MAMUJU– Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Barat (Sulbar) segera memanggil manajemen PT State Oil, perusahaan minyak dan gas yang melakukan pengeboran sumur minyak di Blok Karama, Kabupaten Mamuju.
Pemanggilan ini untuk memperjelas kompensasi bagi nelayan yang sulit mendapatkan ikan di perairan pascaeksplorasi yang dilakukan empat kapal milik perusahaan ini. ”Kami telah menindaklanjuti tuntutan komunitas nelayan di Mamuju. Pihak perusahaan migas yang melakukan tahap eksplorasi pertama di perairan Mamuju ini telah berjanji menghadiri agenda pertemuan dengan komunitas nelayan,” kata Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Pemprov Sulbar Agus Salim Tamaudjoe di Mamuju,kemarin.
Menurut dia, keberadaan State Oil melakukan pengeboran migas di Blok Karama tidak ilegal. Perusahaan ini resmi mengantongi izin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hanya,persoalan yang muncul ketika State Oil melakukan pengeboran migas tahap pertama masih butuh sosialisasi kepada komunitas nelayan yang merasakan dampak dilaksanakannya tahap eksplorasi di perairan Mamuju.
”Kami telah agendakan melaksanakan sosialisasi sebelum eksplorasi tahap kedua pada April 2012. Sebenarnya sosialisasi pernah dilakukan sebelum eksplorasi tahap pertama, tapi rupanya masih ada komunitas nelayan yang belum memahaminya,”kata dia. Kegiatan sosialisasi tahap kedua akan melibatkan State Oil, Dinas Kelautan dan Perikanan( DKP), LSM dan media massa, serta komunitas nelayan. Sebelumnya ketua kelompok nelayan Mamuju Novianti saat mengadukan masalah ini ke DPRD Sulbar, Kamis (8/3), menuding State Oil melakukan pencemaran laut sehingga memicu hasil tangkap nelayan berkurang.
”Perairan Sulbar yang berada di Selat Makassar ini semakin tercemari akibat dilakukannya tahap eksplorasi pengeboran sumur minyak.Kondisi ini menyebabkan komunitas nelayan semakin rugi sehingga PT State Oil harus mempertanggungjawabkan dengan memberikan kompensasi sesuai kerugian nelayan,” ujar dia. ”Saat ini rumpon nelayan tidak lagi disinggahi ikan karena lautnya tercemar.Pencemaran ini kemungkinan karena dampak pengeboran migas atau tumpahan minyak dari empat kapal asing yang masih mencari minyak di Mamuju,”papar dia.
Hal yang sama diungkapkan Abdullah, salah seorang pemilik kapal nelayan yang mengadukan persoalan tersebut ke DPRD Sulbar. ”Akibat keberadaan empat kapal yang melakukan eksplorasi migas di radius 30 mil laut tersebut,para nelayan mengaku sulit mendapatkan ikan di perairan Mamuju. ”Sudah tiga bulan terakhir, kami sulit mendapatkan ikan,” ucap dia. Abdullah mengatakan, ikan di perairan Mamuju langka akibat aktivitas empat kapal asing tersebut.
Dengan begitu, selama tiga bulan terakhir para nelayan memilih tidak melaut dan beralih profesi untuk sementara waktu. Nasruddin, seorang aktivis mahasiswa yang turut mendampingi nelayan, mengatakan, pengeboran migas oleh State Oil telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian masyarakat pesisir. ”Saat ini nelayan kami tidak mendapatkan hasil tangkap karena laut semakin tercemar,”ucapnya.
Sebab, perusahaan asing yang melakukan pengeboran sumur minyak tahap pertama dilakukan tepat di tengah kelompok rumpon milik nelayan, bahkan banyak yang telah diputus. Akibatnya, tangkapan ikan yang beredar di pasar tradisional sangat langka dan harganya mahal. ”Sudah empat bulan lamanya masyarakat harus merogoh kocek besar untuk membeli ikan segar. Ini sangat memperburuk ekonomi masyarakat kecil yang hidupnya pas-pasan,”tutur dia.
General Manager Goverment and Public Affairs PT State Oil Ratna Setia Novanti mengaku heran kegiatan kapalnya membuat ikan menjadi langka di perairan Mamuju.Logikanya, kalau ada lampu,ikan justru akan mendekat. Jika ikan itu menjauh, perlu dihadirkan ahli untuk memberikan analisa. ”Sebab, observasi kami dengan kapal serupa selama ini tidak mengganggu jalur ikan,”papar dia. ● herman mochtar/ant
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/476351/
Sebab, perusahaan asing yang melakukan pengeboran sumur minyak tahap pertama dilakukan tepat di tengah kelompok rumpon milik nelayan, bahkan banyak yang telah diputus. Akibatnya, tangkapan ikan yang beredar di pasar tradisional sangat langka dan harganya mahal. ”Sudah empat bulan lamanya masyarakat harus merogoh kocek besar untuk membeli ikan segar. Ini sangat memperburuk ekonomi masyarakat kecil yang hidupnya pas-pasan,”tutur dia.
General Manager Goverment and Public Affairs PT State Oil Ratna Setia Novanti mengaku heran kegiatan kapalnya membuat ikan menjadi langka di perairan Mamuju.Logikanya, kalau ada lampu,ikan justru akan mendekat. Jika ikan itu menjauh, perlu dihadirkan ahli untuk memberikan analisa. ”Sebab, observasi kami dengan kapal serupa selama ini tidak mengganggu jalur ikan,”papar dia. ● herman mochtar/ant
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/476351/
No comments:
Post a Comment