Sunday, December 25, 2011
Cadangan Migas Indonesia Merosot
JAKARTA, FAJAR -- Dua indikator menunjukkan kinerja sektor minyak dan gas bumi (migas) belum menggembirakan. Selain produksi minyak yang di bawah target, cadangan migas juga merosot.
Deputi Pengendalian Operasi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMigas) Rudi Rubiandini mengatakan, Cadangan terbukti per 1 Januari 2011 adalah 4,039 miliar barel untuk minyak dan 104,7 triliun standar kaki kubik gas bumi (tcf). Sedangkan per 1 Januari 2012, cadangan diperkirakan 3,925 miliar barel minyak dan 104,5 tcf. "Cadangan minyak Indonesia terus turun," ujarnya, Minggu, 18 Desember.
Data BPMigas menunjukkan, pada 2011, tambahan cadangan tercatat sebesar 215,5 juta barel minyak dan 2,86 triliun gas bumi. Padahal, produksinya 329,9 miliar barel minyak dan 3,08 triliun kaki kubik gas. "Artinya, temuan baru pada 2011 lebih kecil dibanding produksi, sehingga cadangannya turun. Dengan kondisi ini, peningkatan eksplorasi mutlak dilakukan," katanya.
Untuk peningkatan eksplorasi di wilayah kerja (WK) produksi, BPMigas mendorong kontraktor kontrak kerja sama (KKS) agar memprioritaskan program eksplorasi di lahan tidur. Selain itu, akan dilakukan peninjauan ulang potensi eksplorasi di lahan tidur di seluruh Indonesia. "Agar kegiatan eksplorasi area marginal dan frontier lebih menarik, BPMigas berencana mengajukan rumusan kriteria insentif. Sedangkan untuk peningkatan eksplorasi di wilayah kerja eksplorasi, didorong pelaksanaan komitmen pasti," terangnya.
Menurut Rudi, dalam pemilihan pemenang WK perlu dilakukan screening test yang lebih ketat untuk mendapatkan kontraktor yang mampu secara finansial, teknis, dan sumber daya manusia. "BPMigas juga akan menerapkan reward and punishment kepada kontraktor eksplorasi dalam pelaksanaan komitmen kontrak. Bagi yang berkinerja buruk, akan mendapat peringatan tegas," ujarnya.
Sebelumnya, Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo menyatakan, pemerintah siap memberantas perusahaan calo yang hanya memperjualbelikan WK migas. "Sekarang tidak ada lagi era jual beli WK migas," tegasnya.
Evita mengakui, pada masa lalu, tidak jarang terjadi jual beli WK migas. Artinya, ada perusahaan migas atau KKKS hanya mengikuti lelang migas, namun tidak mengerjakan sendiri WK-nya, tapi malah menjualnya ke perusahaan lain.
Karena itu, lanjut Evita, pemerintah akan mendorong perusahaan migas agar menepati komitmen investasi yang sudah disampaikan saat mengikuti lelang. "Komitmen yang disampaikan saat lelang, harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh," ujarnya. (jpnn/upi)
http://www.fajar.co.id/read-20111218232417-cadangan-migas-indonesia-merosot
Tately NV Kembali Eksplorasi Blok Laring
SatuNegeri.com - Perusahaan tambang Tately NV asal Belanda, akan kembali melakukan eksplorasi minyak dan gas di Blok Laring, Kecamatan Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
Menurut Manajer Operasional Tately, Mike Ellis di Mamuju, Senin (21/11). Pada pengeboran perdana, dihentikan karena khawatir tekanan gas itu justru menimbulkan dampak lingkungan. Dan rencana pengeboran yang kedua kalinya ini lokasinya tidak jauh dari titik pengeboran pertama kali.
Mike mengatakan, perusahaan miliknya baru akan melakukan produksi apabila kandungan minyak mencapai minimal 200 minyak/barel dan untuk potensi gas maka kandungannya harus jauh lebih besar dari potensi minyak.Namun pihaknya berkeyakinan tinggi ada potensi migas di daerah Sarudu.
Selain di Sarudu, saat ini Tately NV masih mencari titik migas di Kecamatan Tommo dengan kedalam telah mencapai 3.600 meter dari permukaan perut bumi.
"Kami akan melakukan pengeboran hingga 4.000 meter dan akan mencari lagi beberapa sumur migas lagi yang potensi kedalaman dapat dijangkau,"pungkasnya.
Ia berharap migas yang dicari dapat segera ditemukan untuk segera dilakukan ekploitasi agar hasilnya dapat dinikmati secara bersama perusahaan dan daerah ini.
http://satunegeri.com/berita-167-tately-nv-kembali-eksplorasi-blok-laring.html
Pengusaha Sulbar Diminta Berkompetisi Sehat Kelola Migas
24-11-2011 01:04:12 WIB
Mamuju (Phinisinews) - Pengusaha Sulawesi Barat diminta dapat berkompetisi secara sehat dalam mengelola blok migas yang segera akan dilakukan eksplorasi.
"Lima tahun ke depan migas di Sulbar yang masih dalam tahap ekplorasi akan segera dilakukan eksploitasi," kata Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar, Arsyad Hafid di Mamuju, Rabu.
Ia meminta agar pengusaha Sulbar mempersiapkan diri untuk tahapan ekploitasi itu dengan bersiap menjadi kontraktor di bidang migas.
"Pengusaha Sulbar harus siap berkompetisi secara sehat dalam memenangkan dan mengerjakan sejumlah proyek konstruksi di bidang migas yang segera akan dilakukan eksploitasi di Sulbar," katanya.
Karena menurutnya akan banyak kontraktor migas yang berasal dari luar Sulbar akan masuk ke Sulbar dalam rangka melakukan pekerjaan migas ketika benar benar migas Sulbar dieksploitasi.
"Tingkatkan daya saing dan profesionalisme agar dapat bersaing dengan sehat bersama dengan kontraktor dari luar," katanya.
Ia mengatakan, kontraktor yang bergerak di bidang migas di Sulbar harus berupaya memberikan kontribusi bagi pembangunan di daerah setelah migas Sulbar di tujuh blok yang dimilikinya di eksploitasi karena migas itu akan memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah.
"Manfaatkan migas sebagai kekayaan alam Sulbar untuk pembangunan daerah, karena setelah migas Sulbar diekploitasi, Sulbar akan disulap menjadi daerah maju di Indonesia dari segi perekonomian," katanya.
Sekda mengatakan, apabila migas Sulbar dikelola pengusahanya maka akan lahir masyarakat sejahtera baru di daerah ini.
Ia mengatakan, perusahaan migas di Sulbar yang sementara ini melakukan ekploitasi diantaranya PT Marathon Oil yang melakukan pengeboran migas di Blok Pasangkayu, PT Exxon Mobile di Blok Surumana Kabupaten Mamuju Utara kemudian PT Conoco Philips di Blok Kuma perbatasan Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara.
Kemudian, PT Stat Oil yang mengelola migas di Blok Kuma Karama Kabupaten Mamuju, Pearl Oil yang mengeksplorasi migas di blok Karama dan PT Exploration and Production di blok Malunda, serta PT Exploration and Production yang mengekplorasi migas di Blok South Mandar.
(Sumber: PhinisiNews/Ant)
http://www.phinisinews.com/read/2011/11/24/7511-pengusaha_sulbar_diminta_berkompetisi_sehat_kelola_migas
Mamuju (Phinisinews) - Pengusaha Sulawesi Barat diminta dapat berkompetisi secara sehat dalam mengelola blok migas yang segera akan dilakukan eksplorasi.
"Lima tahun ke depan migas di Sulbar yang masih dalam tahap ekplorasi akan segera dilakukan eksploitasi," kata Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar, Arsyad Hafid di Mamuju, Rabu.
Ia meminta agar pengusaha Sulbar mempersiapkan diri untuk tahapan ekploitasi itu dengan bersiap menjadi kontraktor di bidang migas.
"Pengusaha Sulbar harus siap berkompetisi secara sehat dalam memenangkan dan mengerjakan sejumlah proyek konstruksi di bidang migas yang segera akan dilakukan eksploitasi di Sulbar," katanya.
Karena menurutnya akan banyak kontraktor migas yang berasal dari luar Sulbar akan masuk ke Sulbar dalam rangka melakukan pekerjaan migas ketika benar benar migas Sulbar dieksploitasi.
"Tingkatkan daya saing dan profesionalisme agar dapat bersaing dengan sehat bersama dengan kontraktor dari luar," katanya.
Ia mengatakan, kontraktor yang bergerak di bidang migas di Sulbar harus berupaya memberikan kontribusi bagi pembangunan di daerah setelah migas Sulbar di tujuh blok yang dimilikinya di eksploitasi karena migas itu akan memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah.
"Manfaatkan migas sebagai kekayaan alam Sulbar untuk pembangunan daerah, karena setelah migas Sulbar diekploitasi, Sulbar akan disulap menjadi daerah maju di Indonesia dari segi perekonomian," katanya.
Sekda mengatakan, apabila migas Sulbar dikelola pengusahanya maka akan lahir masyarakat sejahtera baru di daerah ini.
Ia mengatakan, perusahaan migas di Sulbar yang sementara ini melakukan ekploitasi diantaranya PT Marathon Oil yang melakukan pengeboran migas di Blok Pasangkayu, PT Exxon Mobile di Blok Surumana Kabupaten Mamuju Utara kemudian PT Conoco Philips di Blok Kuma perbatasan Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara.
Kemudian, PT Stat Oil yang mengelola migas di Blok Kuma Karama Kabupaten Mamuju, Pearl Oil yang mengeksplorasi migas di blok Karama dan PT Exploration and Production di blok Malunda, serta PT Exploration and Production yang mengekplorasi migas di Blok South Mandar.
(Sumber: PhinisiNews/Ant)
http://www.phinisinews.com/read/2011/11/24/7511-pengusaha_sulbar_diminta_berkompetisi_sehat_kelola_migas
Tately Belum Temukan Titik Migas di Tommo
Selasa, 22 November 2011 20:08 WITA | Sulbar
Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan Tately NV yang melakukan pengeboran minyak dan gas (Migas) pada Block Budong-Budong di Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, hingga kini belum menemukan ciri-ciri adanya kandungan migas yang ada di wilayah itu.
"Pengeboran migas pada block Budong-Budong pada sumur NV Tommo sudah sampai pada kedalaman 3.600 meter. Kami akan terus melakukan pengeboran hingga 4.000 meter di bawah permukaan perut bumi dan bahkan bisa jadi lebih hingga ada hasil yang bisa kami temukan," kata Manajer Operasional Tately NV Mike Ellis di Mamuju, Selasa.
Menurutnya, perusahannya yang telah melakukan pengeboran migas sejak pertengahan tahun ini akan berusaha mencari titik migas untuk dilakukan produksi di provinsi termudah ini.
"Kami tetap optimis bisa menemukan titik migas. Namun, belum bisa dipastikan apakah layak untuk di produksi atau tidak," jelasnya.
Mike Ellis menuturkan, untuk melakukan produksi minyak maka potensi kandungan yang dibutuhkan sekitar 200 miliar/barel dan untuk potensi gas maka harus jauh lebih besar dari pada kandungan minyak.
Ia menyampaikan, pengeboran migas yang dilakukan di Tommo telah menghabiskan anggaran sekitar 31 juta dolar Amerika serikat.
Dikatakannya, pengeboran migas di Kecamatan Tommo merupakan pengeboran migas kedua yang dilakukan PT Tately NV di daratan Provinsi Sulbar, setelah sebelumnya perusahaan itu melakukan pengeboran migas di Kecamatan Sarudu.
Menurut dia, dirinya tentu sangat mengharapkan ada kandungan migas di perut bumi itu sehingga kelak benar-benar layak untuk diproduksi.
Mike Ellis mengakui, meski telah membuang anggaran besar untuk pengeboran migas, perusahaannya tidak takut mengalami risiko kerugian karena diyakini bahwa Blok migas di Kecamatan Tommo memiliki potensi yang cukup besar.
"Jika tidak menemukan migas di lokasi pengeboran migas sekarang, kami akan melakukan pengeboran migas di Kecamatan Tommo hingga dua sampai tiga titik lagi, karena kami yakin ada migas di dalam perut bumi di Kecamatan Tommo ini,"katanya. (.KR-ACO/E001)
COPYRIGHT © 2011
http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/34029/tately-belum-temukan-titik-migas-di-tommo
Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan Tately NV yang melakukan pengeboran minyak dan gas (Migas) pada Block Budong-Budong di Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, hingga kini belum menemukan ciri-ciri adanya kandungan migas yang ada di wilayah itu.
"Pengeboran migas pada block Budong-Budong pada sumur NV Tommo sudah sampai pada kedalaman 3.600 meter. Kami akan terus melakukan pengeboran hingga 4.000 meter di bawah permukaan perut bumi dan bahkan bisa jadi lebih hingga ada hasil yang bisa kami temukan," kata Manajer Operasional Tately NV Mike Ellis di Mamuju, Selasa.
Menurutnya, perusahannya yang telah melakukan pengeboran migas sejak pertengahan tahun ini akan berusaha mencari titik migas untuk dilakukan produksi di provinsi termudah ini.
"Kami tetap optimis bisa menemukan titik migas. Namun, belum bisa dipastikan apakah layak untuk di produksi atau tidak," jelasnya.
Mike Ellis menuturkan, untuk melakukan produksi minyak maka potensi kandungan yang dibutuhkan sekitar 200 miliar/barel dan untuk potensi gas maka harus jauh lebih besar dari pada kandungan minyak.
Ia menyampaikan, pengeboran migas yang dilakukan di Tommo telah menghabiskan anggaran sekitar 31 juta dolar Amerika serikat.
Dikatakannya, pengeboran migas di Kecamatan Tommo merupakan pengeboran migas kedua yang dilakukan PT Tately NV di daratan Provinsi Sulbar, setelah sebelumnya perusahaan itu melakukan pengeboran migas di Kecamatan Sarudu.
Menurut dia, dirinya tentu sangat mengharapkan ada kandungan migas di perut bumi itu sehingga kelak benar-benar layak untuk diproduksi.
Mike Ellis mengakui, meski telah membuang anggaran besar untuk pengeboran migas, perusahaannya tidak takut mengalami risiko kerugian karena diyakini bahwa Blok migas di Kecamatan Tommo memiliki potensi yang cukup besar.
"Jika tidak menemukan migas di lokasi pengeboran migas sekarang, kami akan melakukan pengeboran migas di Kecamatan Tommo hingga dua sampai tiga titik lagi, karena kami yakin ada migas di dalam perut bumi di Kecamatan Tommo ini,"katanya. (.KR-ACO/E001)
COPYRIGHT © 2011
http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/34029/tately-belum-temukan-titik-migas-di-tommo
Tately Bor Lima Sumur Migas di Mamuju
Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan PT Tately NV masih akan melakukan pengeboran di lima sumur minyak dan gas yang ada di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
"PT Tately NV telah menyatakan akan melakukan pengeboran minyak dan gas (Migas) di lima titik sumur migas yang dianggap berpotensi memiliki cadangan migas," kata Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh di Mamuju, Senin.
Ia mengatakan, PT Tetely NV melakukan pengeboran migas dalam rangka menemukan titik migas karena selama ini yang ditemukan adalah gas.
"PT Tately NV belum menemukan titik minyak yang dicari namun hanya menemukan gas makanya perusahaan itu akan melakukan pengeboran migas di sejumlah titik yang sudah ditentukan di Mamuju," katanya.
Menurut dia, PT Tately NV sebelumnya telah menghabiskan anggaran sekitar 31 juta dolar Amerika serikat untuk melakukan pengeboran migas di Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulbar.
Manajer Operasional Tately NV Mike Ellis mengatakan, pengeboran migas di Kecamatan Tommo yang dilakukan Agustus 2011, merupakan pengeboran migas kedua yang dilakukan PT Tately NV di daratan Provinsi Sulbar, setelah sebelumnya perusahaan itu melakukan pengeboran migas di Kecamatan Sarudu.
Ia mengatakan, pengeboran migas di Kecamatan Tommo itu menghabiskan anggaran sekitar 31 juta dolar AS.
Menurut dia, pengeboran migas akan dilakukan hingga kedalaman 3.000 meter di bawah permukaan bumi.
Mike Ellis mengakui, meski telah membuang anggaran besar untuk pengeboran migas, perusahaannya tidak takut mengalami risiko kerugian karena diyakini bahwa Blok migas di Kecamatan Tommo memiliki potensi yang cukup besar.
Ia mengatakan, pengeboran migas di Kecamatan Tommo akan membutuhkan waktu dua bulan untuk mencapai kedalaman 1.000 meter sehingga butuh waktu setengah tahun mengebor migas di daerah itu. (T.KR-MFH/F003)
COPYRIGHT © 2011
http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/33627/tately-bor-lima-sumur-migas-di-mamuju
Exxon Masih Yakin Ada Minyak di Sulbar
Satunegeri.com - Meski telah menghabiskan biaya 280 juta dolar AS Exxon Mobile belum kapok melakukan pengeboran minyak di Sulawesi Barat walau pengeboran tersebut belum berhasil menemukan minyak yang dicari.
"Exxon mobile masih akan melakukan pengeboran di perairan Sulbar" ungkap Gubernur sulbar, Anwar Adnan.
Anwar sendiri berharap Exxon dapat segera menemukan minyak yang dicari,sebab dengan begitu akan berpengaruh kepada peningkatan serta pertumbuhan ekonomi di Sulbar.
Exxon Mobile sebelumnya telah melakukan survei seismik dan pemboran tiga sumur mencari minyak diperairan di Sulbar, namun belum menemukan kandungan hidrokarbon di perairan Sulbar.
http://satunegeri.com/berita-105-exxon-masih-yakin-ada-minyak-di-sulbar.html
Kadin Ajak Pengusaha Sulbar Jadi Kontraktor Migas
Selasa, 22 November 2011 07:52 WITA | Ekonomi
Mamuju (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri Provinsi Sulawesi Barat mengajak pengusaha di provinsi tersebut dapat meningkatkan daya saing menjadi kontraktor minyak dan gas.
"Di Sulbar akan segera dilakukan eksploitasi sembilan blok migas, setelah dilakukan eksplorasi oleh perusahaan asing sejak tahun 2009," kata kata Harry Warganegara Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulbar di Mamuju, Selasa.
Ia mengatakan, setelah lima tahun kedepan ketika sembilan blok migas di Sulbar benar-benar dilakukan eksploitasi karena cadangan minyak Sulbar telah ditemukan melalui eksplorasi, maka pengusaha di Sulbar harus bersiap menjadi kontraktor migas.
"Pengusaha di Sulbar harus menjadi kontraktor migas, setelah eksploitasi dilakukan untuk mengerjakan sejumlah proyek kontruksi yang berkaitan dengan proyek ekploitasi yang dilakukan perusahaan migas di sembilan blok di Sulbar,"katanya
Oleh karena itu ia meminta agar pengusaha di Sulbar dapat meningkatkan daya saing dan kompetensinya, agar mampu mengerjakan proyek migas di Sulbar yang ketika akan ada nantinya.
"Jangan jadi penonton jangan sampai pengusaha dari luar Sulbar yang mengerjakan proyek kontruksi ketika eksploitasi migas di Sulbar dilakukan, itu akan merugikan pengusaha di Sulbar,"katanya.
Ia berharap pengusaha Sulbar yang tertarik untuk menjadi kontraktor migas harus segera melakukan pengurusan izin ditingkat pusat, karena menjadi kontraktor migas tidak mudah karena proses tendernya dilakukan secara nasional.
"Menjadi kontraktor migas, haruslah memiliki izin bertaraf nasional karena migas harus ditender secara nasional dan itu tidak mudah, harus melalui proses panjang,"katanya.
Menurut dia, di Sulbar saat ini hanya BUMD yang layak menjadi kontraktor karena telah memiliki izin selebihnya belum ada perusahaan di Sulbar yang layak jadi kontraktor migas.
