Sunday, August 18, 2013
SKK Migas Harap Kemendagri Segera Selesaikan Status Tapal Batas Perairan Pemda Kalsel dan Sulbar
Senin, 17 Juni 2013
JAKARTA, PedomanNEWS - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berharap Kementerian Dalam Negeri segera menyelesaikan tapal batas wilayah perairan di selat antara wilayah Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat.
Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana mengemukakan, wilayah tapal batas perairan di selat antara Kalsel dan Sulbar merupakan wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh PearlOil. Saat ini, lapangan tersebut lokasinya 12 mil dari pulau Lari-Larian versi Kalimantan Selatan atau pulai Lerek-Lerekan versi Sulawesi Barat.
"Pada intinya, kami berharap supaya pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri supaya dapat segera memberikan keputusan tentang status tapal batas wilayah tersebut," ujar Gde saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (17/6).
Ia mengkuatirkan, anjungan (platform) yang saat ini dipasang oleh PearlOil terganggu oleh klaim kedua Pemda tersebut dengan mengerahkan massa. "Pasalnya, masa-masa belakangan ini silih berganti pemda dari kedua selat tersebut, dari Sulawesi Barat, Bupati Majeni dan rombongan berkunjung ke atas kapal Kastoro yang digunakan untuk anjungannya. Kemudian minggu lalu, kita terima somasi dari Gubernur Kalimantan Selatan. Karena kami mengadakan pertemuan dengan Pemda Sulbar di Surabaya. Padahal pertemuan itu kita laksanakan sebagai penyeimbang terhadap pertemuan sebelumnya yang kita lakukan di Kalimantan Selatan," paparnya.
Ia menegaskan, SKK Migas sebagai lembaga pengawas kegiatan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak berpihak ke salah satu pemda. "Sebenarnya kita terserah pemerintah pusat terkait permasalahan tersebut. Tapi karena Pemda Sulbar protes, maka kami ajak mereka bertemu di Surbaya. Namun, pertemuan di Surabaya juga diprotes oleh Pemda Kalsel," tuturnya.
Sebelumnya, kata Gde, perijinan kegiatan tersebut dilakukan dengan pihak Pemda Kalimantan Selatan. Karena Sulawesi Barat provinsi pada waktu itu belum ada.
"Jadi izin-izinya semua dari pemerintah pusat. Kemudian karena pipanya masuk ke Senipah, ke ngurusnya ke Kaltim. Kalau di laut terbuka, kita mintanya di pemerintah pusat," terangnya. "Jadi, yang diperebutkan adalah sumur itu. Karena ada ketentuan, kalau sumur itu ada di suatu wilayah suatu daerah, maka daerahnya berhak mendapatkan dana bagi hasil dari kegiatan migas. Dan sumur itu sendiri, itu berada kira-kira 18 mil dari pulau tersebut," jelasnya.
Sementara, terkait dana bagi hasil migas, lanjut Gde, pemerintah pusat mempunyai mekanisme sendiri terkait pengaturan dana bagi hasil kegiatan migas. "Menurut saya, hal ini tidak perlu dipertentangkan karena bagaimanapun juga, itu kan turunnya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kalses dapat, dan Sulbar juga dapat," katanya.
Untuk diketahui, Lapangan Ruby di Blok Sebuku dengan operator Pearl Oil (Sebuku) Ltd., direncanakan mulai memproduksi gas bumi pada Oktober 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment