Kabupaten Majene terpendam sumber minyak dan gas yang kapasitasnya cukup besar. Hasil surveilandsnya membenarkan bahwa kandungan migas di wilayah Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat cukup untuk dieksploitasi secara besar-besaran.
Kalau ini terwujud, para kepala desa di Majene patut bersyukur. Pasalnya, alokasi dana desa yang dikelola selama ini tidak mencukupi untuk meningkatkan sarana dan prasarana di desanya. Jangankan bangun pasar desa, untuk pekerjaan rehab jalan setapak di desa saja tidak cukup.
Parahnya, pemekaran desa bukan menjadi solusi untuk mensejahterakan
rakyat di desa. Imbas dari pemekaran, dana yang dikelola kepala desa sebelum pemekaran capai angka Rp 300 juta, setelah dimekarkan justru terpecah menjadi Rp 150 juta. Kondisi ini menuai keluhan para kepala
desa terpilih hasil pemekaran. Harapan untuk mengelola dana desa yang besar, terbentur dengan aturan pengalokasian jatah dana desa yang dihitung berdasarkan skala proporsional.
Ilustrasi pembagian alokasi dana desa secara akumulatif mengacu pada
sistim perhitungan menggunakan skala tertentu, 30 persen untuk biaya operasional aparat pemerintah desa dan 70 persen untuk pembangunan di desa.
Rumus ini juga berlaku sebelum pemekaran desa, meski sebelumnya
terjadi kesalahpahaman bahwa jika desa dimekarkan bakal bertambah alokasi dana desa ke daerah ini. Ternyata pemahaman itu tidak sepenuhnya benar, pemerintah pusat tidak bakal menambah alokasi dana desa meski Pemerintah Kabupaten Majene genjot pemekaran. Padahal estimasi tersebut tidak sepenuhnya benar, indikator pemekaran untuk mendekatkan pelayanan pemerintah bukan memperbesar porsi alokasi dana desa masuk ke Pemerintah kabupaten.
Fenomena yang terjadi pasca pemekaran desa di Kabupaten Majene yakni anggaran minim untuk membangun desa. Kepala Desa terpilih hasil pemekaran termasuk desa induk harus bekerja ekstra untuk menggenjot pembangunan.
Harapan rakyat di desa kepada kepala desa terpilih yakni mampu membangun mensejahterakan masyarakat sekaligus menata desa agar tidak terkesan terlantar.
Nah, kondisi ini memerlukan solusi dan sumber pendapatan alternatif
desa. Alokasi Dana Desa (ADD) yang disebut minim, tidak cukup untuk membangun perlu ada tambahan. Sementara sumber dana yang akan
digunakan untuk menambah anggaran desa, pemda majene belum bisa
berbuat banyak. Berbagai bentuk bantuan masuk ke desa juga nilainya minim tidak sebanding dengan jumlah desa yang membutuhkan.
Ada beberapa program pemberdayaan yang kucur dari pemerintah pusat. Bank Dunia atau lembaga internasional lainnya turut membantu membangun desa, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan (PNPM Perdesaan) atau PAMSIMAS (Program Pengadaan Air Minum dan Sanitasi Masyarakat) menjadi alternatif mendorong percepatan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana di desa.
Adapula bentuk bantuan ke desa khususnya sektor kesehatan dan pendidikan. Meski ini sifatnya non fisik, namun dinilai menyentuh kebutuhan masyarakat di desa. Hanya saja pengelolaan non fisik, pemdes memiliki keterbatasan karena dikelola secara kemitraan dengan instansi terkait.
Bagaimana dengan rencana tambang migas di wilayah blok Sibuku lepas
pantai perairan majene. Rencana penambangan masih terus digulirkan, seiring dengan persiapan investor sebelum memulai menambang. Minyak
dan Gas yang ada di bawah tanah ini akan di eksploitasi secara besar-besaran untuk jangka waktu tertentu.
Diruang kerjanya, Sekretaris Daerah Kabupaten Majene, H Syamsiar
Muchtar Machmud mengatakan, Pemkab Majene menyambut peluang tersebut. Eksploitasi migas di wilayah majene akan memiliki dampak positif dan negatif.
Namun kata mantan kepala Bappeda Majene ini bahwa eksploitasi
ini memiliki dampak positif lebih besar dibanding negatif.
Dari gambaran tentang upaya kepala desa untuk memajukan wilayahnya dan mesejahterakan rakyatnya terbentur dengan anggaran alokasi dana desa yang minim. Menurut Syamsiar, gambaran tersebut akan segera teratasi, solusi untuk mendapatkan dana alokasi desa yang besar yakni
melalui bagi hasil tambang yang sudah diatur oleh pemerintah pusat.
Jika rencana PT Pear Oil dapat melakukan eksploitasi di area Blok
Sibuku Majene berhasil. Ini artinya rakyat di Kabupaten Majene akan keciprat hasil tambang tersebut.
"Income per kapita majene akan naik drastis seiring dengan pesatnya kemajuan perkembangan penataan ruang dan wilayah majene,"ulasnya.
Gebrakan ini akan dinikmati masyarakat di desa melalui Alokasi Dana Desa yang disuntik oleh Pemda Majene melalui bagi hasil.
Analisanya begini, kata Syamsiar, apabila perusahaan PT Pear Oil telah
beroperasi di wilayah Sibuku Kecamatan Sendana, tujuh kecamatan di sekitarnya akan mendapat jatah bagi hasil. Nah, hasil dari penambangan itu misalnya sebesar Rp 300 miliar, maka 70 persen akan dialokasikan untuk membangun di Majene sebagai tuan rumah. "Itu sudah termasuk pembangunan di desa,"tambah Syamsiar.
Kalau dihitung secara totalitas, Anggaran yang dikelola Pemda Majene
setiap tahun sangat kecil dibanding empat kabupaten lain di Sulbar. "Perhitungan tidak termasuk gaji PNS dan tunjangannya, makanya keliru jika disebut besar,"paparnya. Pendapatan Asli Daerah Majene tidak pernah mencapai target jadi sulit untuk bisa berbuat banyak. Menurut Syamsiar, dengan adanya tambang migas ini, majene bisa terbangun lebih cepat.
Berdasarkan pasal 34 Peraturan Pemerintah (PP) nomor 35 tahun 2004
tentang kegiatan usaha tambang migas dari hulu ke hilir, Pemda setempat mendapatkan hak istimewa berupa saham participation interst sebesar 10 persen tersebut. Untuk hitungan dengan Pemprov, Pemda memperoleh hak perolehan saham sebesar 66,6 persen dan Pemprov mendapat hak sebesar 33,4 persen.
Jika tahun ini lanjut Syamsiar, ADD Kabupaten Majene hanya 10 miliar. Maka nilai tersebut akan bertambah. Desa tidak lagi mengelola anggaran 130 - 270 juta per tahun tetapi naik menjadi Rp.39 miliar per tahun.(hfd/ahm)