah singgah yang diperuntukan untuk nelayan rata dengan tanah,” komentar dengan nada geram anggota DPRD Majene, Rusbi Hamid.

Sekedar diketahui, akhir tahun 2011 lalu, pihak Pemerintah Majene membangun dua papan nama di Pulau Lere-lerekang. Beberapa bulan kemudian, rumah singgah ikut dibangun dan diadakan penanaman kelapa di pulau tersebut. Ada kemungkinan papan nama dirusak dan rumah dirobohkan oleh pihak yang bersengketa dengan Kabupaten Majene, dalam hal ini Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimanta Selatan. Dugaan tersebut muncul sebab tak jauh dari lokasi pembangunan rumah singgah oleh Kabupaten Majene, ada papan nama dan tempat istirahat yang keduanya dibuat secara permanen. Di papan nama tertulis “Selamat Datang di P. Lari-lariang Kab. Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.”

Bukan hanya bangunan dan papan nama yang dirusak, tanda pengukuran yang dibuat pemerintah pusat pun ikut dirusak. Padahal jelas di patok tersebut tertulis (dalam logam) “Survei Pengukuran Batas Daerah Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Milik Negara Dilarang Merubah dan Mengganggu Tanda Ini”.

Di patok yang terbuat dari semen tersebut, penanda atau teks yang mengatakan bahwa titik ini adalah batas terluar Provinsi Sulawesi Barat dilepas. “Perusakan ini adalah penghinaan terhadap lembaga negara,” tutur salah seorang anggota TNI yang ikut serta ke Pulau Lere-lerekang.

Setelah dari Pulau Lere-lerekang, dalam perjalanan pulang, KM Napoleon, kapal kayu milik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Majene singgah di kapal “tugboat” Vier Navigator. Saat berada di kapal tersebut, pihak kapal melakukan komunikasi dengan kapal utama dalam pembangunan kilang. Rombongan diperkenankan untuk datang langsung menyaksikan kilang dari dekat.

Sebab aktivitas pembangunan kilang adalah kegiatan berbahaya, akses ke sana dibatasi. KM Napoleon hanya diijinkan berada sekitar 500 meter dari kapal atau titik kilang. Untuk menuju kapal utama, tim Majene dijemput dengan kapal “tugboat” yang lebih besar, yaitu BNI Castor.

“Hanya beberapa orang yang bisa naik, orang-orang berkompeten saja,” demikian permintaan kapten kapal BNI Castor. Itulah sebab, dari 40an orang yang berada di KM Napoleon, beberapa orang saja yang akan menuju kapal utama. Diantaranya Bupati Majene, Kapolres Majene, anggota DPRD Kabupaten Majene dan DPRD Provinsi Sulawesi Barat, kepala SKPD yang berkaitan langsung dengan pertambangan, dan jurnalis.

Kapal BNI Castor kemudian mengantar rombongan inti menuju kapal yang berukuran cukup besar. Dari kapal “tugboat”, untuk naik ke kapal utama yang bernama Castoro Otto digunakan semacam gantungan yang hanya bisa dinaiki empat orang. Silih berganti anggota rombongan dinaikkan ke atas kapal utama.

Di atas kapal, Bupati Majene dan rombongan mendapat penjelasan akan proses yang sedang berlangsung saat ini. Yakni proses pembuatan kilang. Adapun pipa gas sudah selesai dibuat, yaitu dari titik kilang ke arah Bontan (Kalimantan Timur) sejauh 300 km lebih.

Yang menarik dari kunjungan tersebut, dengan menggunakan GPS yang dibawa langsung Radar Sulbar, diketahui koordinat dan jarak antara titik pengeboran dengan Pulau Lere-lerekang. Jaraknya berkisar 15-16 mil laut (sekitar 25 km). Jarak tersebut menjadi penting sebab kilang berada di sebelah timur, mengarah ke Majene. “Sebab jaraknya di atas 12 mil laut (merupakan batas administrasi provinsi), maka meskipun Pulau Lere-lerekang dimiliki pihak lain, tapi kilangnya belum tentu,” tutur Bupati Majene dengan antusias.

No comments:

Post a Comment