"BUMD Sulbar, tidak ingin hanya sendirian mengerjakan proyek migas di Sulbar tapi seluruh pengusaha di Sulbar juga berusaha dengan terlebih dahulu meningkatkan daya sainnya,"katanya. (T.KR-MFH/M019)
COPYRIGHT © 2011
http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/34024/kadin-ajak-pengusaha-sulbar-jadi-kontraktor-migas
Asing Kucurkan Rp4,5 Triliun untuk Migas
Rabu, 23 November 2011
MAMUJU- Perusahaan asing di Provinsi Sulawesi Barat telah mengucurkan dana mencapai Rp4,5 triliun untuk pengeboran minyak dan gas sejak 2009 pada tujuh blok.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar Arsyad Hafid di Mamuju, Selasa (22/11), mengatakan, perusahaan asing itu belum berhasil menemukan migas yang dicari setelah melakukan pengeboran dengan kedalaman mencapai 3.000 meter sampai 4.000 meter baik di darat dan di laut.
Perusahaan migas itu antara lain adalah PT Marathon Oil yang melakukan pengeboran migas di Blok Pasangkayu, PT Exxon Mobile di Blok Surumana Kabupaten Mamuju Utara kemudian PT Conoco Philips di Blok Kuma perbatasan Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara.
Kemudian, PT Stat Oil yang mengelola migas di Blok Kuma Karama Kabupaten Mamuju, Pearl Oil yang mengeksplorasi migas di blok Karama dan PT Exploration and Production di blok Malunda, serta PT Exploration and Production yang mengekplorasi migas di Blok South Mandar.
Menurut dia, sejumlah perusahaan asing yang melakukan pengeboran migas telah menghabiskan anggaran yang besar itu hingga akhir 2011. Perusahaan asing itu tidak takut mengalami kerugian meski telah membuang anggaran yang cukup besar melakukan pengeboran migas karena mereka yakin Sulbar memiliki cadangan migas yang dicari," katanya.
Ia berharap ketika perusahaan migas telah berhasil melakukan eksplorasi di Sulbar, dan segera melakukan eksploitasi maka perusahaan itu dapat memberikan kontribusi ekonomi bagi perekonomian Sulbar.
Selain itu dapat melakukan pemberdayaan bagi pengusaha di Sulbar agar dapat mengerjakan sejumlah proyek konstruksi yang berkaitan dengan proyek eksploitasi yang dilakukan.
"Pengusaha di Sulbar juga yang berniat menjadi pengusaha kontraktor Migas dapat memberdayakan diri akan memiliki daya saing sehingga layak mengerjakan proyek serupa lima tahun mendatang," katanya. (ant/hrb)
http://www.investor.co.id/energy/asing-kucurkan-rp45-triliun-untuk-migas/24813
MAMUJU- Perusahaan asing di Provinsi Sulawesi Barat telah mengucurkan dana mencapai Rp4,5 triliun untuk pengeboran minyak dan gas sejak 2009 pada tujuh blok.
Sekretaris Daerah Provinsi Sulbar Arsyad Hafid di Mamuju, Selasa (22/11), mengatakan, perusahaan asing itu belum berhasil menemukan migas yang dicari setelah melakukan pengeboran dengan kedalaman mencapai 3.000 meter sampai 4.000 meter baik di darat dan di laut.
Perusahaan migas itu antara lain adalah PT Marathon Oil yang melakukan pengeboran migas di Blok Pasangkayu, PT Exxon Mobile di Blok Surumana Kabupaten Mamuju Utara kemudian PT Conoco Philips di Blok Kuma perbatasan Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara.
Kemudian, PT Stat Oil yang mengelola migas di Blok Kuma Karama Kabupaten Mamuju, Pearl Oil yang mengeksplorasi migas di blok Karama dan PT Exploration and Production di blok Malunda, serta PT Exploration and Production yang mengekplorasi migas di Blok South Mandar.
Menurut dia, sejumlah perusahaan asing yang melakukan pengeboran migas telah menghabiskan anggaran yang besar itu hingga akhir 2011. Perusahaan asing itu tidak takut mengalami kerugian meski telah membuang anggaran yang cukup besar melakukan pengeboran migas karena mereka yakin Sulbar memiliki cadangan migas yang dicari," katanya.
Ia berharap ketika perusahaan migas telah berhasil melakukan eksplorasi di Sulbar, dan segera melakukan eksploitasi maka perusahaan itu dapat memberikan kontribusi ekonomi bagi perekonomian Sulbar.
Selain itu dapat melakukan pemberdayaan bagi pengusaha di Sulbar agar dapat mengerjakan sejumlah proyek konstruksi yang berkaitan dengan proyek eksploitasi yang dilakukan.
"Pengusaha di Sulbar juga yang berniat menjadi pengusaha kontraktor Migas dapat memberdayakan diri akan memiliki daya saing sehingga layak mengerjakan proyek serupa lima tahun mendatang," katanya. (ant/hrb)
http://www.investor.co.id/energy/asing-kucurkan-rp45-triliun-untuk-migas/24813
Monday, December 5, 2011
Masyarakat Sulbar tak Rela Lari-Lariang "Direbut" Kalsel
Rabu, 16 November 2011 | Sulbar
Mamuju (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh menyatakan, masyarakat di daerah itu tidak akan rela Pulau Lariang-Lariang yang telah ditetapkan secara hukum masuk wilayah Sulawesi Barat "direbut" Provinsi Kalimantan Selatan.
"Masyarakat Sulbar tidak akan rela jika wilayahnya, Pulau Lari-Lariang, yang telah dinyatakan secara hukum masuk ke wilayah Sulbar 'direbut' Provinsi Kalsel," katanya di Mamuju, Rabu.
Ia menilai Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah berusaha "mencaplok" Pulau Lari-Lariang yang masuk wilayah Sulbar dengan sikapnya tidak mau mengalah dan berusaha merebut pulau yang kaya minyak itu.
"Kalsel tampaknya terus berusaha 'mencaplok' wilayah Sulbar dengan mengklaim dan berupaya merebut Pulau Lari-Lariang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Majene Provinsi Sulbar, tanpa mau mengerti bahwa pulau itu secara hukum adalah sah milik Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika hal itu tetap dilakukan Pemerintah Provinsi Kalsel, maka masyarakat Sulbar tidak akan rela dan tetap berupaya mempertahankan Pulau Lari-Lariang sebagai wilayah Provinsi Sulbar.
Pulau Lari-Lariang merupakan salah satu pulau yang berada di perairan Sulawesi dan masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sesuai pengakuan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui peraturan pemerintah.
Karena iyu, katanya, klaim Pemprov Kalsel bahwa Pulau Lari-Lariang masuk dalam wilayah Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel, tidak beralasan karena tidak melalui legitimasi aturan yang jelas.
"Jadi pemerintah di Provinsi Kalsel sebaiknya menghentikan upaya untuk merebut Pulau Lari-Lariang yang sudah sangat jelas masuk dalam wilayah Sulbar sesuai aturan yang ada," katanya.
Ia juga meminta masyarakat Kota Baru berhenti berdemonstrasi untuk merebut Pulau Lari-Lariang karena masyarakat Sulbar juga bisa melakukan hal serupa untuk mempertahankan Pulau Lari-Lariang yang menjadi wilayahnya.
"Masyarakat Sulbar akan mempertahankan Pulau Lari-Lariang agar tidak direbut Kalsel karena Pulau Lari-Lariang adalah milik Sulbar," katanya.
Gubernur Sulbar Anwar Adnan menuding ada upaya Pemerintah Kalsel merebut Pulau Lari-Lariang karena daerah itu memiliki potensi gas alam yang besar. Tetapi pemerintah di Sulbar juga tidak akan rela dan akan mempertahankan karena itu wilayahnya.
Dia mengatakan, pemerintah di Sulbar akan segera menuntaskan masalah sengketa wilayah itu dengan melibatkan pemerintah tingkat pusat.
"Pemerintah di Sulbar siap membicarakan sengketa wilayah yang diperebutkan ini, dengan melibatkan Kemendagri agar jelas siapa yang berhak atas Pulau Lari-Lariang ini," ujarnya. (T.KR-MFH/S023)
COPYRIGHT © 2011
Mamuju (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh menyatakan, masyarakat di daerah itu tidak akan rela Pulau Lariang-Lariang yang telah ditetapkan secara hukum masuk wilayah Sulawesi Barat "direbut" Provinsi Kalimantan Selatan.
"Masyarakat Sulbar tidak akan rela jika wilayahnya, Pulau Lari-Lariang, yang telah dinyatakan secara hukum masuk ke wilayah Sulbar 'direbut' Provinsi Kalsel," katanya di Mamuju, Rabu.
Ia menilai Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah berusaha "mencaplok" Pulau Lari-Lariang yang masuk wilayah Sulbar dengan sikapnya tidak mau mengalah dan berusaha merebut pulau yang kaya minyak itu.
"Kalsel tampaknya terus berusaha 'mencaplok' wilayah Sulbar dengan mengklaim dan berupaya merebut Pulau Lari-Lariang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Majene Provinsi Sulbar, tanpa mau mengerti bahwa pulau itu secara hukum adalah sah milik Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika hal itu tetap dilakukan Pemerintah Provinsi Kalsel, maka masyarakat Sulbar tidak akan rela dan tetap berupaya mempertahankan Pulau Lari-Lariang sebagai wilayah Provinsi Sulbar.
Pulau Lari-Lariang merupakan salah satu pulau yang berada di perairan Sulawesi dan masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sesuai pengakuan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui peraturan pemerintah.
Karena iyu, katanya, klaim Pemprov Kalsel bahwa Pulau Lari-Lariang masuk dalam wilayah Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel, tidak beralasan karena tidak melalui legitimasi aturan yang jelas.
"Jadi pemerintah di Provinsi Kalsel sebaiknya menghentikan upaya untuk merebut Pulau Lari-Lariang yang sudah sangat jelas masuk dalam wilayah Sulbar sesuai aturan yang ada," katanya.
Ia juga meminta masyarakat Kota Baru berhenti berdemonstrasi untuk merebut Pulau Lari-Lariang karena masyarakat Sulbar juga bisa melakukan hal serupa untuk mempertahankan Pulau Lari-Lariang yang menjadi wilayahnya.
"Masyarakat Sulbar akan mempertahankan Pulau Lari-Lariang agar tidak direbut Kalsel karena Pulau Lari-Lariang adalah milik Sulbar," katanya.
Gubernur Sulbar Anwar Adnan menuding ada upaya Pemerintah Kalsel merebut Pulau Lari-Lariang karena daerah itu memiliki potensi gas alam yang besar. Tetapi pemerintah di Sulbar juga tidak akan rela dan akan mempertahankan karena itu wilayahnya.
Dia mengatakan, pemerintah di Sulbar akan segera menuntaskan masalah sengketa wilayah itu dengan melibatkan pemerintah tingkat pusat.
"Pemerintah di Sulbar siap membicarakan sengketa wilayah yang diperebutkan ini, dengan melibatkan Kemendagri agar jelas siapa yang berhak atas Pulau Lari-Lariang ini," ujarnya. (T.KR-MFH/S023)
COPYRIGHT © 2011
Tately Berencana Bor Migas di Blok Lariang
Selasa, 22 November 2011 | Sulbar
Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan tambang Tately NV berencana untuk kembali mengebor atau melakukan ekplorasi minyak dan gas di block Lariang, di Kecamatan Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
"Kami optimis kandungan minyak dan gas di Kabupaten Mamuju Utara sangat besar. Pada pengeboran perdana yang dilakukan di Kecamatan Sarudu telah ditemukan tekanan gas dari perut bumi," kata Manajer Operasional Tately, Mike Ellis di Mamuju, Senin.
Menurut Mike, ketika itu dihentikan kegiatan karena khawatir tekanan gas itu justeru menimbulkan dampak lingkungan.
Rencana untuk kembali melakukan pengeboran di daerah Sarudu akan dilakukan pada lokasi yang tidak jauh dari pengeboran pertama di Mamuju Utara.
"Ada keyakinan tinggi telah ada potensi migas di daerah Sarudu. Makanya, rencana pengeboran ulang di sekitar lokasi itu baru akan dimulai pada awal tahun 2012,"kata dia.
Ia mengatakan, perusahaan miliknya baru akan melakukan produksi apabila kandungan minyak mencapai minimal 200 minyak/barel dan untuk potensi gas maka kandungannya harus jauh lebih besar dari potensi minyak.
"Kita lihat saja apakah ada kandungan yang lebih besar dari apa yang kami temukan pada pengeboran migas di awal tahun 2011 yang lalu. Tentunya, kami selaku perusahan akan terus berupaya mencari titik-titik migas untuk bisa digarap pada masa-masa yang akan datang,"ungkap Mike.
Mike Ellis menyampaikan, kedalaman pengeboran migas yang dilakukan PT Tately NV di Kecamatan Sarudu sudah melewati di kedalaman 2.000 meter namun hanya menemukan tekanan yang diduga mengandung gas.
Oleh karena itu ia mengatakan, PT Tately NV berniat kembali mencari titik lainnya yang dianggap memiliki kandungan migas jauh lebih besar dari pelaksanaan pengeboran migas pertama di Kecamatan Sarudu.
Saat ini kata dia, Tately NV masih mencari titik migas di Kecamatan Tommo dengan kedalam telah mencapai 3.600 meter dari permukaan perut bumi.
"Kami akan melakukan pengeboran hingga 4.000 meter dan akan mencari lagi beberapa sumur migas lagi yang potensi kedalaman dapat dijangkau,"pungkasnya.
Ia berharap migas yang dicari dapat segera ditemukan untuk segera dilakukan ekploitasi agar hasilnya dapat dinikmati secara bersama perusahaan dan daerah ini. (T.KR-ACO/M019)
COPYRIGHT © 2011
Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan tambang Tately NV berencana untuk kembali mengebor atau melakukan ekplorasi minyak dan gas di block Lariang, di Kecamatan Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
"Kami optimis kandungan minyak dan gas di Kabupaten Mamuju Utara sangat besar. Pada pengeboran perdana yang dilakukan di Kecamatan Sarudu telah ditemukan tekanan gas dari perut bumi," kata Manajer Operasional Tately, Mike Ellis di Mamuju, Senin.
Menurut Mike, ketika itu dihentikan kegiatan karena khawatir tekanan gas itu justeru menimbulkan dampak lingkungan.
Rencana untuk kembali melakukan pengeboran di daerah Sarudu akan dilakukan pada lokasi yang tidak jauh dari pengeboran pertama di Mamuju Utara.
"Ada keyakinan tinggi telah ada potensi migas di daerah Sarudu. Makanya, rencana pengeboran ulang di sekitar lokasi itu baru akan dimulai pada awal tahun 2012,"kata dia.
Ia mengatakan, perusahaan miliknya baru akan melakukan produksi apabila kandungan minyak mencapai minimal 200 minyak/barel dan untuk potensi gas maka kandungannya harus jauh lebih besar dari potensi minyak.
"Kita lihat saja apakah ada kandungan yang lebih besar dari apa yang kami temukan pada pengeboran migas di awal tahun 2011 yang lalu. Tentunya, kami selaku perusahan akan terus berupaya mencari titik-titik migas untuk bisa digarap pada masa-masa yang akan datang,"ungkap Mike.
Mike Ellis menyampaikan, kedalaman pengeboran migas yang dilakukan PT Tately NV di Kecamatan Sarudu sudah melewati di kedalaman 2.000 meter namun hanya menemukan tekanan yang diduga mengandung gas.
Oleh karena itu ia mengatakan, PT Tately NV berniat kembali mencari titik lainnya yang dianggap memiliki kandungan migas jauh lebih besar dari pelaksanaan pengeboran migas pertama di Kecamatan Sarudu.
Saat ini kata dia, Tately NV masih mencari titik migas di Kecamatan Tommo dengan kedalam telah mencapai 3.600 meter dari permukaan perut bumi.
"Kami akan melakukan pengeboran hingga 4.000 meter dan akan mencari lagi beberapa sumur migas lagi yang potensi kedalaman dapat dijangkau,"pungkasnya.
Ia berharap migas yang dicari dapat segera ditemukan untuk segera dilakukan ekploitasi agar hasilnya dapat dinikmati secara bersama perusahaan dan daerah ini. (T.KR-ACO/M019)
COPYRIGHT © 2011
Pemkab Harap Nelayan Aman dari Sengketa Lari-Lariang
Jumat, 25 November 2011 Sulbar
Majene, Sulbar (ANTARA News) - Pemkab Majene, Sulawesi Barat, berharap sengketa Pulau Lari-Lariang yang terdapat di Majene, antara Sulbar dengan Kalimantan Selatan tidak merugikan nalayan yang memanfaatkan pulau tersebut sebagai lokasi transit saat melakukan pelayaran.
Kepala Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Majene Syamsuddin Ahmad di Majene, Jumat, mengatakan Pulau Lari-Lariang adalah salah satu lokasi strategis yang dijadikan para nelayan Mejene sebagai tempat peristirahatan sementara saat melakukan pelayaran.
"Saat nelayan menangkap ikan pada malam hari dan tidak bisa langsung kembali ke daratan, maka nelayan tersebut menjadikan Pulau Lari-Lariang sebagai tempat persinggahan sebelum melanjutkan pelayaran," ungkapnya.
Dengan adanya sengketa kepemilikan pulau, dikhawatirkan bisa mengancam nasib nelayan Majene maupun nelayan dari kabupaten lain di Sulbar yang memanfaatkan pulau tersebut.
Menurutnya, sejak lama nelayan Sulbar telah menjadikan pulau itu sebagai tempat persinggahan, utamanya bagi nelayan Majene yang tepat berbatasan dengan Lari-Lariang sebab dianggap tempat tersebut satu-satunya alternatif persinggahan sebelum menuju daratan Majene.
"Kami berharap kasus ini tetap diserahkan kepada beberapa pihak yang menjadi mediator dan pemegang kebijakan, selain itu tidak dikaitkan dengan warga yang tidak mengetahui telalu jauh tentang sengketa ini," lanjut Syamsuddin.
Terkait sengketa kepemilikan Lari-Lariang, dia mengaku bahwa saat ini Sulbar memiliki peluang yang cukup besar untuk menguasai pulau tersebut sesuai hasil keputusan Kementerian Dalam Negeri yang memasukkan Lari-lariang dalam kawasan Sulbar.
Pada lain hal, Kalsel masih tetap bertahan dan mengklaim kepemilikian pulau itu yang dianggap masuk dalam kawasan Kalsel dengan beberapa pertimbangan serta alasan sejarah.
"Kami menganggap hal tersebut sebagai proses yang wajar, lagipula saat ini Pemprov Sulbar juga telah melakukan negosiasi dengan beberapa pihak termasuk kepada Pemprov Kalsel. Yang jelasnya, kami berharap sengketa ini tidak melibatkan warga," ungkapnya. (T.PSO-284/M027)
COPYRIGHT © 2011
Majene, Sulbar (ANTARA News) - Pemkab Majene, Sulawesi Barat, berharap sengketa Pulau Lari-Lariang yang terdapat di Majene, antara Sulbar dengan Kalimantan Selatan tidak merugikan nalayan yang memanfaatkan pulau tersebut sebagai lokasi transit saat melakukan pelayaran.
Kepala Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Majene Syamsuddin Ahmad di Majene, Jumat, mengatakan Pulau Lari-Lariang adalah salah satu lokasi strategis yang dijadikan para nelayan Mejene sebagai tempat peristirahatan sementara saat melakukan pelayaran.
"Saat nelayan menangkap ikan pada malam hari dan tidak bisa langsung kembali ke daratan, maka nelayan tersebut menjadikan Pulau Lari-Lariang sebagai tempat persinggahan sebelum melanjutkan pelayaran," ungkapnya.
