Thursday, February 23, 2012
Berlayar ke Pulau Lerelerekang (03): Kondisi Lingkungan
Setelah mengamankan alat-alat, observasi pertama mulai saya lakukan, yaitu mengukur keliling pulau. Amat gampang, bawa saja GPS sambil berjalan. Agar mudah analasis datanya, setiap 50 langkah saya membuat ‘mark’ (tanda) di dalam GPS.
Saya mulau berjalan ke arah utara, dimulai sekitar pukul 07.18. Agar akurat luasnya, saya berjalan pas di pinggir, pertemuan laut dengan pasir. Tapi untuk betul akurat tidak bisa sebab kemungkinan air masih akan surut. Nanti tinggal lihat kondisi surut, kira-kira berapa lebarnya. Jadi dalam analisis data tinggal diperkirakan berapa penambahan luas.
Berjalan ke utara, memutar ke timur lalu ke selatan (di selatan ada sisa pondasi lampu suar, yang tadi dikira kapal), kembali ke barat. Akhirnya saya tiba kembali ke titik awal, sekitar pukul 07.30. Biasanya, kalau berjalan 15 menit di jalur datar, itu sama dengan 1 km.
Dari hasil keliling pulau, dapat diketahui bentuk pulau bila dilihat dari atas. Juga dapat diketahui luasnya. Setelah data di GPS dimasukkan ke komputer (menggunakan perangkat lunak Garmin Bascamp dan Google Earth), keliling pulau ukurannya sekitar 1 km sedangkan luasnya kurang lebih 64.000 meter persegi atau 6,4 hektar. Adapun jarak terjauh timur-barat sekitar 371 m sedang utara-selatan 341 m.
Untuk memanfaatkan waktu, setelah berkeliling pulau, observasi bawah air mulai saya lakukan. Peralatan yang saya gunakan alat selam dasar (masker, snorkel, baju selam, fin) dan kamera bawah air Nikon D300s dengan “housing” Ikelite. Awalnya, waktu di dermaga Majene, banyak yang bilang “Siap-siap mancing ya?”. Pikirnya boks biru yang saya bawa tempat ikan. Saya tersenyum saja dengar pertanyaan itu. Atau jawab “Kamera”.
Areal komunitas terumbu karang di sekeliling P. Lerelerekang relatif luas. Bila diukur dari terumbu karang di tempat berlabuh sampai garis pantai pulau, jaraknya bisa sampai 300 meter. Dengan asumsi sekeliling pulau ada karangnya dengan jarak atau lebarnya sekitar 300 meter, setidaknya komunitas terumbu karang P. Lerelerekang sekitar 60 hektar. Ini adalah hitung-hitungan kasar, tapi jika melihat sekeliling pulau, angka tersebut amat memungkinkan.
Saya melakukan pengamatan bawah air sekitar 50 – 100 meter dari garis pantai. Dari sisi barat pulau, menuju ke selatan lalu naik ke utara (sisi timur pulau). Tidak sampai ke utara pulau sebab kondisi perairan telah mulau surut saat saya berada di sisi timur.
Terumbu karang di Pulau Lerelerekang didominasi terumbu karang Acropora. Cirinya mudah dikenal, berbentuk tanduk rusa. Terumbu karang ini amat rapuh jika terinjak atau terlindas lunas perahu atau dikena jangkar. Acropora mendominasi di sisi barat pulau. Banyak yang masih sehat tapi lebih banyak yang rusak.
Kerusakan Acropora di kawasan tersebut sepertinya disebabkan surut yang terlalu ekstrim atau lama terpapar sinar matahari. Itu ditandai dengan bentuk fisik yang masih bagus, tapi sejatinya sudah rusak sebab tak ada lagi zooxanthellae di situ. Lebih banyak berlumut, khususnya di “pucuk-pucuk” karang. Apakah surut ekstrim karena pengaruh pemanasan global? Harus riset lebih lanjut.
Di beberapa titik karang hancur karena pengaruh fisik, seperti terinjak. Tapi pada umumnya masih luas yang tidak mengalami kehancuran. Ada banyak bulu babi di beberapa tempat. Banyak bulu babi juga salah satu paramater terjadi ketidakseimbangan. Tapi saya belum menemukan bulu seribu atau Acanchaster Plancii, predator terumbu karang.
Semakin ke utara, semakin hancur. Substrat atau pecahan-pecahan Acropora ada di mana-mana membentuk kawasan yang luas. Bagian yang tidak hancur diselimuti lumut. Kontras dengan kawasan yang saya lalui sebelumnya di barat pulau. Dekat ke pondasi mercusuar Acropora atau softcoral hanya ada satu dua. Mungkin karang hancur di kawasan ini sebab dulunya kapal untuk membangun mercusuar lalu lalang di situ.
Adapun kawasan tenggara pulau tak lagi dengan pecahan-pecahan karang, tapi telah berpasir. Ada kemungkinan bagian ini dulunya adalah bagian pulau. Tapi karena mengalami abrasi, sekarang berada di bawah permukaan laut. Bergerak ke sisi timur pulau, juga ada perbedaan dengan sisi yang lain. Acropora tidak lagi mendominasi, hanya ada di beberapa titik. Di kawasan ini saya tidak menemukan kelompok bulu babi. Dan yang menarik, ada beberapa koloni anemon beserta ikan badut (sebab hidup bersama anemon, ikan badut lebih dikenal dengan nama ikan anemon).
Apakah perairan di sekitar P. Lerelerekang adalah lokasi pemboman ikan? Ya! Sebab selain berdasar informasi dari nelayan pembom, melihat kerusakan terumbu karangnya, khususnya yang berada di kedalam dua meter lebih, itu disebabkan oleh pemboman dan pembiusan ikan.
Banyak karang masif dan karang bercabang ukuran besar (yang mendominasi di kedalaman ini) rusak karena bom.
Kesimpulannya, bila dikira-kira tingkat kerusakan terumbu karang di sekeliling P. Lerelerekang, perkiraan saya 80-90%. Yang masih sehat berada di kawasan dangkal, yang tak ‘layak’ dibom (sebab terlalu dangkal dan jarang gerombolan ikan konsumsi ada di situ). Masalahnya, terumbu karang tersebut banyak yang rusak gara-gara terpapar panas matahari dalam waktu lama dan dilalui kapal yang mendekat ke pulau. (Bersambung)
http://ridwanmandar.com/2011/12/12/berlayar-ke-pulau-lerelerekang-03-kondisi-lingkungan/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment