Monday, February 11, 2013

17 Kontrak Migas Dikembalikan


INVESTOR DAILY ::     02 Februari 2013

Dilelang Ulang

Widhyawan mengatakan, kontrak-tor-kontraktor tersebut minimal telah melakukan eksplorasi 6-10 tahun, sebelum memutuskan untuk mengembalikan hak pengelolaan lapangan. Namun, SKK Migas enggan merinci siapa saja KKKS yang akan diterminasi kontraknya ini.

Menurut Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, keputusan terminasi kontrak belum dikeluarkan, sehingga masih ada kemungkinan KKKS melanjutkan kegiatan operasi migas. Selain itu, bisa saja KKKS yang dipaksa dipu-tuskontraknya menjanjikan perbaikan kinerja, sehingga batal diterminasi.

"Karena ini belum pasti, kami belum bisa menyebutkan nama-namanya. Kami khawatir nanti ternyata masih dilanjutkan setelah beberapa pertimbangan," papar dia.

Apalagi, lanjut Widhyawan, keputusan terminasi kontrak sebenarnya merupakan kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bila kontrak diputus, wilayah kerja yang dikembalikan akan dilelang ulang.

Pasalnya, bisa saja cadangan migas tidak ditemukan karena pengeboran tidak di titik yang tepat. Sedangkan cadangan yang dianggap tidak ekonomis oleh satu perusahaan, bisa dinilai masuk keekonomian oleh perusahaan lain," tuturnya.

Keberhasilan eksplorasi juga ditentukan oleh strategi interpretasi data dan pengetesan masing-masing perusahaan. "Jadi ketika dilelang ulang, ada kemungkinan perusahaan lain tertarik. Apalagi, data dari pemerintah sudah ditambah dengan data kontraktor pascapengembalian wilayah kerja," kata dia.

Wilayah kerja yang sudah pasti dikembalikan ke pemerintah adalah Blok Karama di Sulawesi Barat milik Statoil Indonesia. Berdasarkan hasil evaluasi, blok ini dipastikan tidak memiliki cadangan hidrokarbon. Seluruh biaya eksplorasi di blok itu diperkirakan mencapai US$ 271 juta dan tidak akan diganti oleh negara.

ExxonMobil juga telah menyampaikan keinginan untuk mengembalikan tiga blok miliknya kepada pemerintah. Rinciannya, Blok Surumana di Selat Sulawesi, Blok Mandar di Laut Sulawesi, dan Blok Gunting di Jawa Timur. Ketiga blok ini dianggap sulit dikembangkan dan tidak ekonomis. Khusus Blok Gunting, kegiatan operasi sulit dilanjutkan karena ditentang masyarakat.

'Tapi ini statusnya belum putus kontrak. Mereka memang sudah mengajukan pengembalian, tetapi karena belum ada keputusan, mereka belum bisa bilang putus kontrak," ujar Widhyawan.

Wilayah kerja lain yang juga ingin dikembalikan adalah Blok Semai-2 milik Hess.

Pemberhentian Presdir

Sementara itu, Rudi Rubiandini mengatakan, Presiden Direktur (Presdir) Exxon Mobil Indonesia (EMOI) Richard J Owen memang tidak diizinkan untuk diperpanjang jabatannya. Pekan depan ada satu lagi presdir perusahaan migas yang bakal dihentikan jabatannya.


Rudi Rubiandini

Menurut dia, hal tersebut merupakan sesuatu yang biasa dalam industri migas. Hal ini seperti dialami presdir perusahaan migas dari Jepang dan Exxon tahun lalu.

Dia mengatakan, SKK Migas sudah memberikan rekomendasi kepada menteri ESDM mengenai presdir perusahaan migas yang akan diberhentikan. Dengan demikian, Kementerian ESDM tinggal menentukan putusan akhir.

Namun, Rudi tidak bersedia menyebutkan nama presdir maupun perusahaannya. Dia menjelaskan, ada beberapa alasan kenapa keputusan tersebut diambil, terutama karena kinerja yang kurang, yang terlihat dari nilai produksi di wilayah kerja yang digarap.

Tak Capai Target

Widhyawan menjelaskan, oleh karena seluruh wilayah kerja yang dikembalikan ini masih dalam tahap eksplorasi, pemutusan kontrak nantinya tidak berpengaruh pada upaya pencapaian target produksi minyak yang bisa dijual (lifting) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013, sebesar 900.000 barel per hari (bph). Namun, Rudi Rubiandini memaparkan sebelumnya, pemerintah berencana menurunkan target lifting minyak menjadi 830.000-850.000 bph.

Dengan demikian, menurut perkiraan SKK Migas, penerimaan negara dari migas pada 2013 bisa di bawah target yang ditetapkan dalam APBN sebesar US$ 31,7 miliar. Penerimaan ini diperkirakan US$ 27,9 miliar-39,5 miliar, dengan asumsi harga minyak US$ 105 per barel dan-harga gas US$ 9,35 per million british thermal units (MMbtu).

"Dalam APBN Perubahan 2013 nanti kemungkinan diajukan perubahan target lifting minyak menjadi 830.000-850.000 bph. Sementara itu, target lifting gas menjadi 6.939 million standard cubic feet per day (MMSCFD) atau 1,24 juta barel setara minyak per hari," katanya.

Pada APBN 2013, target lifting minyak mencapai 900.000 bph, dengan harga minyak mentah, Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) US$1 (K) per barel. Sedangkan lifting gas, bumi ditargetkan 1,36 juta barel setara minyak per hari. Dengan demikian, total lifting minyak dan gas bumi sebesar 2,26 juta bph.

'Tingkat produksi minyak saat ini sudah sangat optimal, sehingga tidak dapat terus dipaksa memenuhi target lifting minyak sebesar 900.000 bph, seperti ditentukan dalam APBN 2013. Untuk 2012 saja, produksi minyak hanya mencapai 826.000 bph," papar dia.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menegaskan, pihaknya tetap menginginkan target lifting minyak sebesar 900.000 bph Target ini tetap harus dipertahankan, untuk "membedah" kendala sesungguhnya yang ada di sektor migas, yang mengakibatkan tidak tercapainya target lifting itu.


Satya W Yudha

"Meski sulit dicapai, kami minta pemerintah tidak mengajukan perubahan target lifting minyak," tandas dia.

Sedangkan Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo mengaku telah mengetahui rencana SKK Migas menurunkan target lifting minyak. Na mun, pemerintah belum menyepakati permintaan SKK Migas itu.


Agus DW Martowardojo

"Saya belum bisa sampaikan implikasinya ke postur anggaran. Kami hasilkan, kalau pun harus turun, tidak lebih rendah dari 830.000 bph," kata Agus.

Agus menjelaskan, target lifting minyak sebesar 900.000 bph merupakan salah satu asumsi makro dalam APBN 2013. Untuk mengubahnya harus lewat mekanisme APBN Perubahan 2013.

Sedangkan Pit Kepala Badan Ke bijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menuturkan sebelumnya, rencana SKK Migas menurunkan target lifting migas berisiko meningkatkan importasi minyak. Hal ini akan mengganggu neraca perdagangan dan neraca berjalan.


Bambang PS Brodjonegoro

"Kebutuhan impor minyak akan naik dan ini bisa mengganggu neraca berjalan," ujarnya, (jn/en)

No comments:

Post a Comment