Dengan adanya sengketa kepemilikan pulau, dikhawatirkan bisa mengancam nasib nelayan Majene maupun nelayan dari kabupaten lain di Sulbar yang memanfaatkan pulau tersebut.
Menurutnya, sejak lama nelayan Sulbar telah menjadikan pulau itu sebagai tempat persinggahan, utamanya bagi nelayan Majene yang tepat berbatasan dengan Lari-Lariang sebab dianggap tempat tersebut satu-satunya alternatif persinggahan sebelum menuju daratan Majene.
"Kami berharap kasus ini tetap diserahkan kepada beberapa pihak yang menjadi mediator dan pemegang kebijakan, selain itu tidak dikaitkan dengan warga yang tidak mengetahui telalu jauh tentang sengketa ini," lanjut Syamsuddin.
Terkait sengketa kepemilikan Lari-Lariang, dia mengaku bahwa saat ini Sulbar memiliki peluang yang cukup besar untuk menguasai pulau tersebut sesuai hasil keputusan Kementerian Dalam Negeri yang memasukkan Lari-lariang dalam kawasan Sulbar.
Pada lain hal, Kalsel masih tetap bertahan dan mengklaim kepemilikian pulau itu yang dianggap masuk dalam kawasan Kalsel dengan beberapa pertimbangan serta alasan sejarah.
"Kami menganggap hal tersebut sebagai proses yang wajar, lagipula saat ini Pemprov Sulbar juga telah melakukan negosiasi dengan beberapa pihak termasuk kepada Pemprov Kalsel. Yang jelasnya, kami berharap sengketa ini tidak melibatkan warga," ungkapnya. (T.PSO-284/M027)
COPYRIGHT © 2011
Pemkab Majene Diminta Perhatikan Pulau Lari-Lariang
Selasa, 29 November 2011 | Sulbar
Mamuju (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, diminta memperhatikan Pulau Lari-Lariang agar tidak diklaim milik daerah lain.
Asisten II Pemerintah Provinsi Sulbar Aksan Jalaluddin, di Mamuju, Selasa, mengatakan Pemerintah Kabupaten Majene harus memberikan perhatian khusus terhadap Pulau Lari-Lariang yang ternyata berusaha direbut daerah lain.
Ia mengatakan, Pulau Lari-Lariang yang terletak di perairan Sulawesi sebelumnya dklaim masuk dalam wilayah Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.
Padahal, kata dia, Lari-Lariang yang terletak antara Kalimantan dan Sulawesi telah ditetapkan masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sesuai pengakuan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui peraturan pemerintah.
Menurut dia, kasus Pulau Lari-Lariang yang berusaha direbut provinsi lain tidak boleh kembali terjadi sehingga Pemkab Majene harus proaktif menjaganya dengan memberikan perhatian sungguh-sungguh.
"Pemkab Majene harus membentuk tim untuk mengunjungi Pulau Lari-Lariang yang memiliki kekayaan alam berupa minyak dan gas. Misalnya dengan menyusun program pemberdayaan agar pulau itu dapat termanfaatkan dan tetap dapat berada di wilayah Sulbar," katanya.
Ia mengatakan, Lari-Lariang memiliki kekayaan alam yang melimpah sehingga tidak boleh disepelekan pemerintah daerah ini, harus diperhatikan agar dapat dipertahankan keberadaannya masuk dalam wilayah Sulbar.
Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh sebelumnya menegaskan jika masyarakat di Sulbar tidak akan rela Pulau Lari-Lariang yang telah ditetapkan secara hukum masuk wilayah Sulbar direbut Provinsi Kalsel.
"Masyarakat Sulbar tidak akan rela jika wilayahnya, Pulau Lari-Lariang, yang telah dinyatakan secara hukum masuk wilayah Sulbar diambil daerah lain," katanya.
Ia menilai Pemprov Kalsel telah berusaha mengambil Pulau Lari-Lariang yang masuk wilayah Sulbar dengan sikapnya tidak mau mengalah dan berusaha merebut pulau yang kaya minyak itu.
"Kalsel tampaknya terus berusaha 'mencaplok' wilayah Sulbar dengan mengklaim berupaya merebut Pulau Lari-Lariang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, tanpa mau mengerti bahwa pulau itu secara hukum adalah sah milik Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika hal itu tetap dilakukan Pemerintah Provinsi Kalsel, masyarakat Sulbar tidak akan rela dan tetap berupaya mempertahankan Pulau Lari-Lariang. (T.KR-MFH/E005)
COPYRIGHT © 2011
Mamuju (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, diminta memperhatikan Pulau Lari-Lariang agar tidak diklaim milik daerah lain.
Asisten II Pemerintah Provinsi Sulbar Aksan Jalaluddin, di Mamuju, Selasa, mengatakan Pemerintah Kabupaten Majene harus memberikan perhatian khusus terhadap Pulau Lari-Lariang yang ternyata berusaha direbut daerah lain.
Ia mengatakan, Pulau Lari-Lariang yang terletak di perairan Sulawesi sebelumnya dklaim masuk dalam wilayah Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.
Padahal, kata dia, Lari-Lariang yang terletak antara Kalimantan dan Sulawesi telah ditetapkan masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sesuai pengakuan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui peraturan pemerintah.
Menurut dia, kasus Pulau Lari-Lariang yang berusaha direbut provinsi lain tidak boleh kembali terjadi sehingga Pemkab Majene harus proaktif menjaganya dengan memberikan perhatian sungguh-sungguh.
"Pemkab Majene harus membentuk tim untuk mengunjungi Pulau Lari-Lariang yang memiliki kekayaan alam berupa minyak dan gas. Misalnya dengan menyusun program pemberdayaan agar pulau itu dapat termanfaatkan dan tetap dapat berada di wilayah Sulbar," katanya.
Ia mengatakan, Lari-Lariang memiliki kekayaan alam yang melimpah sehingga tidak boleh disepelekan pemerintah daerah ini, harus diperhatikan agar dapat dipertahankan keberadaannya masuk dalam wilayah Sulbar.
Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh sebelumnya menegaskan jika masyarakat di Sulbar tidak akan rela Pulau Lari-Lariang yang telah ditetapkan secara hukum masuk wilayah Sulbar direbut Provinsi Kalsel.
"Masyarakat Sulbar tidak akan rela jika wilayahnya, Pulau Lari-Lariang, yang telah dinyatakan secara hukum masuk wilayah Sulbar diambil daerah lain," katanya.
Ia menilai Pemprov Kalsel telah berusaha mengambil Pulau Lari-Lariang yang masuk wilayah Sulbar dengan sikapnya tidak mau mengalah dan berusaha merebut pulau yang kaya minyak itu.
"Kalsel tampaknya terus berusaha 'mencaplok' wilayah Sulbar dengan mengklaim berupaya merebut Pulau Lari-Lariang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, tanpa mau mengerti bahwa pulau itu secara hukum adalah sah milik Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika hal itu tetap dilakukan Pemerintah Provinsi Kalsel, masyarakat Sulbar tidak akan rela dan tetap berupaya mempertahankan Pulau Lari-Lariang. (T.KR-MFH/E005)
COPYRIGHT © 2011
Kalsel Harus Berhasil Ambil Lari-larian
Sabtu, 19 November 2011 Seputar Kalsel
Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Kolonel Inf (Purn) Nasib Alamsyah menyatakan, provinsinya harus berhasil mengambil kembali Pulau Larilarian.
"Kita harus berhati-hati mempelajari peraturan perundang-undangan agar tidak salah dalam mengajukan gugatan terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011," tandasnya, di Banjarmasin, Kamis.
Permendagri 43/2011, yang dikeluarkan 29 September 2011 itu berisikan penetapan, Pulau Lereklerekan (Pulau Larilarian = versi Kalsel), masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Sulbar).
Oleh sebab itu, gugatan terhadap Pemendagri 43/2011 harus rinci dan jelas, sehingga tak ada keraguan mengenai kepemilikan Pulau Larilarian, yang sejak zaman Hindia Belanda masuk wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalsel.
"Kalsel kini sedang menyiapkan 'Judicial Review' (JR) terhadap Permendagri 43/2011. Kita tak akan tinggal diam terhadap persoalan hak Kalsel tersebut," tandas mantan Komandan Korem Bone Sulawesi Selatan (Sulsel) itu.
"Pemprov Kalsel bersama para pakar, kini sedang mempersiapan materi JR. Kita berharap JR tersebut berhasil merebut kembali Pulau Larilarian ke pangkuan Kalsel," demikian Nasib Alamsyah.
Sebelumnya, Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, Permendagri 43/2011 tidak sesuai dengan prosedur penetapan tapal batas antar wilayah, termasuk menjadikan masukan Kalsel sebagai bahan pertimbangan menetapkan status Pulau Larilarian tersebut.
Ia mengungkapkan, masukan Kalsel berupa berbagai dokumen ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dan Menteri Dalam Negeri menetapkan secara sepihak atas Permandagri 43/2011 tersebut.
"Upaya lain dari Pemprov Kalsel, meminta pendapat sejumlah kalangan untuk mendukung 'second opinion' terhadap keberadaan Pulau Larilarian, dengan tinjauan berbagai aspek," lanjut gubernur dua periode di provinsi tersebut.
"Kita akan terus berupaya mengembalikan Pulau Larilarian ke wilayah Kotabaru Kalsel, baik melalui diplomasi atau pendekatan politik maupun jalur hukum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian Rudy Ariffin./sn*C
COPYRIGHT © 2011
Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Kolonel Inf (Purn) Nasib Alamsyah menyatakan, provinsinya harus berhasil mengambil kembali Pulau Larilarian.
"Kita harus berhati-hati mempelajari peraturan perundang-undangan agar tidak salah dalam mengajukan gugatan terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011," tandasnya, di Banjarmasin, Kamis.
Permendagri 43/2011, yang dikeluarkan 29 September 2011 itu berisikan penetapan, Pulau Lereklerekan (Pulau Larilarian = versi Kalsel), masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Sulbar).
Oleh sebab itu, gugatan terhadap Pemendagri 43/2011 harus rinci dan jelas, sehingga tak ada keraguan mengenai kepemilikan Pulau Larilarian, yang sejak zaman Hindia Belanda masuk wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalsel.
"Kalsel kini sedang menyiapkan 'Judicial Review' (JR) terhadap Permendagri 43/2011. Kita tak akan tinggal diam terhadap persoalan hak Kalsel tersebut," tandas mantan Komandan Korem Bone Sulawesi Selatan (Sulsel) itu.
"Pemprov Kalsel bersama para pakar, kini sedang mempersiapan materi JR. Kita berharap JR tersebut berhasil merebut kembali Pulau Larilarian ke pangkuan Kalsel," demikian Nasib Alamsyah.
Sebelumnya, Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, Permendagri 43/2011 tidak sesuai dengan prosedur penetapan tapal batas antar wilayah, termasuk menjadikan masukan Kalsel sebagai bahan pertimbangan menetapkan status Pulau Larilarian tersebut.
Ia mengungkapkan, masukan Kalsel berupa berbagai dokumen ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dan Menteri Dalam Negeri menetapkan secara sepihak atas Permandagri 43/2011 tersebut.
"Upaya lain dari Pemprov Kalsel, meminta pendapat sejumlah kalangan untuk mendukung 'second opinion' terhadap keberadaan Pulau Larilarian, dengan tinjauan berbagai aspek," lanjut gubernur dua periode di provinsi tersebut.
"Kita akan terus berupaya mengembalikan Pulau Larilarian ke wilayah Kotabaru Kalsel, baik melalui diplomasi atau pendekatan politik maupun jalur hukum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian Rudy Ariffin./sn*C
COPYRIGHT © 2011
Wakil Menteri Siap Membantu
Senin, 31 Oktober 2011 | Seputar Kalsel
Wamenkum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke MA, agar Pulau Larilarian kembali ke Kalsel/Antara
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke Mahkamah Agung, agar Pulau Larilarian kembali masuk wilayah Kalimantan Selatan, karena sebelumnya ditetapkan Kementerian Dalam Negeri masuk wilayah Sulawesi Barat.
Hal tersebut disampaikan Denny pada pidato pembukaan bedah buku karangannya "Indonesia Optimis" di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Sabtu.
Pada bedah buku yang dihadiri ribuan peserta dari akademisi dan mahasiswa tersebut Denny mengatakan bahwa dia bersama dengan Menteri Riset dan Teknologi telah membicarakan masalah tersebut.
"Selain itu saya juga telah bertemu dengan Menteri Dalam Negeri mempertanyakan peraturan penetapan Pulau Larilarian sebutan untuk Kalsel atau Lerek-Lerekan sebutan Sulawesi Barat masuk dalam wilayah Sulbar," katanya.
Padahal tambah dia, secara geografis pulau kaya akan sumber daya alam gas tersebut jauh lebih dekat ke wilayah Kalsel atau Kotabaru yang juga merupakan tanah kelahiran Denny.
Pada saat bertemu dengan Mendagri, tambah dia, ada beberapa jawaban dan alasan yang disampaikan, sehingga pulau Lerek-Lerekan masuk wilayah Sulbar.
"Maka waktu itu saya jawab kita akan bawa masalah ini ke MA dan kita akan berdebat sesuai dengan bukti-bukti yang dimiliki masing-masing wilayah," katanya.
Denny sendiri mengaku merasa yakin kalau Pulau Larilarian adalah masuk wilayah Kalsel, bukan hanya berdasarkan bukti kedekatan wilayah Kalsel dengan pulau tersebut, tetapi juga bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh Pemprov Kalsel.
Namun Denny sangat menyayangkan adanya spanduk yang bertuliskan bahwa "Saatnya Kalimantan Merdeka".
"Saya sangat kaget adanya tulisan yang mengatakan saatnya Kalimantan Merdeka, namun setelah saya tanyakan hanya untuk meramaikan saja," kata Denny yang disambut tawa para peserta.
Bedah buku yang menghadirkan beberapa narasumber yang cukup kompeten dibidangnya tersebut mendapatkan sambutan cukup antusias dari seluruh peserta, dimana para peserta berebut untuk bertanya.
Setelah acara selesai Denny yang merupakan putra asli Kalsel langsung diserbu mahasiswa yang ingin mendapatkan tanda tangan dan foto bersama mantan Ketua Satgas Antimafia Hukum itu.
Sebelumnya, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Ketua DPRD Kalsel Nasib Alamsyah, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani dan beberapa pejabat lainnya menghadapi ke Mendagri untuk mempertanyakan tentang diputuskannya Larilarian masuk Provinsi Sulbar.
Sayangnya, pada saat itu Mendagri hanya bersedia menerima Gubernur Rudy Ariffin, sehingga membuat masalah semakin memanas, dan warga Kalsel merasa dilecehkan./B*C
COPYRIGHT © 2011
Wakil Menteri Siap Membantu
Senin, 31 Oktober 2011 | Seputar Kalsel
Wamenkum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke MA, agar Pulau Larilarian kembali ke Kalsel/Antara
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke Mahkamah Agung, agar Pulau Larilarian kembali masuk wilayah Kalimantan Selatan, karena sebelumnya ditetapkan Kementerian Dalam Negeri masuk wilayah Sulawesi Barat.
Hal tersebut disampaikan Denny pada pidato pembukaan bedah buku karangannya "Indonesia Optimis" di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Sabtu.
Pada bedah buku yang dihadiri ribuan peserta dari akademisi dan mahasiswa tersebut Denny mengatakan bahwa dia bersama dengan Menteri Riset dan Teknologi telah membicarakan masalah tersebut.
"Selain itu saya juga telah bertemu dengan Menteri Dalam Negeri mempertanyakan peraturan penetapan Pulau Larilarian sebutan untuk Kalsel atau Lerek-Lerekan sebutan Sulawesi Barat masuk dalam wilayah Sulbar," katanya.
Padahal tambah dia, secara geografis pulau kaya akan sumber daya alam gas tersebut jauh lebih dekat ke wilayah Kalsel atau Kotabaru yang juga merupakan tanah kelahiran Denny.
Pada saat bertemu dengan Mendagri, tambah dia, ada beberapa jawaban dan alasan yang disampaikan, sehingga pulau Lerek-Lerekan masuk wilayah Sulbar.
"Maka waktu itu saya jawab kita akan bawa masalah ini ke MA dan kita akan berdebat sesuai dengan bukti-bukti yang dimiliki masing-masing wilayah," katanya.
Denny sendiri mengaku merasa yakin kalau Pulau Larilarian adalah masuk wilayah Kalsel, bukan hanya berdasarkan bukti kedekatan wilayah Kalsel dengan pulau tersebut, tetapi juga bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh Pemprov Kalsel.
Namun Denny sangat menyayangkan adanya spanduk yang bertuliskan bahwa "Saatnya Kalimantan Merdeka".
"Saya sangat kaget adanya tulisan yang mengatakan saatnya Kalimantan Merdeka, namun setelah saya tanyakan hanya untuk meramaikan saja," kata Denny yang disambut tawa para peserta.
Bedah buku yang menghadirkan beberapa narasumber yang cukup kompeten dibidangnya tersebut mendapatkan sambutan cukup antusias dari seluruh peserta, dimana para peserta berebut untuk bertanya.
Setelah acara selesai Denny yang merupakan putra asli Kalsel langsung diserbu mahasiswa yang ingin mendapatkan tanda tangan dan foto bersama mantan Ketua Satgas Antimafia Hukum itu.
Sebelumnya, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Ketua DPRD Kalsel Nasib Alamsyah, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani dan beberapa pejabat lainnya menghadapi ke Mendagri untuk mempertanyakan tentang diputuskannya Larilarian masuk Provinsi Sulbar.
Sayangnya, pada saat itu Mendagri hanya bersedia menerima Gubernur Rudy Ariffin, sehingga membuat masalah semakin memanas, dan warga Kalsel merasa dilecehkan./B*C
COPYRIGHT © 2011
Wamenkum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke MA, agar Pulau Larilarian kembali ke Kalsel/Antara
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana siap membantu memperjuangkan gugatan ke Mahkamah Agung, agar Pulau Larilarian kembali masuk wilayah Kalimantan Selatan, karena sebelumnya ditetapkan Kementerian Dalam Negeri masuk wilayah Sulawesi Barat.
Hal tersebut disampaikan Denny pada pidato pembukaan bedah buku karangannya "Indonesia Optimis" di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Sabtu.
Pada bedah buku yang dihadiri ribuan peserta dari akademisi dan mahasiswa tersebut Denny mengatakan bahwa dia bersama dengan Menteri Riset dan Teknologi telah membicarakan masalah tersebut.
"Selain itu saya juga telah bertemu dengan Menteri Dalam Negeri mempertanyakan peraturan penetapan Pulau Larilarian sebutan untuk Kalsel atau Lerek-Lerekan sebutan Sulawesi Barat masuk dalam wilayah Sulbar," katanya.
Padahal tambah dia, secara geografis pulau kaya akan sumber daya alam gas tersebut jauh lebih dekat ke wilayah Kalsel atau Kotabaru yang juga merupakan tanah kelahiran Denny.
Pada saat bertemu dengan Mendagri, tambah dia, ada beberapa jawaban dan alasan yang disampaikan, sehingga pulau Lerek-Lerekan masuk wilayah Sulbar.
"Maka waktu itu saya jawab kita akan bawa masalah ini ke MA dan kita akan berdebat sesuai dengan bukti-bukti yang dimiliki masing-masing wilayah," katanya.
Denny sendiri mengaku merasa yakin kalau Pulau Larilarian adalah masuk wilayah Kalsel, bukan hanya berdasarkan bukti kedekatan wilayah Kalsel dengan pulau tersebut, tetapi juga bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh Pemprov Kalsel.
Namun Denny sangat menyayangkan adanya spanduk yang bertuliskan bahwa "Saatnya Kalimantan Merdeka".
"Saya sangat kaget adanya tulisan yang mengatakan saatnya Kalimantan Merdeka, namun setelah saya tanyakan hanya untuk meramaikan saja," kata Denny yang disambut tawa para peserta.
