Sunday, June 23, 2013

Pulau Lere-lerekang Dikategorikan Pulau Nasional

Pulau Lere-lerekang Dikategorikan Pulau Nasional
JAKARTA — Menangnya gugatan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) atas
Permendagri Nomor 43 Tahun 2011 di Mahkamah Agung (MA) tidak serta
merta menjadikan Pulau Lere-lerekang sebagai milik provinsi tersebut.
Ketika status Pulau Lere-lerekang dikonfirmasi ke Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan
dan Perikanan, diketahui jika Pulau Lere-lereang tak berpenghuni yang
luas wilayahnya enam hektar tersebut dikategorikan sebagai “Pulau
Nasional”.
“Awalnya Pulau Lere-lerekang atau Lari-lariang kami masukkan ke dalam
wilayah Sulawesi Barat, sebab ada keputusan hukum terkait statusnya,
untuk sementara kami keluarkan dari daftar,” demikian jawaban salah
satu staf di Direktorat Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil di Jakarta ketika Radar Sulbar menanyakan atas
ketidakadaan Pulau Lere-lerekang sesaat setelah Radar Sulbar menerima
daftar Pulau di Sulbar pada 14 Juni.
Yang dimaksud Pulau Nasional adalah segala kebijakan atas pulau
tersebut langsung ditangani oleh pusat, dalam hal ini Dirjen KP3K.
Namun status tersebut akan dicabut jika sudah ada status hukum tetap
(kepemilikan) atas Pulau Lere-lerekang.
Berdasar daftar pulau di Sulbar, diketahui provinsi ini memiliki 41
pulau (belum termasuk Pulau Lere-lerekang). Sebagian besar diantaranya
berada di Kabupaten Mamuju (termasuk Mamuju Tengah) yakni 32 pulau,
Kabupaten Polewali Mandar (Polman) delapan pulau, dan Kabupaten Majene
1 pulau saja, yaitu Pulau Taimanuq. Akan menjadi dua bila Pulau
Lere-lerekang tetap milik Kabupaten Majene.
Separuh dari pulau-pulau tersebut dikategorikan tidak perpenghuni,
yakni 26 pulau. Setidaknya ada tiga faktor mengapa pulau tidak dihuni,
yaitu pulaunya sangat kecil, tak ada sumber air tawar permanen dan
pulau terisolasi (terlalu jauh dari pulau utama atau pusat keramaian).
Misalnya Pulau Pasir Putih (Gusung Toraja), Pulau Dea-dea dan lainnya,
pulaunya memang cukup dekat dari daratan tapi karena terlalu kecil dan
tidak ada sumber airnya, membuatnya tidak dihuni. Demikian juga Pulau
Lumu-lumu, Pulau Lere-lerekang, dari segi luas dan kondisi lingkungan
bisa dihuni, tapi karena terlalu jauh dan sumber air tawar permanen
tidak ada, pulau tersebut tidak ada penduduknya.
Pulau kecil, terisolasi tidak serta merta menjadikannya tak mempunyai
peran. Kasus Pulau Lere-lerekang adalah contohnya. Walau tak
berpenghuni, luas beberapa kali lapangan bola, tak ada air tawar tapi
menjadi penting dalam aspek geopolitik dan ekonomi.
“Pulau-pulau kecil harus kita perhatikan, berapa pun kecilnya, meski
tak berpenghuni. Itulah salah satu alasan mengapa kami mengeluarkan
kebijakan adopsi pulau-pulau kecil oleh perguruan tinggi dan lembaga
lain,” tutur Sudirman Saad, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil kepada Radar Sulbar di Jakarta beberapa waktu lalu.
“Salah satu kegiatan adopsi pulau kecil kami tempatkan di Sulawesi
Barat, yaitu Pulau Battoa. Ke depan, pulau-pulau kecil lain harus
diperhatikan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sebab memiliki
puluhan pulau-pulau kecil,” pungkasnya. (mra/ham)

No comments:

Post a Comment