Sengketa lahan melibatkan Sulawei Barat dan Kalimantan Selatan.
SENGKETA lahan kerja dikhawatirkan mengganggu proses pembangunan proyek pengembangan gas Lapangan Ruby di Blok Sebuku. Lapangan gas bumi ini (migas) dioperasikan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Pearl Oil.
Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Gde Pradnyana mengatakan sejauh ini konstruksi anjungan (platform) di Lapangan Ruby tetap berjalan. Jika sengketa wilayah terus dibiarkan kemungkinan jadwal produksi pada Oktober 2013 bakal mundur. "Proyek itu sedang jalan tetapi memang dikhawatirkan terganggu pengerjaan anjungan yang sedang dipasang sekarang," kata Gde ditemui di Jakarta, Senin (17/6).
Perkara wilayah kerja migas itu lantaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dan Kalimantan Selatan (Kalsel) memperebutkan sumur di Lapangan Ruby. Lokasinya berjarak 18 mil dari Pulau Lari-larian yang diklaim kedua provinsi. SKK Migas khawatir sengketa wilayah justru menghambat kelanjutan pekerjaan di Ruby.
Pejabat dari kedua provinsi mengunjungi proyek Ruby bergantian dalam selang waktu sepekan. Bahkan, akibat bertemu dengan Pemprov Sulbar di Surabaya, Jawa Timur, SKK Migas disomasi Pemprov Kalsel. Padahal pertemuan SKK Migas dan Pemprov Sulbar dimaksudkan sebagai penyeimbang pasca bertemu dengan Pemprov Kalsel.
"Pada intinya kami berharap supaya pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri segera memberikan keputusan status dari wilayah tersebut, yakni tapal batasnya. MA mencabut keputusan dari Mendagri bahwa Pulau Lari-larian masuk wilayah Kalsel. Jadi sekarang tidak jelas," ujar Gde kepada wartawan.
Sebelumnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43/2011 diputuskan bahwa area Pulau Lari-larian jadi bagian administratif Provinsi Sulbar. Tapi keputusan Mahkamah Agung (MA) membuat aturan itu batal bahkan ditetapkan sebaliknya yakni masuk ke Kalsel.
Produksi gas perdana dari Lapangan Ruby sebanyak 100 juta kaki kubik per hari (mmscfd) bisa dimulai pada Oktober 2013. Rencananya, gas bumi itu akan dipasok ke Pabrik Pupuk Kaltim Unit 5 seharga US$6 per mmbtu. Artinya, kalau target produksi terhambat maka KKKS Blok Sebuku harus siap menanggung terlebih dulu penyaluran ke pabrik pupuk itu.
Gde menjelaskan alasan masing-masing pemprov memperebutkan sumur di Lapangan Ruby lantaran mengincar dana bagi hasil untuk daerah. "Kalau sumur ada di satu daerah maka daerah dapat dana bagi hasil. Nah sumurnya sendiri berjarak 18 mil dari Pulau Lari-larian. Ini sebenarnya tidak perlu dipertentangkan karena pusat akan turun ke daerah juga dan yang dapat juga daerah, Kalsel dan Sulbar," ujarnya.
Selain Pearl Oil, Blok Sebuku juga melibatkan dua kontraktor migas lain yakni Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation. Pearl Oil adalah KKKS milik Mubadala Petroleum asal Uni Emirat Arab. Mubadala juga mengoperatori Blok West Sebuku bersama Inpex.
Dini Hariyanti
http://www.jurnas.com/halaman/20/2013-06-18/251867
No comments:
Post a Comment