Bedah buku yang menghadirkan beberapa narasumber yang cukup kompeten dibidangnya tersebut mendapatkan sambutan cukup antusias dari seluruh peserta, dimana para peserta berebut untuk bertanya.
Setelah acara selesai Denny yang merupakan putra asli Kalsel langsung diserbu mahasiswa yang ingin mendapatkan tanda tangan dan foto bersama mantan Ketua Satgas Antimafia Hukum itu.
Sebelumnya, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, Ketua DPRD Kalsel Nasib Alamsyah, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani dan beberapa pejabat lainnya menghadapi ke Mendagri untuk mempertanyakan tentang diputuskannya Larilarian masuk Provinsi Sulbar.
Sayangnya, pada saat itu Mendagri hanya bersedia menerima Gubernur Rudy Ariffin, sehingga membuat masalah semakin memanas, dan warga Kalsel merasa dilecehkan./B*C
COPYRIGHT © 2011
DPRD Kalsel bentuk Pansus Larilarian
Senin, 05 Desember 2011 06:54 WITA | Seputar Kalsel
Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Fathurrahman dari Partai Persatuan Pembangunan menyatakan, pihaknya segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pulau Larilarian Kabupaten Kotabaru.
"Pansus dewan yang membahas/menangani Pulau Larilarian itu, berintikan anggota Komisi I bidang hukum dan pemerintahan DPRD Kalsel," kata dia usai memimpin rapat paripurna DPRD provinsi tersebut, di Banjarmasin, Sabtu.
Selain itu, dua orang dari perutusan fraksi-fraksi DPRD Kalsel, sehingga jumlah keanggotaan Pansus tersebut kemungkinan menjadi 26 orang. Karena anggota Komisi I sebanyak 10 orang, kemudian ditambah 2 X 8 fraksi atau 16 orang.
"Pembentukan Pasus tersebut, insya Allah, 8 Desember 2011, karena nama-nama anggota dewan perutusan dari delapan fraksi sudah masuk ke pimpinan DPRD Kalsel, lanjut wakil rakyat dari PPP itu.
Ia mengharapkan, melalui Pansus dewan, dapat melakukan kajian secara lebih seksama dan mendalam lagi, guna mengambil kembali Pulau Larilarian, yang luasnya sekitar 2,5 hektar tersebut.
Sebab berdasar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 Pulau Larilarian dengan sebutan lain Pulau Lereklerekan itu masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Sulbar), demikian Fathurrahman.
Sebelumnya pada kesempatan terpisah, Ketua DPRD Kalsel, Kolonel Inf (Purn) Nasib Alamsyah menyatakan, provinsinya harus berhasil mengambil kembali Pulau Larilarian dari Sulbar.
Menurut mantan Komandan Korem Bone Sulawesi Selatan (Sulsel) itu, dengan melihat perkembangan terakhir, maka satu-satunya jalan untuk mengambil kembali Pulau Larilarian tersebut, melalui perlawanan hukum atau melakukan gugatan terhadap Permendagri 43/2011.
"Namun kita harus berhati-hati mempelajari peraturan perundang-undangan agar tidak salah dalam mengajukan gugatan terhadap Permendagri 43/2011 tersebut," tandas politisi senior Partai Golkar itu.
Permendagri 43/2011, yang dikeluarkan 29 September 2011 itu berisikan penetapan, Pulau Lereklerekan (Pulau Larilarian = versi Kalsel), masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulbar.
Oleh sebab itu, gugatan terhadap Permendagri 43/2011 harus rinci dan jelas, sehingga tak ada keraguan mengenai kepemilikan Pulau Larilarian, yang sejak zaman Hindia Belanda masuk wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalsel, demikian Nasib Alamsyah.
Pada kesempatan lain, Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, Permendagri 43/2011 tidak sesuai dengan prosedur penetapan tapal batas antar wilayah, termasuk menjadikan masukan Kalsel sebagai bahan pertimbangan menetapkan status Pulau Larilarian tersebut.
Ia mengungkapkan, masukan Kalsel berupa berbagai dokumen ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dan Menteri Dalam Negeri menetapkan secara sepihak atas Permendagri 43/2011 tersebut.
"Upaya lain dari Pemprov Kalsel, meminta pendapat sejumlah kalangan untuk mendukung 'second opinion' terhadap keberadaan Pulau Larilarian, dengan tinjauan berbagai aspek," lanjut gubernur dua periode di provinsi tersebut.
"Kita akan terus berupaya mengembalikan Pulau Larilarian ke wilayah Kotabaru Kalsel, baik melalui diplomasi atau pendekatan politik maupun jalur hukum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian Rudy Ariffin.*C
http://kalsel.antaranews.com/berita/4684/dprd-kalsel-bentuk-pansus-larilarian
Wakil Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Fathurrahman dari Partai Persatuan Pembangunan menyatakan, pihaknya segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pulau Larilarian Kabupaten Kotabaru.
"Pansus dewan yang membahas/menangani Pulau Larilarian itu, berintikan anggota Komisi I bidang hukum dan pemerintahan DPRD Kalsel," kata dia usai memimpin rapat paripurna DPRD provinsi tersebut, di Banjarmasin, Sabtu.
Selain itu, dua orang dari perutusan fraksi-fraksi DPRD Kalsel, sehingga jumlah keanggotaan Pansus tersebut kemungkinan menjadi 26 orang. Karena anggota Komisi I sebanyak 10 orang, kemudian ditambah 2 X 8 fraksi atau 16 orang.
"Pembentukan Pasus tersebut, insya Allah, 8 Desember 2011, karena nama-nama anggota dewan perutusan dari delapan fraksi sudah masuk ke pimpinan DPRD Kalsel, lanjut wakil rakyat dari PPP itu.
Ia mengharapkan, melalui Pansus dewan, dapat melakukan kajian secara lebih seksama dan mendalam lagi, guna mengambil kembali Pulau Larilarian, yang luasnya sekitar 2,5 hektar tersebut.
Sebab berdasar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 Pulau Larilarian dengan sebutan lain Pulau Lereklerekan itu masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulawesi Barat (Sulbar), demikian Fathurrahman.
Sebelumnya pada kesempatan terpisah, Ketua DPRD Kalsel, Kolonel Inf (Purn) Nasib Alamsyah menyatakan, provinsinya harus berhasil mengambil kembali Pulau Larilarian dari Sulbar.
Menurut mantan Komandan Korem Bone Sulawesi Selatan (Sulsel) itu, dengan melihat perkembangan terakhir, maka satu-satunya jalan untuk mengambil kembali Pulau Larilarian tersebut, melalui perlawanan hukum atau melakukan gugatan terhadap Permendagri 43/2011.
"Namun kita harus berhati-hati mempelajari peraturan perundang-undangan agar tidak salah dalam mengajukan gugatan terhadap Permendagri 43/2011 tersebut," tandas politisi senior Partai Golkar itu.
Permendagri 43/2011, yang dikeluarkan 29 September 2011 itu berisikan penetapan, Pulau Lereklerekan (Pulau Larilarian = versi Kalsel), masuk wilayah administrasi Kabupaten Majene Sulbar.
Oleh sebab itu, gugatan terhadap Permendagri 43/2011 harus rinci dan jelas, sehingga tak ada keraguan mengenai kepemilikan Pulau Larilarian, yang sejak zaman Hindia Belanda masuk wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalsel, demikian Nasib Alamsyah.
Pada kesempatan lain, Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin menyatakan, Permendagri 43/2011 tidak sesuai dengan prosedur penetapan tapal batas antar wilayah, termasuk menjadikan masukan Kalsel sebagai bahan pertimbangan menetapkan status Pulau Larilarian tersebut.
Ia mengungkapkan, masukan Kalsel berupa berbagai dokumen ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dan Menteri Dalam Negeri menetapkan secara sepihak atas Permendagri 43/2011 tersebut.
"Upaya lain dari Pemprov Kalsel, meminta pendapat sejumlah kalangan untuk mendukung 'second opinion' terhadap keberadaan Pulau Larilarian, dengan tinjauan berbagai aspek," lanjut gubernur dua periode di provinsi tersebut.
"Kita akan terus berupaya mengembalikan Pulau Larilarian ke wilayah Kotabaru Kalsel, baik melalui diplomasi atau pendekatan politik maupun jalur hukum, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," demikian Rudy Ariffin.*C
http://kalsel.antaranews.com/berita/4684/dprd-kalsel-bentuk-pansus-larilarian
Denny Idrayana Sepakati Jalur Hukum
Jumat, 02 Desember 2011 16:37 WITA | Seputar Kalsel
Oleh: imm
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan, pihaknya sepakat masalah Pulau Larilarian yang menurut Permendagri Nomor 43 Tahun 2011, masuk wilayah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat harus dilakukan upaya hukum.
Hal itu disampaikan Penggagas Kongres Masyarakat Sa-ijaan Kotabaru Nor Ipansyah M Hum, usai melakukan pertemuan bersama pihak Kementerian Dalam Negeri dan sejumlah tokoh dari Kalsel di Jakarta, Jumat.
Seyogyanya, upaya hukum tersebut dilakukan dua jalur sekaligus, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan uji materi atau judicial review dengan konsekuensi juridis masing-masing.
"Yang paling tepat memang Gubernur Kalsel yang mengajukan gugatan," ujar Ipansyah mengutip Denny.
Namun tidak masalah apabila ada pihak lain juga mengajukan gugatan, seperti DPRD atau masyarakat, imbuhnya.
Hakim Agung Abdurrahman menambahkan, memang ini persoalan hukum yg pelik, namun tetap harus diselesaikan lewat jalur hukum.
Ketua Himpunan masyarakat Banjar di Jakarta Mubramsyah, menegaskan, tidak ada kata kompromi.
Pulau Larilarian harus dikembalikan ke Kalimantan Selatan, tegas mantan Duta Besar Indonesia untuk Irak tersebut.
Mubramsyah mengibaratkan, ujar Ipansyah, Pulau Larilarian adalah anak kandung Kalsel yang diberikan sewenang-wenang kepada saudara Sulawesi Barat.
Artinya apabila ini dibiarkan terjadi maka bisa menodai kesatuan dan persatuan NKRI.
Jadi harus dikembalikan ke Kalsel," tandasnya.
Menurut Ipansyah, pertemuan informal tersebut memang diharapkan menjadi cikal bakal pertemuan yang lebih besar dan lebih banyak melibatkan para pihak.
"Dan yang paling tepat itu diprakarsai oleh Gubernur Kalimantan Selatan H Rudy Ariffin," ujar Ipansyah.
Hal tersebut dibenarkan oleh Bupati Kotabaru H Irhami Ridjani dan Abdurrahman, bahwa memang ada rencana kegiatan tersebut disampaikan Gubernur.
Namun sampai saat ini belum ada informasi kapan ditindaklanjuti, terangnya.
Begitu juga saat kunjungan anggota DPR RI Komisi IV ke Kotabaru beberapa waktu lalu.
Para wakil rakyat tersebut menyatakan akan menfasilitasi melalui jalur politik, namun perkembangannya sampai saat ini juga belum ada kejelasan.
Namun demikian pertemuan kecil ini sudah menjadi kekuatan akan komitmen mempertahankan harkat martabat dan harga diri masyarakat Kalsel.
Bupati Kotabaru dan Mubramsyah menegaskan dengan lantang, "Kada bamundur-munduran, harus terus diupayakan dengan cara apapun" (merebut kembali Larilarian akan terus dilakukan dan tidak akan mundur walaupun akan dilakukan dengan berbagai macam cara).
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Ipansyah, Denny sempat menyimak Permendagri 43/2011 dan mengatakan bahwa sepertinya memang ada yang janggal dalam permendagri tersebut.
"Beliau juga menyatakan bahwa pihak kita harus "pasang antena tinggi-tinggi, apakah ada faktor x atau hal-hal lain diluar persoalan hukum yang melatarbelakangi terbitnya Permendagri tersebut," paparnya.
Lain lagi pendapat dari kongres Rakyat Sa-ijaan, bahwa akan tetap mendesak Gubernur Kalsel tidak perlu mengulur-ulur waktu dan jangan menunjukkan sikap lemah dengan pihak Mendagri, apalagi dengan pihak Sulbar.
Tokoh Dewan Adat Sugian Noor MSi, menegaskan, masyarakat Kalsel khususnya Kotabaru pantang menyerah apapun akan dilakukan untuk merebut kembali Pulau Larilarian dari Sulbar.C*C
COPYRIGHT © 2011
Kotabaru Bertekad Rebut Lari-larian
Senin, 14 November 2011 Seputar Kalsel
Oleh: Imam Hanafi
Beragam komentar, data dan fakta, mulai dari bukti peta, admninistrasi dan pengakuan lembaga internasional menunjukan bahwa Pulau Lari-larian merupakan bagian dari wilayah Kotabaru, Pemprov Kalimantan Selatan.
Semuanya disampaikan dalam wadah facebook untuk menyemangati Pemprov Kalsel, dan khususnya Pemkab Kotabaru untuk "merebut" kembali pulau yang mengandung minyak dan gas itu dari "tangan" Sulawesi Barat.
Koordinator Aksi Masyarakat Kotabaru Mohammad Erfan, mengatakan, agenda kedatangan perwakilan masyarakat ke Jakarta menemui Menteri Dalam Negeri hanya satu, yakni meminta Permendagri No.43/2011 dicabut.
Tokoh masyarakat Kotabaru, Nur Zazin menyatakan, sejak zaman Hindia Belanda Pulau Lari-larian masuk dalam wilayah Kotabaru.
Sementara menurut Dewan Adat Dayak Sugian Noor, lepasnya Pulau Lari-larian dari Kalsel dan masuk Sulbar melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 merupakan bentuk pengingkaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap fakta yang ada.
Lepasnya Pulau Lari-larian dari Kotabaru telah mengundang berbagai aksi masyarakat baik dengan demo, hingga menghimpun simpatisan.
Anggota Tim Koordinasi Penyelesaian Pulau Lari-larian Taufik Rifani mengatakan, Pemerintah provinsi kini melakukan yudicial review (uji materi) Permendagri No.43/2011 ke Mahkamah Agung, diantaranya isi dari keberatan Pemprov Kalsel dan Pemkab Kotabaru yang disampaikan kepada Kemdagri.
Gubernur atas nama Pemprov dan masyarakat Kalsel menyatakan menolak diberlakukannya Permendagri tersebut, dengan alasan dari sudut pandang pembuatan produk hukum, terbitnya Permendagri tentang Wilayah Administrasi Pulau Lereklerekan adalah cacat hukum.
Karena substansi sebuah Peraturan di tingkat apapun adalah bersifat pengaturan (regelling) sedangkan materi dalam Permendagri No.43 Tahun 2011 adalah bersifat penetapan (beschiking).
Sehingga penetapan tentang wilayah Administrasi seharusnya menggunakan Keputusan Mendagri bukan dengan Permendagri.
Jadi, Permendagri No. 43 Tahun 2011 diterbitkan tergesa-gesa dan tidak prosedural, karena tidak melalui tahapan yang diatur di dalam Permendagri No.1 Tahun 2006 tentang Penegasan Batas Daerah, yang tidak dicantumkan sebagai dasar dalam Permendagri No.43 Tahun 2011 tersebut.
Hal ini merupakan upaya agar Permendagri ini tidak termasuk di dalam ranah penyelesaian permasalahan batas antara Provinsi Sulawesi Barat dengan Provinsi Kalsel, ujar Taufik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi dan UU 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawei Barat yang dijadikan dasar terbitnya Permendagri No. 43 Tahun 2011, menurut dia juga sama sekali tidak menyebutkan bahwa pulau Lareklerekan/Lari-larian merupakan bagian dari Kabupaten Majene ataupun Provinsi Sulawesi Barat.
Selain itu berdasarkan Formulir Berita Mendagri Nomor T.005/1810/PUM 12 Oktober 2011 perihal Percepatan Penyelesaian Penegasan Batas Daerah di Laut antara Provinsi Kalsel dengan Provinsi Sulbar, menyatakan bahwa masih adanya permasalahan batas Daerah di Laut antara Provinsi Kalimantan Selatan dengan Sulawesi Barat.
Sehingga perlu adanya fasilitas dalam rangka percepatan penyelesaiannya, ujarnya.
Sayangnya Permendagri 43/2011 buru-buru ditetapkan pada 29 September 2011 dan diundangkan pada 7 Oktober 2011 yang kemudian menimbulkan kerancuan dalam penyelesaian permasalahan perbatasan wilayah laut di kedua Provinsi.
Keputusan bertentangan
Pada Rapat tersebut, Direktur Wilayah Administrasi dan Perbatasan menyatakan bahwa berdasarkan pasal 198 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Mendagri mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan penyelenggaraaan fungsi pemerintah, sehingga menerbitkan Permendagri No.43 Tahun 2011.
Hal ini merupakan keputusan yang dipaksakan karena apabila permasalahan Pulau Lari-larian dikategorikan sebagai perselisihan seharusnya Mendagri melakukan upaya fasilitas penyelesaian, namun hal ini belum pernah dilakukan, ujar Taufik.
Berdasarkan data yang sudah disampaikan pascaverifikasi yang dilakukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi terhadap pulau-pulau di Provinsi Kalsel dipastikan pulau Lari-larian merupakan pulau yang berada di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
Disebutkan, dari berbagai peta yang diterbitkan baik oleh Bakosurtanal, Dishidros TNI-AL maupun Peta Citra Google Map menunjukkan bahwa Pulau Lari-larian terletak pada posisi yang lebih dekat dengan Daratan Kalimantan dibandingkan dengan Daratan Sulawesi.
Di Selat Sulawesi yang memisahkan Daratan Kalimantan dengan Sulawesi terdapat Palung Laut yang dapat dijadikan bukti rujukan bahwa kedua pulau (Kalimantan dan Sulawesi) dipisahkan oleh batas alam tersebut.
"Pulau Kalimantan dan Pulau Lari-larian berada pada Paparan Sahul di sebelah Timur Palung dimaksud," katanya.
Rujukan Nasional dan Internasional terhadap keberadaan Pulau Lari-larian antara lain:
ARHLS World List of Lights Directory Lookup Indonesia Update 16 September 2007 menyebutkan Lighthouse nama Pulau Lari-larian terletak di Borneo dengan ARHLS Number IDO 212 koordinat Lat 03 31 S Long 117 27 E dan Gridsguare 0186RL
Dalam rilisnya pada 30 Mei 2007 UN-GEGN membuat buletin yang mencantumkan daftar nama pulau, dimana nama "Lari-larian", terdaftar sebagai sebuah pulau yang berada di Indonesia dalam Provinsi Kalsel.
Peta yang dicetak oleh BAKOSURTANAL untuk wilayah kabupaten Kotabaru juga telah membuat Pulau Lari-larian sebagai daerah Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Peta Terbitan Bakosurtanal (peta LLN No. 20) edisi Tahun 1992 disusun oleh Bakosurtanal dan Dinas Hidro-Oceanografi TNI-AL, tidak dikenal nama Pulau Lareklerekan pada koordinat sebagaimana disebutkan dalam Permendagri No. 43 Tahun 2011 pada pasal 2 (3/30/36/ LS dan 117/27/27/ BT)
Termasuk daerah navigasi pelayaran di selat laut wilayah Kabupaten Kotabaru (Kantor Administrator Pelabuhan Kotabaru-Kalsel).
Berdasarkan data Geologi pada Blok Sebuku (Pearl Oil) urutan stratigrafi batuannya sama dengan batuan pada formasi dalam Cekungan Barito (Daratan Kalimantan).
Dalam Navigasi Suar Administrator Pelabuhan Kotabaru disebutkan pembinaan sampai ke Pulau Lumulumu.
Tata Ruang Perairan Pulau Laut oleh Navigasi Pelayaran Pelabuhan Indonesia dimana Navigasi Pelayaran berupa Rambu Suar di Pulau Lari-larian pada Selat Makassar disebutkan adalah terletak di Kabupaten Kotabaru dengan letak Geografis 03/31/00 LS dan 117/27/40 BT.
Surat Keputusan Bupati Kotabaru No. 522 Tahun 2003 tentang Pembinaan Pulau-pulau terluar dalam Wilayah Kabupaten Kotabaru (termasuk di dalamnya mengatur Pulau Lari-larian dan Pulau Lumulumu), dimana terbitnya Surat Keputusan tersebut sebelum terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat./C*C
COPYRIGHT © 2011
http://kalsel.antaranews.com/berita/4405/kotabaru-bertekad-rebut-lari-larian
Oleh: Imam Hanafi
Beragam komentar, data dan fakta, mulai dari bukti peta, admninistrasi dan pengakuan lembaga internasional menunjukan bahwa Pulau Lari-larian merupakan bagian dari wilayah Kotabaru, Pemprov Kalimantan Selatan.
Semuanya disampaikan dalam wadah facebook untuk menyemangati Pemprov Kalsel, dan khususnya Pemkab Kotabaru untuk "merebut" kembali pulau yang mengandung minyak dan gas itu dari "tangan" Sulawesi Barat.
Koordinator Aksi Masyarakat Kotabaru Mohammad Erfan, mengatakan, agenda kedatangan perwakilan masyarakat ke Jakarta menemui Menteri Dalam Negeri hanya satu, yakni meminta Permendagri No.43/2011 dicabut.
Tokoh masyarakat Kotabaru, Nur Zazin menyatakan, sejak zaman Hindia Belanda Pulau Lari-larian masuk dalam wilayah Kotabaru.
Sementara menurut Dewan Adat Dayak Sugian Noor, lepasnya Pulau Lari-larian dari Kalsel dan masuk Sulbar melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 merupakan bentuk pengingkaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap fakta yang ada.
Lepasnya Pulau Lari-larian dari Kotabaru telah mengundang berbagai aksi masyarakat baik dengan demo, hingga menghimpun simpatisan.
Anggota Tim Koordinasi Penyelesaian Pulau Lari-larian Taufik Rifani mengatakan, Pemerintah provinsi kini melakukan yudicial review (uji materi) Permendagri No.43/2011 ke Mahkamah Agung, diantaranya isi dari keberatan Pemprov Kalsel dan Pemkab Kotabaru yang disampaikan kepada Kemdagri.
Gubernur atas nama Pemprov dan masyarakat Kalsel menyatakan menolak diberlakukannya Permendagri tersebut, dengan alasan dari sudut pandang pembuatan produk hukum, terbitnya Permendagri tentang Wilayah Administrasi Pulau Lereklerekan adalah cacat hukum.
Karena substansi sebuah Peraturan di tingkat apapun adalah bersifat pengaturan (regelling) sedangkan materi dalam Permendagri No.43 Tahun 2011 adalah bersifat penetapan (beschiking).
Sehingga penetapan tentang wilayah Administrasi seharusnya menggunakan Keputusan Mendagri bukan dengan Permendagri.
Jadi, Permendagri No. 43 Tahun 2011 diterbitkan tergesa-gesa dan tidak prosedural, karena tidak melalui tahapan yang diatur di dalam Permendagri No.1 Tahun 2006 tentang Penegasan Batas Daerah, yang tidak dicantumkan sebagai dasar dalam Permendagri No.43 Tahun 2011 tersebut.
Hal ini merupakan upaya agar Permendagri ini tidak termasuk di dalam ranah penyelesaian permasalahan batas antara Provinsi Sulawesi Barat dengan Provinsi Kalsel, ujar Taufik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi dan UU 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawei Barat yang dijadikan dasar terbitnya Permendagri No. 43 Tahun 2011, menurut dia juga sama sekali tidak menyebutkan bahwa pulau Lareklerekan/Lari-larian merupakan bagian dari Kabupaten Majene ataupun Provinsi Sulawesi Barat.
Selain itu berdasarkan Formulir Berita Mendagri Nomor T.005/1810/PUM 12 Oktober 2011 perihal Percepatan Penyelesaian Penegasan Batas Daerah di Laut antara Provinsi Kalsel dengan Provinsi Sulbar, menyatakan bahwa masih adanya permasalahan batas Daerah di Laut antara Provinsi Kalimantan Selatan dengan Sulawesi Barat.
Sehingga perlu adanya fasilitas dalam rangka percepatan penyelesaiannya, ujarnya.
Sayangnya Permendagri 43/2011 buru-buru ditetapkan pada 29 September 2011 dan diundangkan pada 7 Oktober 2011 yang kemudian menimbulkan kerancuan dalam penyelesaian permasalahan perbatasan wilayah laut di kedua Provinsi.
Keputusan bertentangan
Pada Rapat tersebut, Direktur Wilayah Administrasi dan Perbatasan menyatakan bahwa berdasarkan pasal 198 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Mendagri mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan penyelenggaraaan fungsi pemerintah, sehingga menerbitkan Permendagri No.43 Tahun 2011.
Hal ini merupakan keputusan yang dipaksakan karena apabila permasalahan Pulau Lari-larian dikategorikan sebagai perselisihan seharusnya Mendagri melakukan upaya fasilitas penyelesaian, namun hal ini belum pernah dilakukan, ujar Taufik.
Berdasarkan data yang sudah disampaikan pascaverifikasi yang dilakukan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi terhadap pulau-pulau di Provinsi Kalsel dipastikan pulau Lari-larian merupakan pulau yang berada di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
Disebutkan, dari berbagai peta yang diterbitkan baik oleh Bakosurtanal, Dishidros TNI-AL maupun Peta Citra Google Map menunjukkan bahwa Pulau Lari-larian terletak pada posisi yang lebih dekat dengan Daratan Kalimantan dibandingkan dengan Daratan Sulawesi.
Di Selat Sulawesi yang memisahkan Daratan Kalimantan dengan Sulawesi terdapat Palung Laut yang dapat dijadikan bukti rujukan bahwa kedua pulau (Kalimantan dan Sulawesi) dipisahkan oleh batas alam tersebut.
"Pulau Kalimantan dan Pulau Lari-larian berada pada Paparan Sahul di sebelah Timur Palung dimaksud," katanya.
Rujukan Nasional dan Internasional terhadap keberadaan Pulau Lari-larian antara lain:
ARHLS World List of Lights Directory Lookup Indonesia Update 16 September 2007 menyebutkan Lighthouse nama Pulau Lari-larian terletak di Borneo dengan ARHLS Number IDO 212 koordinat Lat 03 31 S Long 117 27 E dan Gridsguare 0186RL
Dalam rilisnya pada 30 Mei 2007 UN-GEGN membuat buletin yang mencantumkan daftar nama pulau, dimana nama "Lari-larian", terdaftar sebagai sebuah pulau yang berada di Indonesia dalam Provinsi Kalsel.
Peta yang dicetak oleh BAKOSURTANAL untuk wilayah kabupaten Kotabaru juga telah membuat Pulau Lari-larian sebagai daerah Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Peta Terbitan Bakosurtanal (peta LLN No. 20) edisi Tahun 1992 disusun oleh Bakosurtanal dan Dinas Hidro-Oceanografi TNI-AL, tidak dikenal nama Pulau Lareklerekan pada koordinat sebagaimana disebutkan dalam Permendagri No. 43 Tahun 2011 pada pasal 2 (3/30/36/ LS dan 117/27/27/ BT)
Termasuk daerah navigasi pelayaran di selat laut wilayah Kabupaten Kotabaru (Kantor Administrator Pelabuhan Kotabaru-Kalsel).
Berdasarkan data Geologi pada Blok Sebuku (Pearl Oil) urutan stratigrafi batuannya sama dengan batuan pada formasi dalam Cekungan Barito (Daratan Kalimantan).
Dalam Navigasi Suar Administrator Pelabuhan Kotabaru disebutkan pembinaan sampai ke Pulau Lumulumu.
Tata Ruang Perairan Pulau Laut oleh Navigasi Pelayaran Pelabuhan Indonesia dimana Navigasi Pelayaran berupa Rambu Suar di Pulau Lari-larian pada Selat Makassar disebutkan adalah terletak di Kabupaten Kotabaru dengan letak Geografis 03/31/00 LS dan 117/27/40 BT.
Surat Keputusan Bupati Kotabaru No. 522 Tahun 2003 tentang Pembinaan Pulau-pulau terluar dalam Wilayah Kabupaten Kotabaru (termasuk di dalamnya mengatur Pulau Lari-larian dan Pulau Lumulumu), dimana terbitnya Surat Keputusan tersebut sebelum terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat./C*C
COPYRIGHT © 2011
http://kalsel.antaranews.com/berita/4405/kotabaru-bertekad-rebut-lari-larian
Delapan Kegiatan Prioritas Nasional Migas 2011
Untuk tahun 2011, terdapat 8 kegiatan prioritas nasional di bidang migas, yang terbagi dalam 2 bagian yaitu peran migas sebagai pasokan energi dan bahan baku serta harga.
Dalam peran migas sebagai pasokan energi dan bahan baku, papar Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (19/1), kegiatan prioritasnya adalah:
1. Meningkatkan jumlah wilayah kerja (WK) baru migas dan gas metana batu bara (CBM) yang ditawarkan. Ditargetkan untuk tahun ini, dapat ditawarkan 40 WK migas dan 10 WK CBM.
2. Meningkatkan produksi migas. Sasaran, tercapainya produksi minyak bumi 970.000 barel per hari dan gas bumi 1.592 MBOEPD.
3. Pengawasan dan pembinaan pemanfaatan gas CBM untuk kelistrikan. Diharapkan gas dari CBM diperoleh dari Blok Sangata 1 dan 2, Blok Banjar 1 dan 2, Blok Pulang Pisau dan Blok Sekayu.
4. Pengawasan dan monitoring pembangunan FSRU, dengan sasaran dapat terlaksananya pembangunan FSRU di Jawa Barat, Sumatera Utara dan Jawa Timur.
Sedangkan dalam peran migas sebagai harga, kegiatan prioritas nasionalnya adalah:
1. Pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga, dengan sasaran terbangunnya 25.000 sambungan rumah.
2. Pembangunan 4 instalasi SPBG dan 1 bengkel pemeliharaan peralatan BBG untuk transportasi.
3. Keberlanjutan program konversi minyak tanah ke LPG. Ditargetkan 5 daerah dapat terkonversi yaitu Sumatera Barat, Bangka-Belitung, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah.
4. Pengaturan BBM bersubsidi. Sasaran, tercapainya pemberian BBM bersubsidi yang tepat sasaran dan tepat volume yaitu 38,59 juta kiloliter.
Kegiatan strategis dapat berupa kegiatan fisik seperti infrastruktur dan non fisik termasuk kebijakan (policy). Pendanaannya dapat berasal dari APBN dan non APBN.
Dukungan pendanaan APBN terhadap kegiatan strategis dapat berupa kegiatan fisik seperti jaringan gas kota, paket LPG 3 kg atau non fisik seperti fasilitasi, sosialisasi dan peraturan.
\"Dana APBN yang dialokasikan untuk penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan dimaksudkan guna mendorong investasi non APBN,\" tambah Darwin.
http://www.migas.esdm.go.id/wap/artisa.php?op=Berita&id=2083
Dalam peran migas sebagai pasokan energi dan bahan baku, papar Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (19/1), kegiatan prioritasnya adalah:
1. Meningkatkan jumlah wilayah kerja (WK) baru migas dan gas metana batu bara (CBM) yang ditawarkan. Ditargetkan untuk tahun ini, dapat ditawarkan 40 WK migas dan 10 WK CBM.
2. Meningkatkan produksi migas. Sasaran, tercapainya produksi minyak bumi 970.000 barel per hari dan gas bumi 1.592 MBOEPD.
3. Pengawasan dan pembinaan pemanfaatan gas CBM untuk kelistrikan. Diharapkan gas dari CBM diperoleh dari Blok Sangata 1 dan 2, Blok Banjar 1 dan 2, Blok Pulang Pisau dan Blok Sekayu.
4. Pengawasan dan monitoring pembangunan FSRU, dengan sasaran dapat terlaksananya pembangunan FSRU di Jawa Barat, Sumatera Utara dan Jawa Timur.
Sedangkan dalam peran migas sebagai harga, kegiatan prioritas nasionalnya adalah:
1. Pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga, dengan sasaran terbangunnya 25.000 sambungan rumah.
2. Pembangunan 4 instalasi SPBG dan 1 bengkel pemeliharaan peralatan BBG untuk transportasi.
3. Keberlanjutan program konversi minyak tanah ke LPG. Ditargetkan 5 daerah dapat terkonversi yaitu Sumatera Barat, Bangka-Belitung, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah.
4. Pengaturan BBM bersubsidi. Sasaran, tercapainya pemberian BBM bersubsidi yang tepat sasaran dan tepat volume yaitu 38,59 juta kiloliter.
Kegiatan strategis dapat berupa kegiatan fisik seperti infrastruktur dan non fisik termasuk kebijakan (policy). Pendanaannya dapat berasal dari APBN dan non APBN.
Dukungan pendanaan APBN terhadap kegiatan strategis dapat berupa kegiatan fisik seperti jaringan gas kota, paket LPG 3 kg atau non fisik seperti fasilitasi, sosialisasi dan peraturan.
\"Dana APBN yang dialokasikan untuk penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan dimaksudkan guna mendorong investasi non APBN,\" tambah Darwin.
http://www.migas.esdm.go.id/wap/artisa.php?op=Berita&id=2083
Mubadala masuk Blok Sebuku
BISNIS INDONESIA :: 22 Juni 2011
JAKARTA: Mubadala Development Co, perusahaan investasi milik Pemerintah Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, slap menginvestasikan Jana US$500 juta di lapangan gas Ruby, Blok Sebuku di lepas pantai Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam rangka investasi itu, seperti dilaporkan Bloomberg, Mubadala menyiapkan dana sebesar itu melalui Pearl Oil Ltd. Rencana pengembangan Lapangan Ruby sendiri telah mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia pada Juli 2008.
Kepemilikan lapangan itu saat ini adalah Pearl Oil Ltd 70%, Inpex 15%, clan Total SA sebesar 15%. (BlsNIs/FH)
http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/260347/Mubadala-masuk-Blok-Sebuku-EKSPLORASI
JAKARTA: Mubadala Development Co, perusahaan investasi milik Pemerintah Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, slap menginvestasikan Jana US$500 juta di lapangan gas Ruby, Blok Sebuku di lepas pantai Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam rangka investasi itu, seperti dilaporkan Bloomberg, Mubadala menyiapkan dana sebesar itu melalui Pearl Oil Ltd. Rencana pengembangan Lapangan Ruby sendiri telah mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia pada Juli 2008.
Kepemilikan lapangan itu saat ini adalah Pearl Oil Ltd 70%, Inpex 15%, clan Total SA sebesar 15%. (BlsNIs/FH)
http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/260347/Mubadala-masuk-Blok-Sebuku-EKSPLORASI
Jangan Ribut soal Pulau Larilarian
Kamis, 24 November 2011 06:39 WITA | Seputar Kalsel
Kapolda Kalsel, Syafruddin (tengah)/herry
Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Brigjen Polisi Syafruddin berharap persoalan Pulau Larilarian tidak perlu diributkan agar jangan sampai memunculkan konflik berkepanjangan.
"Pulau Larilarian tidak akan pernah menjadi persoalan berarti bila seluruh pihak berhati-hati dan menjalin komunikasi dengan baik," kata Kapolda pada Forun Komunkasi Pimpinan Daerah dalam mewujudkan ketertiban masyarakat di Hotel "A" Banjarmasin.
Pada pertemuan yang dipimpin Gubernur Kalsel Rudy Ariffin dan dihadiri pemimpin daerah Provinsi Kalsel dan kabupaten/kota tersebut, Kapolda meminta agar semua unsur masyarakat tidak terpancing dengan hal-hal yang bisa memicu konflik.
Menurut Kapolda, Larilarian hanyalah sebuah pulau kecil yang ada di Indonesia yang tidak seharusnya diperebutkan oleh masyarakat Kalimantan Selatan maupun Sulawesi barat.
"Larilarian bukan batas negara tetapi batas provinsi yang berarti juga milik Indonesia sehingga tidak perlu direbutkan maupun disengketakan," katanya.
Kapolda berharap, pemerintah daerah dan instansi terkait menyelesaikan persoalan Larilarian melalui jalur hukum maupun komunikasi dengan baik sehingga tidak perlu melibatkan masyarakat secara luas.
"Pulau Larilarian adalah pulau kecil namun pada saat ditemukan ada potensi investor yang masuk meminta izin kepada kedua provinsi yang bersangkutan," katanya.
Gubernur Kalsel Rudy Ariffin setuju dengan pernyataan Kapolda dan pihaknya kini sedang dalam proses mengumpulkan bukti dan penyusunan untuk bisa melakukan upaya hukum.
"Tentang siapa nanti yang menggugat akan kita lihat dulu apakah atas nama masyarakat Kalsel atau bagaimana, karena kalau lewat PTUN pejabat pemerintah tidak bisa saling menggugat," katanya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga telah melakukan komunikasi dengan gubernur Sulawesi Barat membahas masalah Pulau Larilarian dan akan terus ditindaklanjuti.
Menurut gubernur ,beberapa waktu lalu pihaknya juga melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh Kalsel membahas persoalan tersebut dan keputusannya Kalsel akan tetap melakukan gugatan.
"Kemungkinan Desember 2011 ini akan diajukan gugatan," katanya.
Berdasarkan informasi Wikipedia, Pulau Larilarian adalah sebuah pulau yang termasuk wilayah kecamatan Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pulau itu terletak 60 mil di sebelah timur Pulau Sebuku dan 80 mil dari Pulau Sulawesi.
Berdasar website Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, potensi sumber energi di pulau tersebut merupakan gas kering (dry gas) Dengan kandungan terdiri atas 97- 98 metana, 0,5-0,75 mol persen CO2 dan 0,2-0,32 persen nitrogen.
Sedangkan gas yang terkandung di pulau itu tidak mengandung logam berat.
Pulau Larilarian terletak di blok Sebuku, Selat Makassar sekitar 139 km atau 75 mil dari Pulau Laut Kotabaru, Kalsel. Jarak dengan pulau terdekat yakni Pulau Larilarian, Kecamatan Pulau Sebuku, Kotabaru sekitar 25 km atau 15,5 mil.(B/A)
COPYRIGHT © 2011
Kotabaru Peroleh Saham Blok Sebuku
Kamis, 03 Juni 2010
Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan dipastikan memperoleh 66,6 persen saham dari "participation interst" (PI) sebesar 10 persen pemberian perusahaan migas PT Pearl Oil Blok Sebuku.
"Sedangkan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan akan mendapatkan saham dari PI sebesar 33,3 persen dari 10 persen PI," kata Kabag Hukum Setda Kabupaten Kotabaru, Taufik Rifani kepada ANTARA di Kotabaru, Selasa.
Berdasarkan peratuan pemerintah (PP) Nomor35 tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas pasal 34 menyebutkan daerah mendapatkan hak istimewa berupa saham 'participation interst' sebesar 10 persen.
PI 10 persen tersebut merupakan hak istimewa yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwilayah kerja pertambangan kontraktor kerja sama.
"Saat ini Kotabaru telah membentuk BUMD Saijaan Mitra Lestari," kata dia.
BUMD Saijaan Mitra Lestari, lanjut dia, bukan hanya akan menangani PI dari PT Pearl Oil yang membuka tambang di Blok Sebuku, namun juga PI dari Blok Segiri dan blok-blok yang lain yang membuka tambang migas di wilayah Kotabaru.
Berdasarkan data tekhnis lapangan, Blok Sebuku yang terletak di perairan Lari-Larian, Kecamatan Pulau Sebuku memiliki cadangan gas sekitar 370 billion cubic feet (BCF).
Hasil DST test di sumur Makssar Strait-4 menunjukkan adanya kandungan 40 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCF/D) gas dan 50 BPD condensate, terang Taufik.
Rencananya gas akan dialirkan melalui pipa dasar laut sepanjang 300 km ke Senipah, Kalimatan Timur.
Hasil perhitungan keekonomian, proyek gas dan condensate Blok KKKS Sebuku menunjukkan belanja modal yang harus dikucurkan untuk proyek ini (Capex) mencapai 211 juta dollar AS, Sunk Cost 90 juta dolar, dan internal rate of return (IRR) 35 persen.
Selain PI Kotabaru juga masih berhak mendapatkan penerimaan atas pengelolaan minyak dan gas keterkaitan dengan kewenangan dan hak Kabupaten Kotabaru pada Blok Sebuku.
"Dana bagi hasil dan peluang pendukung bidang migas (Bidang logistik dan penyedia kegiatan teknis seluruh aktivitas pertambangan migas)," tambanya.
Pemberian dana bagi hasil telah dijelaskan dalam UU 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Akhmad Rivai, meminta perusahaan serta badan pengelola migas segera menyampaikan berapa total investasi Pearl Oil di Blok Sebuku agar pemerintah mudah menyiapkan dana penyertaan saham.
"Kami juga meminta perusahaan membangun kantor perwakilan dan selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah," katanya.
COPYRIGHT © 2010
http://kalsel.antaranews.com/berita/81/kotabaru-peroleh-saham-blok-sebuku
Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan dipastikan memperoleh 66,6 persen saham dari "participation interst" (PI) sebesar 10 persen pemberian perusahaan migas PT Pearl Oil Blok Sebuku.
"Sedangkan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan akan mendapatkan saham dari PI sebesar 33,3 persen dari 10 persen PI," kata Kabag Hukum Setda Kabupaten Kotabaru, Taufik Rifani kepada ANTARA di Kotabaru, Selasa.
Berdasarkan peratuan pemerintah (PP) Nomor35 tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas pasal 34 menyebutkan daerah mendapatkan hak istimewa berupa saham 'participation interst' sebesar 10 persen.
PI 10 persen tersebut merupakan hak istimewa yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwilayah kerja pertambangan kontraktor kerja sama.
"Saat ini Kotabaru telah membentuk BUMD Saijaan Mitra Lestari," kata dia.
BUMD Saijaan Mitra Lestari, lanjut dia, bukan hanya akan menangani PI dari PT Pearl Oil yang membuka tambang di Blok Sebuku, namun juga PI dari Blok Segiri dan blok-blok yang lain yang membuka tambang migas di wilayah Kotabaru.
Berdasarkan data tekhnis lapangan, Blok Sebuku yang terletak di perairan Lari-Larian, Kecamatan Pulau Sebuku memiliki cadangan gas sekitar 370 billion cubic feet (BCF).
Hasil DST test di sumur Makssar Strait-4 menunjukkan adanya kandungan 40 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCF/D) gas dan 50 BPD condensate, terang Taufik.
Rencananya gas akan dialirkan melalui pipa dasar laut sepanjang 300 km ke Senipah, Kalimatan Timur.
Hasil perhitungan keekonomian, proyek gas dan condensate Blok KKKS Sebuku menunjukkan belanja modal yang harus dikucurkan untuk proyek ini (Capex) mencapai 211 juta dollar AS, Sunk Cost 90 juta dolar, dan internal rate of return (IRR) 35 persen.
Selain PI Kotabaru juga masih berhak mendapatkan penerimaan atas pengelolaan minyak dan gas keterkaitan dengan kewenangan dan hak Kabupaten Kotabaru pada Blok Sebuku.
"Dana bagi hasil dan peluang pendukung bidang migas (Bidang logistik dan penyedia kegiatan teknis seluruh aktivitas pertambangan migas)," tambanya.
Pemberian dana bagi hasil telah dijelaskan dalam UU 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Akhmad Rivai, meminta perusahaan serta badan pengelola migas segera menyampaikan berapa total investasi Pearl Oil di Blok Sebuku agar pemerintah mudah menyiapkan dana penyertaan saham.
"Kami juga meminta perusahaan membangun kantor perwakilan dan selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah," katanya.
COPYRIGHT © 2010
http://kalsel.antaranews.com/berita/81/kotabaru-peroleh-saham-blok-sebuku
Total Akuisisi 15% Saham Pearl Oil di Blok Sebuku
Nurseffi Dwi Wahyuni - detikFinance
Jumat, 01/10/2010
Jakarta - Total Oil and Gas mengakuisisi 15% saham Pearl Oil (Sebuku) Ltd di Blok Sebuku yang berada di lepas pantai Selat Makassar. Pearl Oil merupakan anak perusahaan dari Mubadala Development Company PJS.
“Sesuai perjanjian yang ditanda-tangani tersebut, sebagai operator, Pearl Oil akan tetap memiliki 70% dan selebihnya 15% dimiliki oleh INPEX,” demikian siaran pers perseroan yang dikutip detikFinance, Jumat (1/10/2010).
Ijin usaha pertambangan ini berlokasi 300 kilometer di sebelah selatan fasilitas Peciko yang saat ini dioperasikan oleh Total, dan meliputi wilayah seluas lebih dari 2300 kilometer persegi, dengan kedalaman laut berkisar antara 50 sampai dengan 200 meter.
Rencana Pengembangan (plan of development/PoD) lapangan Ruby telah mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia pada Juli 2008. Operator merencanakan ladang gas tersebut mulai berproduksi pada 2013, dengan target produksi gas alam sebesar 100 juta kaki kubik per hari (atau sekitar 1 miliar kubik meter per tahun).
Akuisisi yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Indonesia ini memungkinkan Total untuk mengkonsolidasi kehadirannya di wilayah Kalimantan, yang berdekatan dengan lisensi (Ijin Usaha Pertambangan) Mahakam dan South East Mahakam yang saat ini telah dioperasikan oleh grup Total.
(epi/ang)
http://finance.detik.com/read/2010/10/01/142944/1453114/4/total-akuisisi-15-saham-pearl-oil-di-blok-sebuku
Jumat, 01/10/2010
Jakarta - Total Oil and Gas mengakuisisi 15% saham Pearl Oil (Sebuku) Ltd di Blok Sebuku yang berada di lepas pantai Selat Makassar. Pearl Oil merupakan anak perusahaan dari Mubadala Development Company PJS.
“Sesuai perjanjian yang ditanda-tangani tersebut, sebagai operator, Pearl Oil akan tetap memiliki 70% dan selebihnya 15% dimiliki oleh INPEX,” demikian siaran pers perseroan yang dikutip detikFinance, Jumat (1/10/2010).
Ijin usaha pertambangan ini berlokasi 300 kilometer di sebelah selatan fasilitas Peciko yang saat ini dioperasikan oleh Total, dan meliputi wilayah seluas lebih dari 2300 kilometer persegi, dengan kedalaman laut berkisar antara 50 sampai dengan 200 meter.
Rencana Pengembangan (plan of development/PoD) lapangan Ruby telah mendapat persetujuan Pemerintah Indonesia pada Juli 2008. Operator merencanakan ladang gas tersebut mulai berproduksi pada 2013, dengan target produksi gas alam sebesar 100 juta kaki kubik per hari (atau sekitar 1 miliar kubik meter per tahun).
Akuisisi yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Indonesia ini memungkinkan Total untuk mengkonsolidasi kehadirannya di wilayah Kalimantan, yang berdekatan dengan lisensi (Ijin Usaha Pertambangan) Mahakam dan South East Mahakam yang saat ini telah dioperasikan oleh grup Total.
(epi/ang)
http://finance.detik.com/read/2010/10/01/142944/1453114/4/total-akuisisi-15-saham-pearl-oil-di-blok-sebuku
Friday, November 25, 2011
Masyarakat Sulbar tak Rela Lari-Lariang "Direbut" Kalsel
Rabu, 16 November 2011
Mamuju (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh menyatakan, masyarakat di daerah itu tidak akan rela Pulau Lariang-Lariang yang telah ditetapkan secara hukum masuk wilayah Sulawesi Barat "direbut" Provinsi Kalimantan Selatan.
Anwar Adnan Sale
"Masyarakat Sulbar tidak akan rela jika wilayahnya, Pulau Lari-Lariang, yang telah dinyatakan secara hukum masuk ke wilayah Sulbar 'direbut' Provinsi Kalsel," katanya di Mamuju, Rabu.
Ia menilai Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah berusaha "mencaplok" Pulau Lari-Lariang yang masuk wilayah Sulbar dengan sikapnya tidak mau mengalah dan berusaha merebut pulau yang kaya minyak itu.
"Kalsel tampaknya terus berusaha 'mencaplok' wilayah Sulbar dengan mengklaim dan berupaya merebut Pulau Lari-Lariang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Majene Provinsi Sulbar, tanpa mau mengerti bahwa pulau itu secara hukum adalah sah milik Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika hal itu tetap dilakukan Pemerintah Provinsi Kalsel, maka masyarakat Sulbar tidak akan rela dan tetap berupaya mempertahankan Pulau Lari-Lariang sebagai wilayah Provinsi Sulbar.
Pulau Lari-Lariang merupakan salah satu pulau yang berada di perairan Sulawesi dan masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sesuai pengakuan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui peraturan pemerintah.
Karena iyu, katanya, klaim Pemprov Kalsel bahwa Pulau Lari-Lariang masuk dalam wilayah Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel, tidak beralasan karena tidak melalui legitimasi aturan yang jelas.
"Jadi pemerintah di Provinsi Kalsel sebaiknya menghentikan upaya untuk merebut Pulau Lari-Lariang yang sudah sangat jelas masuk dalam wilayah Sulbar sesuai aturan yang ada," katanya.
Ia juga meminta masyarakat Kota Baru berhenti berdemonstrasi untuk merebut Pulau Lari-Lariang karena masyarakat Sulbar juga bisa melakukan hal serupa untuk mempertahankan Pulau Lari-Lariang yang menjadi wilayahnya.
"Masyarakat Sulbar akan mempertahankan Pulau Lari-Lariang agar tidak direbut Kalsel karena Pulau Lari-Lariang adalah milik Sulbar," katanya.
Gubernur Sulbar Anwar Adnan menuding ada upaya Pemerintah Kalsel merebut Pulau Lari-Lariang karena daerah itu memiliki potensi gas alam yang besar. Tetapi pemerintah di Sulbar juga tidak akan rela dan akan mempertahankan karena itu wilayahnya.
Dia mengatakan, pemerintah di Sulbar akan segera menuntaskan masalah sengketa wilayah itu dengan melibatkan pemerintah tingkat pusat.
"Pemerintah di Sulbar siap membicarakan sengketa wilayah yang diperebutkan ini, dengan melibatkan Kemendagri agar jelas siapa yang berhak atas Pulau Lari-Lariang ini," ujarnya. (T.KR-MFH/S023)
COPYRIGHT © 2011
http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/33907/masyarakat-sulbar-tak-rela-lari-lariang-direbut-kalsel
Mamuju (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Barat, Anwar Adnan Saleh menyatakan, masyarakat di daerah itu tidak akan rela Pulau Lariang-Lariang yang telah ditetapkan secara hukum masuk wilayah Sulawesi Barat "direbut" Provinsi Kalimantan Selatan.
Anwar Adnan Sale
"Masyarakat Sulbar tidak akan rela jika wilayahnya, Pulau Lari-Lariang, yang telah dinyatakan secara hukum masuk ke wilayah Sulbar 'direbut' Provinsi Kalsel," katanya di Mamuju, Rabu.
Ia menilai Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah berusaha "mencaplok" Pulau Lari-Lariang yang masuk wilayah Sulbar dengan sikapnya tidak mau mengalah dan berusaha merebut pulau yang kaya minyak itu.
"Kalsel tampaknya terus berusaha 'mencaplok' wilayah Sulbar dengan mengklaim dan berupaya merebut Pulau Lari-Lariang yang masuk dalam wilayah Kabupaten Majene Provinsi Sulbar, tanpa mau mengerti bahwa pulau itu secara hukum adalah sah milik Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika hal itu tetap dilakukan Pemerintah Provinsi Kalsel, maka masyarakat Sulbar tidak akan rela dan tetap berupaya mempertahankan Pulau Lari-Lariang sebagai wilayah Provinsi Sulbar.
Pulau Lari-Lariang merupakan salah satu pulau yang berada di perairan Sulawesi dan masuk dalam wilayah Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat, sesuai pengakuan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui peraturan pemerintah.
Karena iyu, katanya, klaim Pemprov Kalsel bahwa Pulau Lari-Lariang masuk dalam wilayah Pulau Sebuku di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalsel, tidak beralasan karena tidak melalui legitimasi aturan yang jelas.
"Jadi pemerintah di Provinsi Kalsel sebaiknya menghentikan upaya untuk merebut Pulau Lari-Lariang yang sudah sangat jelas masuk dalam wilayah Sulbar sesuai aturan yang ada," katanya.
Ia juga meminta masyarakat Kota Baru berhenti berdemonstrasi untuk merebut Pulau Lari-Lariang karena masyarakat Sulbar juga bisa melakukan hal serupa untuk mempertahankan Pulau Lari-Lariang yang menjadi wilayahnya.
"Masyarakat Sulbar akan mempertahankan Pulau Lari-Lariang agar tidak direbut Kalsel karena Pulau Lari-Lariang adalah milik Sulbar," katanya.
Gubernur Sulbar Anwar Adnan menuding ada upaya Pemerintah Kalsel merebut Pulau Lari-Lariang karena daerah itu memiliki potensi gas alam yang besar. Tetapi pemerintah di Sulbar juga tidak akan rela dan akan mempertahankan karena itu wilayahnya.
Dia mengatakan, pemerintah di Sulbar akan segera menuntaskan masalah sengketa wilayah itu dengan melibatkan pemerintah tingkat pusat.
"Pemerintah di Sulbar siap membicarakan sengketa wilayah yang diperebutkan ini, dengan melibatkan Kemendagri agar jelas siapa yang berhak atas Pulau Lari-Lariang ini," ujarnya. (T.KR-MFH/S023)
COPYRIGHT © 2011
http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/33907/masyarakat-sulbar-tak-rela-lari-lariang-direbut-kalsel
Friday, November 18, 2011
Kerja Keras Merebut Pulau "Migas"
(Berita Daerah - Kalimantan) - Sejak terdengar isu pulau Lerek-Lerekan diklaim masuk wilayah Sulawesi Barat, Pemerintah Kabupaten Kotabaru di Kalimantan Selatan mulai berusaha mempertahankan pulau itu sebagai bagian wilayah Kotabaru.
Pulau Larek-larekan, yang oleh Pemerintah Kabupaten Kota Baru disebut pulau Lari-Larian, terletak di koordinat LS 03 drajat 32`53" dan BT 117 drajat 27`14" dengan panjang sekitar 340 meter dengan lebar sekitar 146 meter total luas sekitar 3,5 hektare.
Pulau Larek-larekan menjadi sengketa, karena diperkirakan di pulau tersebut menyimpan cadangan gas sekitar 370 miliar kaki kubik (BCF).
Pemerintah Kabupaten Kotabaru merasa terusik karena mereka menganggap Lari-Larian telah memiliki legalitas jelas menjadi bagian wilayah Kotabaru. Dalam catatan administrasi Kabupaten Kotabaru, pulau itu merupakan bagian dari Desa Sekapung, Kecamatan Pulau Sebuku,
Bukan hanya bukti administrasi dalam negeri, bahkan negara-negara tetangga juga memiliki bukti administrasi bahwa Lari-Larian adalah bagian dari wilayah Kotabaru.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, Akhmad Rivai memastikan bahwa pulau Lari-larian sudah jelas bagian dari wilayah Kotabaru.
"Jika ada daerah lain yang mengklaim Lari-larian itu masuk wilayah Sulawesi Barat itu tidak benar, karena berdasarkan bukti-bukti yang sah seperti Bakosurtanal bahwa pulau tersebut berada di wilayah Kotabaru," katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, H Muhammad Ansyar Nur, sependapat dengan Kadistamben bahwa Lari-larian termasuk bagian dari wilayah Kotabaru.
"Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke 53 tanggal 31 Agustuss 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan," ujarnya.
Selain itu, Lari-larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.
Oleh karena itu pada 2006, bupati Kotabaru juga mengeluarkan SK Bupati no.471/2006 tentang penegasan pulau Lari-larian sebagai wilayah Kotabaru.
Menurut Ansyar, kronologis munculnya isu Lari-larian masuk wilayah Sulawesi Barat awalnya ketika tim pusat melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Indonesia sekitar tahun 2008.
"Kebetulan tim melakukan inventerisasi pulau-pulau kecil di wilayah Sulawesi Barat lebih dahulu sebelum melakukan inventarisasi di wilayah Kalimantan, sehingga pulau tersebut diklaim masuk wilayah Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika tim tersebut melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Kotabaru terlebih dahulu, mungkin tim tetap akan memasukkan pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru.
Namun demikian, lanjut Ansyar, lebih dahulu atau belakangan diinventarisasi, Pulau Lari-larian tetap menjadi bagian dari wilayah Kotabaru.
Terlebih kondisi di lapangan, Pulau Lari-Larian berjarak dengan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru hanya sekitar 60 mil laut dengan Pulau Sambergelap Kotabaru sekitar 40 mil laut.
Sedangkan jarak Pulau Lari-Larian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut.
Ketua DPRD Kotabaru Alpidri Supian Noor, mengemukakan, berdasarkan hasil rapat antara Dirjen Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil dengan Bappeda dan Kabag Hukum Kabupaten Kotabaru serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, memutuskan pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru.
"Seperti yang disampaikan oleh Dirjen Perbatasan dan Pulau-pulau kecil Astuti, bahwa Lari-larian merupakan bagian dari wilayah Kotabaru, kita tinggal menunggu peraturan pemerintah (PP)-nya saja," kata Alpidri.
Menurut kader Golkar tersebut, Kotabaru telah lega bahwa pekerjaan berat dan panjang kini tidak sia-sia, karena Pulau Lari-larian yang kini sedang dieksplorasi oleh PT Pearl Oil LTD perusahaan tambang migas bagian dari wilayah Kotabaru.
"Jika masalah ini telah selesai maka Pemkab Kotabaru tinggal koordinasi saja dengan pihak perusahaan bagaimana langkah selanjutnya," ujarnya.
Kabag Hukum Setda Kotabaru Taufik Rifani, mengatakan, semula Kotabaru hanya berharap keputusan pemerintah tentang status Pulau Lari-Larian ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, namun ternyata pemerintah akan membuat peraturan pemerintah (PP).
"Peraturan pemerintah tentang Pulau Lari-Larian yang merupakan bagian dari wilayah Desa Sekapung Kecamatan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru tersebut kedudukannya lebih tinggi dari SK Mendagri," ujarnya.
Ia mengatakan, berdasarkan daftar lampiran nama-nama pulau di Provinsi Kalimantan Selatan hasil dari verifikasi dan pemberian nama-nama pulau di Indonesia, bahwa pulau Lari-Larian berada pada urutan kedua dari 134 pulau di Kalsel yang akan diterbitkan PP-nya.
Dengan demikian, lanjut dia, sengketa antara pemerintah Provinsi Sulawesi barat dengan Kabupaten Kotabaru tentang pulau Lari-Larian harus segera diakhiri.
"Karena berdasarkan bukti administrasi yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dan pengakuan dari Pemerintah Inggris dan Australia bahwa pulau Lari-Larian jelas masuk wilayah "Borneo" Kalimantan, yakni, Kalimantan Selatan, Kabupaten Kotabaru," katanya.
Membangun pos.
Pemerintah Kabupaten Kotabaru segera membangun pos/kantor pelayanan publik di Pulau Lari-Larian, sekitar 60 mil sebelah timur Desa Sekapung, Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru.
"Selain pos pelayanan yang dibangun pemerintah daerah, Kantor Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan juga berencana membangun mercusuar di Pulau Lari-Larian," kata Taufik.
Menurut dia, pembangunan infrastruktur di pulau tersebut bertujuan untuk mendukung aktivitas perusahaan tambang minyak dan gas (migas) PT Pearl Oil di Pulau Lari-Larian, karena tidak lama lagi perusahaan tersebut segera melakukan eksplotasi gas di sana.
Selain itu, pembangunan prasarana dan sarana itu juga dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya para nelayan atau masyarakat yang kebetulan singgah di pulau yang luasnya sekitar 3,5 hektare tersebut.
"Siapa tahu ada nelayan yang terdampar atau masyarakat yang ingin menyelam di pulau tersebut, karena karang di sekitar Pulau Lari-Larian lebih indah dibandingkan dengan karang di Bunaken, Sulut," ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Kotabaru beberapa tahun terakhir telah memasang alat navigasi di Pulau Lari-Larian.
Langkah tersebut merupakan bagian dari pembinaan pemerintah Kabupaten Kotabaru terhadap wilayahnya yang terdiri dari 110 pulau.
Memperoleh saham
Eksploitasi gas lepas pantai di Pulau Lari-Larian di Selat Sebuku Kabupaten Kotabaru sebanyak 5 ribu barel per hari (bph) akan dimulai pada awal 2010.
Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Rudy Ariffin, mengatakan rencana eksploitasi gas di wilayah Kalsel tersebut merupakan berkah yang sangat tidak terduga.
"Dulu saya merasa iri dengan Kalimantan Timur yang kaya akan sumber daya alam bukan hanya batu bara tetapi juga gas, ternyata kini Kalsel juga punya," kata dia.
Menurut dia, segera dieksploitasinya gas lepas pantai tersebut merupakan bukti bahwa Kalsel sangat kaya sumber daya alam.
Agar warga Kalsel bisa ikut menikmati kekayaan alam tersebut, gubernur akan menawarkan keikutsertaaan daerah dalam kepemilikan saham eksploitasi gas tersebut.
"Saya berharap dengan adanya saham minimal 10 persen, masyarakat bisa ikut menikmati hasilnya terutama untuk mendorong pembangunan," katanya.
Guna penyertaan saham itu, Pemprov Kalsel diperkirakan harus mengalokasikan dana sebesar Rp300 miliar lebih.
Dengan demikian, kata dia, akan dilakukan pembahasan serius dengan DPRD dan dinas instansi terkait untuk mendapatkan jalan terbaik.
Saat ini, Pearl Oil Ltd perusahaan pemenang tender pengeboran gas tersebut, sudah melakukan ekspos analis Dampak Lingkungan (Amdal) yakni penilaian kelayakan lingkungan dari kegiatan yang akan mereka lakukan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertambangan Kalsel, Ali Mazanie mengatakan, minyak yang dibor itu akan disalurkan ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk diproses lebih lanjut.
Kenapa di Kaltim, kata dia, karena lama eksploitasi terlalu pendek hanya sekitar 9 tahun sehingga tidak efisien bila harus membangun pabrik pengolahan.
Sementara itu, Ketua DPRD Kotabaru menambahkan, kepemilikan saham itu memang benar-benar harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga, tidak hanya sekedar keinginan saja namun berusaha semaksimal mungkin agar mendapatkan sebagian saham melalui berbagai cara.
Umpamanya, lanjut dia, pemerintah bisa mengalokasikan dana cukup untuk membeli 10 persen saham dan lima persen bisa diperoleh dengan konpensasi memberikan kemudahan perijinan dan kebijakan masuknya perusahaan tersebut di Kotabaru.
"Untuk memiliki saham bukan murni harus dibeli, namun sebagian bisa diperoleh dari imbalan setelah memberikan kemudahan perijinan itu bisa dinilai dengan beberapa persen saham," katanya.
Sangat wajar jika Kotabaru menginginkan sebagian saham tersebut, mengingat selama ini daerah hanya mendapatkan akibat dari kerusakan alam yang isinya telah dieksploitasi.
"Oleh sebab itu, jangan hanya provinsi saja yang ingin memiliki saham PT Pearl Oil, tetapi Kotabaru juga harus mendapatkan 15 persen saham dari perusahaan tersebut," kata dia.
Untuk memperoleh saham partisipating interest (saham) Pemerintah Kabupaten Kotabaru dengan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan harus membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) syarat memperoleh `participation interst` (PI) saham dari perusahaan minyak dan gas PT Pearl Oil sebesar 10 persen.
Kabag Hukum Setda Kotabaru Taufik Rifani, mengatakan, PI 10 persen tersebut merupakan hak istimewa yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui BUMD di wilayah kerja pertambangan (WKP)kontraktor kerja sama (KKS).
"Pemberian hak istimewa ini tertuang dalam peratuan pemerintah (PP) no.35 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas pasal 34," katanya.
Dalam PP tersebut ditegaskan bahwa penawaran 10 persen `participation interest` harus dilakukan sejak disetujuinya `plant of development` (POD) rencana pengembangan lapangan pertama kali yang akan diproduksi dari suatu wilayah kerja pertambangan.
Ia menambahkan, terdapat tiga indikator pengelolaan minyak dan gas keterkaitan dengan kewenangan dan hak Kabupaten Kotabaru pada Blok Sebuku.
Pertama dana bagi hasil, kedua PI dan ketiga peluang pendukung bidang migas (Bidang logistik dan penyedia kegiatan teknis seluruh aktivitas pertambangan migas).
"Untuk dana bagi hasil telah dijelaskan dalam Undang-Undang no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah," katanya.
Taufik mengatakan, pemberian hak istimewa tersebut juga ditegaskan dalam Undang-Undang no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 18 ayat 1, 2 dan 3.
Pasal 18 ayat 1 menyebutkan, bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan haknya untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, daerah yang mendapat bagi hasil atas sumber daya alam di bawah dasar dan atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya pada ayat 3 menyebutkan kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaskudkan ayat 1 meliputi ekplorasi, eskploitasi, konversi dan pengolahan kekayaan laut, pengaturan administrasi dan pengaturan tata ruang.
Untuk mendapatkan PI 10 persen tersebut lanjut Taufik, harus dilakukan usaha pencarian investor atau pendana yang sanggup untuk membiayai pembelian saham 10 persen di Blok Sebuku.
Menurut dia, pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten Kotabaru dan Provinsi Kalimantan Selatan segera melaksanakan re-organisasi dan revitalisasi BMUD untuk mengakomodasi hak pengelolaan PI 10 persen.
(mn/MN/ant)
http://new.beritadaerah.com/artikel/kalimantan/13955
Pulau Larek-larekan, yang oleh Pemerintah Kabupaten Kota Baru disebut pulau Lari-Larian, terletak di koordinat LS 03 drajat 32`53" dan BT 117 drajat 27`14" dengan panjang sekitar 340 meter dengan lebar sekitar 146 meter total luas sekitar 3,5 hektare.
Pulau Larek-larekan menjadi sengketa, karena diperkirakan di pulau tersebut menyimpan cadangan gas sekitar 370 miliar kaki kubik (BCF).
Pemerintah Kabupaten Kotabaru merasa terusik karena mereka menganggap Lari-Larian telah memiliki legalitas jelas menjadi bagian wilayah Kotabaru. Dalam catatan administrasi Kabupaten Kotabaru, pulau itu merupakan bagian dari Desa Sekapung, Kecamatan Pulau Sebuku,
Bukan hanya bukti administrasi dalam negeri, bahkan negara-negara tetangga juga memiliki bukti administrasi bahwa Lari-Larian adalah bagian dari wilayah Kotabaru.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, Akhmad Rivai memastikan bahwa pulau Lari-larian sudah jelas bagian dari wilayah Kotabaru.
"Jika ada daerah lain yang mengklaim Lari-larian itu masuk wilayah Sulawesi Barat itu tidak benar, karena berdasarkan bukti-bukti yang sah seperti Bakosurtanal bahwa pulau tersebut berada di wilayah Kotabaru," katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, H Muhammad Ansyar Nur, sependapat dengan Kadistamben bahwa Lari-larian termasuk bagian dari wilayah Kotabaru.
"Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke 53 tanggal 31 Agustuss 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan," ujarnya.
Selain itu, Lari-larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.
Oleh karena itu pada 2006, bupati Kotabaru juga mengeluarkan SK Bupati no.471/2006 tentang penegasan pulau Lari-larian sebagai wilayah Kotabaru.
Menurut Ansyar, kronologis munculnya isu Lari-larian masuk wilayah Sulawesi Barat awalnya ketika tim pusat melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Indonesia sekitar tahun 2008.
"Kebetulan tim melakukan inventerisasi pulau-pulau kecil di wilayah Sulawesi Barat lebih dahulu sebelum melakukan inventarisasi di wilayah Kalimantan, sehingga pulau tersebut diklaim masuk wilayah Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika tim tersebut melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Kotabaru terlebih dahulu, mungkin tim tetap akan memasukkan pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru.
Namun demikian, lanjut Ansyar, lebih dahulu atau belakangan diinventarisasi, Pulau Lari-larian tetap menjadi bagian dari wilayah Kotabaru.
Terlebih kondisi di lapangan, Pulau Lari-Larian berjarak dengan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru hanya sekitar 60 mil laut dengan Pulau Sambergelap Kotabaru sekitar 40 mil laut.
Sedangkan jarak Pulau Lari-Larian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut.
Ketua DPRD Kotabaru Alpidri Supian Noor, mengemukakan, berdasarkan hasil rapat antara Dirjen Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil dengan Bappeda dan Kabag Hukum Kabupaten Kotabaru serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, memutuskan pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru.
"Seperti yang disampaikan oleh Dirjen Perbatasan dan Pulau-pulau kecil Astuti, bahwa Lari-larian merupakan bagian dari wilayah Kotabaru, kita tinggal menunggu peraturan pemerintah (PP)-nya saja," kata Alpidri.
Menurut kader Golkar tersebut, Kotabaru telah lega bahwa pekerjaan berat dan panjang kini tidak sia-sia, karena Pulau Lari-larian yang kini sedang dieksplorasi oleh PT Pearl Oil LTD perusahaan tambang migas bagian dari wilayah Kotabaru.
"Jika masalah ini telah selesai maka Pemkab Kotabaru tinggal koordinasi saja dengan pihak perusahaan bagaimana langkah selanjutnya," ujarnya.
Kabag Hukum Setda Kotabaru Taufik Rifani, mengatakan, semula Kotabaru hanya berharap keputusan pemerintah tentang status Pulau Lari-Larian ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, namun ternyata pemerintah akan membuat peraturan pemerintah (PP).
"Peraturan pemerintah tentang Pulau Lari-Larian yang merupakan bagian dari wilayah Desa Sekapung Kecamatan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru tersebut kedudukannya lebih tinggi dari SK Mendagri," ujarnya.
Ia mengatakan, berdasarkan daftar lampiran nama-nama pulau di Provinsi Kalimantan Selatan hasil dari verifikasi dan pemberian nama-nama pulau di Indonesia, bahwa pulau Lari-Larian berada pada urutan kedua dari 134 pulau di Kalsel yang akan diterbitkan PP-nya.
Dengan demikian, lanjut dia, sengketa antara pemerintah Provinsi Sulawesi barat dengan Kabupaten Kotabaru tentang pulau Lari-Larian harus segera diakhiri.
"Karena berdasarkan bukti administrasi yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dan pengakuan dari Pemerintah Inggris dan Australia bahwa pulau Lari-Larian jelas masuk wilayah "Borneo" Kalimantan, yakni, Kalimantan Selatan, Kabupaten Kotabaru," katanya.
Membangun pos.
Pemerintah Kabupaten Kotabaru segera membangun pos/kantor pelayanan publik di Pulau Lari-Larian, sekitar 60 mil sebelah timur Desa Sekapung, Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru.
"Selain pos pelayanan yang dibangun pemerintah daerah, Kantor Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan juga berencana membangun mercusuar di Pulau Lari-Larian," kata Taufik.
Menurut dia, pembangunan infrastruktur di pulau tersebut bertujuan untuk mendukung aktivitas perusahaan tambang minyak dan gas (migas) PT Pearl Oil di Pulau Lari-Larian, karena tidak lama lagi perusahaan tersebut segera melakukan eksplotasi gas di sana.
Selain itu, pembangunan prasarana dan sarana itu juga dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya para nelayan atau masyarakat yang kebetulan singgah di pulau yang luasnya sekitar 3,5 hektare tersebut.
"Siapa tahu ada nelayan yang terdampar atau masyarakat yang ingin menyelam di pulau tersebut, karena karang di sekitar Pulau Lari-Larian lebih indah dibandingkan dengan karang di Bunaken, Sulut," ujarnya.
Pemerintah Kabupaten Kotabaru beberapa tahun terakhir telah memasang alat navigasi di Pulau Lari-Larian.
Langkah tersebut merupakan bagian dari pembinaan pemerintah Kabupaten Kotabaru terhadap wilayahnya yang terdiri dari 110 pulau.
Memperoleh saham
Eksploitasi gas lepas pantai di Pulau Lari-Larian di Selat Sebuku Kabupaten Kotabaru sebanyak 5 ribu barel per hari (bph) akan dimulai pada awal 2010.
Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Rudy Ariffin, mengatakan rencana eksploitasi gas di wilayah Kalsel tersebut merupakan berkah yang sangat tidak terduga.
"Dulu saya merasa iri dengan Kalimantan Timur yang kaya akan sumber daya alam bukan hanya batu bara tetapi juga gas, ternyata kini Kalsel juga punya," kata dia.
Menurut dia, segera dieksploitasinya gas lepas pantai tersebut merupakan bukti bahwa Kalsel sangat kaya sumber daya alam.
Agar warga Kalsel bisa ikut menikmati kekayaan alam tersebut, gubernur akan menawarkan keikutsertaaan daerah dalam kepemilikan saham eksploitasi gas tersebut.
"Saya berharap dengan adanya saham minimal 10 persen, masyarakat bisa ikut menikmati hasilnya terutama untuk mendorong pembangunan," katanya.
Guna penyertaan saham itu, Pemprov Kalsel diperkirakan harus mengalokasikan dana sebesar Rp300 miliar lebih.
Dengan demikian, kata dia, akan dilakukan pembahasan serius dengan DPRD dan dinas instansi terkait untuk mendapatkan jalan terbaik.
Saat ini, Pearl Oil Ltd perusahaan pemenang tender pengeboran gas tersebut, sudah melakukan ekspos analis Dampak Lingkungan (Amdal) yakni penilaian kelayakan lingkungan dari kegiatan yang akan mereka lakukan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertambangan Kalsel, Ali Mazanie mengatakan, minyak yang dibor itu akan disalurkan ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk diproses lebih lanjut.
Kenapa di Kaltim, kata dia, karena lama eksploitasi terlalu pendek hanya sekitar 9 tahun sehingga tidak efisien bila harus membangun pabrik pengolahan.
Sementara itu, Ketua DPRD Kotabaru menambahkan, kepemilikan saham itu memang benar-benar harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga, tidak hanya sekedar keinginan saja namun berusaha semaksimal mungkin agar mendapatkan sebagian saham melalui berbagai cara.
Umpamanya, lanjut dia, pemerintah bisa mengalokasikan dana cukup untuk membeli 10 persen saham dan lima persen bisa diperoleh dengan konpensasi memberikan kemudahan perijinan dan kebijakan masuknya perusahaan tersebut di Kotabaru.
"Untuk memiliki saham bukan murni harus dibeli, namun sebagian bisa diperoleh dari imbalan setelah memberikan kemudahan perijinan itu bisa dinilai dengan beberapa persen saham," katanya.
Sangat wajar jika Kotabaru menginginkan sebagian saham tersebut, mengingat selama ini daerah hanya mendapatkan akibat dari kerusakan alam yang isinya telah dieksploitasi.
"Oleh sebab itu, jangan hanya provinsi saja yang ingin memiliki saham PT Pearl Oil, tetapi Kotabaru juga harus mendapatkan 15 persen saham dari perusahaan tersebut," kata dia.
Untuk memperoleh saham partisipating interest (saham) Pemerintah Kabupaten Kotabaru dengan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan harus membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) syarat memperoleh `participation interst` (PI) saham dari perusahaan minyak dan gas PT Pearl Oil sebesar 10 persen.
Kabag Hukum Setda Kotabaru Taufik Rifani, mengatakan, PI 10 persen tersebut merupakan hak istimewa yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui BUMD di wilayah kerja pertambangan (WKP)kontraktor kerja sama (KKS).
"Pemberian hak istimewa ini tertuang dalam peratuan pemerintah (PP) no.35 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas pasal 34," katanya.
Dalam PP tersebut ditegaskan bahwa penawaran 10 persen `participation interest` harus dilakukan sejak disetujuinya `plant of development` (POD) rencana pengembangan lapangan pertama kali yang akan diproduksi dari suatu wilayah kerja pertambangan.
Ia menambahkan, terdapat tiga indikator pengelolaan minyak dan gas keterkaitan dengan kewenangan dan hak Kabupaten Kotabaru pada Blok Sebuku.
Pertama dana bagi hasil, kedua PI dan ketiga peluang pendukung bidang migas (Bidang logistik dan penyedia kegiatan teknis seluruh aktivitas pertambangan migas).
"Untuk dana bagi hasil telah dijelaskan dalam Undang-Undang no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah," katanya.
Taufik mengatakan, pemberian hak istimewa tersebut juga ditegaskan dalam Undang-Undang no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 18 ayat 1, 2 dan 3.
Pasal 18 ayat 1 menyebutkan, bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan haknya untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, daerah yang mendapat bagi hasil atas sumber daya alam di bawah dasar dan atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya pada ayat 3 menyebutkan kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaskudkan ayat 1 meliputi ekplorasi, eskploitasi, konversi dan pengolahan kekayaan laut, pengaturan administrasi dan pengaturan tata ruang.
Untuk mendapatkan PI 10 persen tersebut lanjut Taufik, harus dilakukan usaha pencarian investor atau pendana yang sanggup untuk membiayai pembelian saham 10 persen di Blok Sebuku.
Menurut dia, pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten Kotabaru dan Provinsi Kalimantan Selatan segera melaksanakan re-organisasi dan revitalisasi BMUD untuk mengakomodasi hak pengelolaan PI 10 persen.
(mn/MN/ant)
http://new.beritadaerah.com/artikel/kalimantan/13955
Dewan Desak Gugat Mendagri
Banjarmasin, KP – DPRD Kalsel mendesak agar eksekutif, khususnya Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin bisa melakukan gugatan terhadap Mendagri, terkait terbitnya Permendagri Nomor 43 tahun 2011.
Permendagri yang ditandatangani pada 29 September 2011 lalu, memuat kepastian status Pulau Lari-larian atau Larek-larekan menjadi bagian administrasi wilayah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, padahal sejak awal, pulau tersebut merupakan bagian Kabupaten Kotabaru, Kalsel.
Bahkan menyikapi hal ini, Komisi I DPRD Kalsel telah memanggil Biro Pemerintahan, agar bisa memberikan penjelasan, terkait lepasnya pulau seluas empat hektare dari wilayah Kalsel.
Namun, sayangnya rapat tersebut batal digelar, karena Biro Pemerintahan masih berada di Jakarta, untuk mempertanyakan hal tersebut di Kementerian Dalam Negeri, padahal anggota Komisi I sudah menunggu sejak pagi hari.
Sementara itu, anggota DPRD Kalsel, Nasrullah juga mendesak gubernur akan melakukan gugatan terhadap Permendagri, yang disinyalir penuh konspirasi dan kepentingan politik.
“Karena Mendagri menetapkan status pulau tersebut secara sepihak, tanpa mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa, baik Kalsel maupun Sulbar,’’ ungkap anggota dewan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Keputusan tersebut jelas menciderai rakyat, sehingga eksekutif dan legislatif harus menyusun langkah strategis agar dapat memenangkan kembali kepemilikan pulau tersebut, termasuk melibatkan Kabupaten Kotabaru.
“Jadi harus disusun langkah kongkrit untuk menggugat Permendagri tersebut, agar Pulau Lari-larian kembali menjadi milik Kalsel,’’ tambah Nasrullah.
Berdasarkan hasil penelitian, pulau Larilarian seluas empat hektare yang terletak di blok Sebuku Selat Makasar tersebut memiliki kandungan gas alam yang cukup besar. Diperkirakan bisa menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1,2 triliun setiap tahun dari pemanfaatan kandungan sumber daya alam tersebut.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Kalsel, Safaruddin, yang geram dengan kekalahan Kalsel mempertahankan Pulau Lari-larian, mengingat sejak awal telah mengingatkan agar Pemprov Kalsel membentuk tim khusus, yang fokus menangani dan menyelesaikan masalah pulau tersebut.
Apalagi Gubernur Kalsel optimis bisa memenangkan kepemilikan pulau tersebut, dengan menyampaikan beberapa dokumen pendukung kepada Mendagri, seperti peta laut yang diakui secara nasional dan internasional.
“Namun kenyataannya, pulau tersebut justru diserahkan ke Sulbar, karena eksekutif terlalu percaya diri dan tidak mau meminta bantuan dari dewan,’’ ungkap anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat. (lyn)
https://sijaka.wordpress.com/2011/10/21/dewan-desak-gugat-mendagri/
Permendagri yang ditandatangani pada 29 September 2011 lalu, memuat kepastian status Pulau Lari-larian atau Larek-larekan menjadi bagian administrasi wilayah Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, padahal sejak awal, pulau tersebut merupakan bagian Kabupaten Kotabaru, Kalsel.
Bahkan menyikapi hal ini, Komisi I DPRD Kalsel telah memanggil Biro Pemerintahan, agar bisa memberikan penjelasan, terkait lepasnya pulau seluas empat hektare dari wilayah Kalsel.
Namun, sayangnya rapat tersebut batal digelar, karena Biro Pemerintahan masih berada di Jakarta, untuk mempertanyakan hal tersebut di Kementerian Dalam Negeri, padahal anggota Komisi I sudah menunggu sejak pagi hari.
Sementara itu, anggota DPRD Kalsel, Nasrullah juga mendesak gubernur akan melakukan gugatan terhadap Permendagri, yang disinyalir penuh konspirasi dan kepentingan politik.
“Karena Mendagri menetapkan status pulau tersebut secara sepihak, tanpa mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa, baik Kalsel maupun Sulbar,’’ ungkap anggota dewan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Keputusan tersebut jelas menciderai rakyat, sehingga eksekutif dan legislatif harus menyusun langkah strategis agar dapat memenangkan kembali kepemilikan pulau tersebut, termasuk melibatkan Kabupaten Kotabaru.
“Jadi harus disusun langkah kongkrit untuk menggugat Permendagri tersebut, agar Pulau Lari-larian kembali menjadi milik Kalsel,’’ tambah Nasrullah.
Berdasarkan hasil penelitian, pulau Larilarian seluas empat hektare yang terletak di blok Sebuku Selat Makasar tersebut memiliki kandungan gas alam yang cukup besar. Diperkirakan bisa menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1,2 triliun setiap tahun dari pemanfaatan kandungan sumber daya alam tersebut.
Hal senada diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Kalsel, Safaruddin, yang geram dengan kekalahan Kalsel mempertahankan Pulau Lari-larian, mengingat sejak awal telah mengingatkan agar Pemprov Kalsel membentuk tim khusus, yang fokus menangani dan menyelesaikan masalah pulau tersebut.
Apalagi Gubernur Kalsel optimis bisa memenangkan kepemilikan pulau tersebut, dengan menyampaikan beberapa dokumen pendukung kepada Mendagri, seperti peta laut yang diakui secara nasional dan internasional.
“Namun kenyataannya, pulau tersebut justru diserahkan ke Sulbar, karena eksekutif terlalu percaya diri dan tidak mau meminta bantuan dari dewan,’’ ungkap anggota dewan dari Fraksi Partai Demokrat. (lyn)
https://sijaka.wordpress.com/2011/10/21/dewan-desak-gugat-mendagri/
Gubernur Pertahankan Larilarian Masuk Kalsel
BANJARMASIN - Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin mengatakan akan tetap akan mempertahankan Pulau Larilarian yang kaya potensi gas bumi, agar tetap masuk wilayah Kalimantan Selatan.
"Surat beserta bukti-bukti bahwa Pilau Larilarian termasuk wikayah Kalsel telah kita kirim ke Menteri Dalam Negeri. Kita akan pertahankan pulau tersebut kerena memang pulau tersebut milik kita," tegas Rudy di Banjarmasin Rabu.
Pernyataan Guberbur tersebut menanggapi adanya pemberitaan bahwa untuk menghindari konflik antara dua daerah, yaitu Sulawesi Barat dan Kalsel, akhirnya Pulau Larilarian diambil alih oleh Pemerintah Pusat. Terhadap memberitaan tersebut, Rudy kembali menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan siapa yang berhak terhadap pulau yang terletak di Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru itu.
"Larilarian kan hanya sebuah pulau, bukan suaka margasatwa maupun cagar alam yang bisa diklaim maupun dikelola oleh pemerintah pusat. Kalau pulau pasti sudah milik daerah, tidak bisa dimiliki pusat," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Rudy juga memastikan bahwa Larilarian masuk wilayah Kalsel, karena sejarah dan geografis wilayah terluar Kalimantan tersebut masuk Kalsel, "Kalau perlu akan kita tunjukan bukti peta dan lainnya," katanya.
Larilarian adalah pulau kecil dengan panjang sekitar 340 meter dan luas sekitar 146 meter total. Namun, diisukan pulau tersebut masuk Sulawesi Barat.
Pulau Larilarian menjadi sengketa karena diperkirakan di perairan pulau tersebut menyimpan cadangan gas sekitar 370 miliar kaki kubik (BCF).
Pemerintah Kabupaten Kotabaru pun merasa terusik karena mereka menganggap Larilarian memiliki legalitas jelas menjadi bagian wilayah Kotabaru. Dalam catatan administrasi Kabupaten Kotabaru, pulau itu merupakan bagian dari Desa Sekapung, Kecamatan Pulau Sebuku.
Sebelumnya, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani menjamin Pulau Larilarian tak mungkin menjadi milik daerah lain, mengingat berdasarkan historis dan fakta hukum pulau itu milik Kotabaru.
"Seusai Rencana Tata Ruang Wilayah, pulai ini sudah kita masukan sebagai milik Kotabaru," ujar Irhami menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak pulau itu bakal lepas dari Kalsel dan menjadi milik Sulawesi Barat.
Sementara itu, Sekda Kalsel Mukhlis Gafuri mendesak agar Kementrian Dalam Negeri segera menetapkan agar pulau yang kaya suber daya alam itu masuk wilayah Kotabaru.
Menurut dia, pengajuan persyaratan administrasi penetapan Pulau Larilarian masuk wilayah Kalsel telah disampaikan pihaknya sejak beberapa tahun lalu, namun hingga kini belum ada tanggapan. Padahal tambah dia, dengan adanya penetapan tersebut Kalsek bakal mendapatkan dana bagi hasil dari kontraktor pengeboran gas dengan nilai cukup besar.
Bahkan, kata dia, bagi hasil tersebut nilainya dipastikan jauh lebih besar dari bagi hasil pertambangan yang selama ini banyak mengakibatkan kerusakan sumber daya alam.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, Muhammad Ansyar Nur, mengatakan, berdasarkan publikasi Admiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke 53 tanggal 31 agustus 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) Larilarian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan. Selain itu, Larilarian juga meruapakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan, termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.
Oleh karena itu pada 2006, Bupati Kotabaru mengeluarkan SK Bupati no. 471/2006 tentang penegasan Pulau Larilarian sebagai wilayah Kotabaru.
Menurut Ansyar, Kronologis munculnya isu Larilarian masuk wilayah Sulawesi Barat awalnya ketika tim pusat melakukan inventerisasi pulau-pulau kecil di Indonesia sekitar tahun 2008.
"Kebetulan tim melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Sulawesi Barat lebih dahulu sebelum melakukan inventarisasi di wilayah Kalimantan, sehingga pulau tersebut diklaim masuk wilayah Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika tim tersebut melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Kotabaru terlebih dahulu, mungkin tim tetap akan memasukan pulau Larilarian bagian dari wilayah Kotabaru.
Terlebih kondisi di lapangan, pulau Larilarian berjarak dengan pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, hanya sekitar 60 mil laut dan dengan Pulau Sambergelap Kotabaru sekitar 40 mil laut. Sedangkan jarak Pulau Larilarian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut. Saat ini, di kawasan Pulau Larilarian atau Blok Sebuku sedang digarap eksplorasi gas oleh Pearl Oil Ltd.
(Sumber : Barito Post edisi Kamis, 11 Nopember 2010)
http://www.kalselprov.go.id/berita/gubernur-pertahankan-larilarian-masuk-kalsel
"Surat beserta bukti-bukti bahwa Pilau Larilarian termasuk wikayah Kalsel telah kita kirim ke Menteri Dalam Negeri. Kita akan pertahankan pulau tersebut kerena memang pulau tersebut milik kita," tegas Rudy di Banjarmasin Rabu.
Pernyataan Guberbur tersebut menanggapi adanya pemberitaan bahwa untuk menghindari konflik antara dua daerah, yaitu Sulawesi Barat dan Kalsel, akhirnya Pulau Larilarian diambil alih oleh Pemerintah Pusat. Terhadap memberitaan tersebut, Rudy kembali menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan siapa yang berhak terhadap pulau yang terletak di Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru itu.
"Larilarian kan hanya sebuah pulau, bukan suaka margasatwa maupun cagar alam yang bisa diklaim maupun dikelola oleh pemerintah pusat. Kalau pulau pasti sudah milik daerah, tidak bisa dimiliki pusat," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Rudy juga memastikan bahwa Larilarian masuk wilayah Kalsel, karena sejarah dan geografis wilayah terluar Kalimantan tersebut masuk Kalsel, "Kalau perlu akan kita tunjukan bukti peta dan lainnya," katanya.
Larilarian adalah pulau kecil dengan panjang sekitar 340 meter dan luas sekitar 146 meter total. Namun, diisukan pulau tersebut masuk Sulawesi Barat.
Pulau Larilarian menjadi sengketa karena diperkirakan di perairan pulau tersebut menyimpan cadangan gas sekitar 370 miliar kaki kubik (BCF).
Pemerintah Kabupaten Kotabaru pun merasa terusik karena mereka menganggap Larilarian memiliki legalitas jelas menjadi bagian wilayah Kotabaru. Dalam catatan administrasi Kabupaten Kotabaru, pulau itu merupakan bagian dari Desa Sekapung, Kecamatan Pulau Sebuku.
Sebelumnya, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani menjamin Pulau Larilarian tak mungkin menjadi milik daerah lain, mengingat berdasarkan historis dan fakta hukum pulau itu milik Kotabaru.
"Seusai Rencana Tata Ruang Wilayah, pulai ini sudah kita masukan sebagai milik Kotabaru," ujar Irhami menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak pulau itu bakal lepas dari Kalsel dan menjadi milik Sulawesi Barat.
Sementara itu, Sekda Kalsel Mukhlis Gafuri mendesak agar Kementrian Dalam Negeri segera menetapkan agar pulau yang kaya suber daya alam itu masuk wilayah Kotabaru.
Menurut dia, pengajuan persyaratan administrasi penetapan Pulau Larilarian masuk wilayah Kalsel telah disampaikan pihaknya sejak beberapa tahun lalu, namun hingga kini belum ada tanggapan. Padahal tambah dia, dengan adanya penetapan tersebut Kalsek bakal mendapatkan dana bagi hasil dari kontraktor pengeboran gas dengan nilai cukup besar.
Bahkan, kata dia, bagi hasil tersebut nilainya dipastikan jauh lebih besar dari bagi hasil pertambangan yang selama ini banyak mengakibatkan kerusakan sumber daya alam.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, Muhammad Ansyar Nur, mengatakan, berdasarkan publikasi Admiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke 53 tanggal 31 agustus 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) Larilarian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan. Selain itu, Larilarian juga meruapakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan, termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.
Oleh karena itu pada 2006, Bupati Kotabaru mengeluarkan SK Bupati no. 471/2006 tentang penegasan Pulau Larilarian sebagai wilayah Kotabaru.
Menurut Ansyar, Kronologis munculnya isu Larilarian masuk wilayah Sulawesi Barat awalnya ketika tim pusat melakukan inventerisasi pulau-pulau kecil di Indonesia sekitar tahun 2008.
"Kebetulan tim melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Sulawesi Barat lebih dahulu sebelum melakukan inventarisasi di wilayah Kalimantan, sehingga pulau tersebut diklaim masuk wilayah Sulbar," katanya.
Menurut dia, jika tim tersebut melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Kotabaru terlebih dahulu, mungkin tim tetap akan memasukan pulau Larilarian bagian dari wilayah Kotabaru.
Terlebih kondisi di lapangan, pulau Larilarian berjarak dengan pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, hanya sekitar 60 mil laut dan dengan Pulau Sambergelap Kotabaru sekitar 40 mil laut. Sedangkan jarak Pulau Larilarian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut. Saat ini, di kawasan Pulau Larilarian atau Blok Sebuku sedang digarap eksplorasi gas oleh Pearl Oil Ltd.
(Sumber : Barito Post edisi Kamis, 11 Nopember 2010)
http://www.kalselprov.go.id/berita/gubernur-pertahankan-larilarian-masuk-kalsel
Kalsel Pertahankan Pulau Lari-larian
Jumat, 22 April 2011
Pemerintah Provinsi tidak hanya tinggal diam, tapi akan berupaya dan berjuang, untuk mempertahankan pulau tersebut masuk dalam wilayah Kalimantan Selatan.
BANJARMASIN, KP - Meski Provinsi Sulawesi Barat telah 'mencaplok' dan mendaftarkan Pulau Lari-larian ke Departemen Dalam Negeri sebagai wilayahnya, namun Pemerintah Provinsi Kalsel tidak akan tinggal diam untuk mempertahankan pulau yang mengandung potensi sumber daya alam, diantaranya minyak.
"Bahkan kita sudah rapat dengan Dirjen Hukum dan Perudang-undangan Kementerian Dalam Negeri dan menyerahkan bukti-bukti bahwa Lari-larian adalah milik kita," ujar Gubernur Kalsel menjawab pertanyaan KP di sela peletakan batu pertama pembangunan pabrik kelapa sawit PT. Hasnur Group di Sungai Puting, Kabupaten Tapin.
"Jadi kita tidak hanya tinggal diam tetapi akan berupaya dan berjuang untuk mempertahankan pulau tersebut masuk dalam wilayah Kalimantan Selatan," ujarnya.
Secara terpisah, Pemkab Kotabaru, Kalimantan Selatan, mengajak Pemerintah Provinsi dan legislatif untuk bekerja keras mempertahankan Pulau Lari-larian yang berada di wilayah Kecamatan Pulau Sembilan yang kini diklaim Pemerintah Sulawesi Barat.
Ajakan tersebut disampaikan Wakil Bupati Kotabaru Rudy Suryana, Rabu, di Kotabaru, menyikapi Sulawesi Selatan yang tiba-tiba mengklaim bahwa Lari-larian masuk wilayahnya.
"Kami percaya saat ini semua pihak telah berjuang mempertahankan Pulau Lari-larian, tetapi tidak salahnya jika Pemkab dan Pemprov serta legislatif sama-sama bersatu mempertahankan, karena kekuatan akan semakin kuat," tutur Wakil Bupati.
Terlepas dari apa yang ada diperut bumi Pulau Lari-larian, bagian Pemkab Kotabaru akan berjuang keras untuk mempertahankan wilayahnya, apapun yang akan terjadi.
"Hal itu harus menjadi dasar Dirjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri untuk menetapkan bahwa, Pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru," tegasnya.
Terlebih Pemkab Kotabaru telah beberapa tahun anggaran mengalokasikan dana untuk pembinaan dan pembangunan infrastruktur di pulau tersebut.
Berdasarkan bukti-bukti administrasi dan bukti fisik, Pulau Lari-larian yang memiliki panjang sekitar 340 meter, lebar sekitar 146 meter dengan total luas sekitar 3,5 hektare, merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Pulau Sebuku.
Dikatakan, Pulau Lari-larian selama ini masuk dalam wilayah hukum pelayanan Kantor Administrasi Pelabuhan Kotabaru.
Bukan hanya itu, Pulau Lari-larian yang merupakan bagian dari wilayah Kotabaru juga didukung beberapa dokumen administrasi dari negara tetangga.
H.Akhmad Rivai,M.Si, saat masih menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, menegaskan bahwa Pulau Lari-larian sudah jelas bagian dari wilayah Kotabaru.
"Jika ada daerah lain yang mengklaim pulau itu masuk wilayahnya tidak benar, karena berdasarkan bukti yang sah seperti Bakosurtanal bahwa pulau tersebut berada di Kotabaru," katanya.
Sedangkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, H.Muhammad Ansyar Nur sependapat dengan Kadistamben bahwa Pulau Lari-larian termasuk bagian dari wilayah ini.
"Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke-53 pada 31 Agustus 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) Lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan," ujarnya.
Selain itu, Pulau Lari-larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.
Oleh karena itu pada 2006, Bupati Kotabaru mengeluarkan SK No.471/2006 tentang Penegasan Pulau Lari-larian sebagai Bagian Wilayah Kotabaru.
Sementara itu, kenyataannya di lapangan, Pulau Lari-larian berjarak dengan Pulau Sebuku yang merupakan ibukota kecamatan hanya sekitar 60 mil laut, adapun dengan Pulau Sambergelap yang masih dalam satu wilayah kecamatan sekitar 40 mil laut.
Sedangkan jarak Pulau Lari-larian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut.
(Sumber : Kalimantan Post edisi Sabtu, 23 April 2011)
Pemerintah Provinsi tidak hanya tinggal diam, tapi akan berupaya dan berjuang, untuk mempertahankan pulau tersebut masuk dalam wilayah Kalimantan Selatan.
BANJARMASIN, KP - Meski Provinsi Sulawesi Barat telah 'mencaplok' dan mendaftarkan Pulau Lari-larian ke Departemen Dalam Negeri sebagai wilayahnya, namun Pemerintah Provinsi Kalsel tidak akan tinggal diam untuk mempertahankan pulau yang mengandung potensi sumber daya alam, diantaranya minyak.
"Bahkan kita sudah rapat dengan Dirjen Hukum dan Perudang-undangan Kementerian Dalam Negeri dan menyerahkan bukti-bukti bahwa Lari-larian adalah milik kita," ujar Gubernur Kalsel menjawab pertanyaan KP di sela peletakan batu pertama pembangunan pabrik kelapa sawit PT. Hasnur Group di Sungai Puting, Kabupaten Tapin.
"Jadi kita tidak hanya tinggal diam tetapi akan berupaya dan berjuang untuk mempertahankan pulau tersebut masuk dalam wilayah Kalimantan Selatan," ujarnya.
Secara terpisah, Pemkab Kotabaru, Kalimantan Selatan, mengajak Pemerintah Provinsi dan legislatif untuk bekerja keras mempertahankan Pulau Lari-larian yang berada di wilayah Kecamatan Pulau Sembilan yang kini diklaim Pemerintah Sulawesi Barat.
Ajakan tersebut disampaikan Wakil Bupati Kotabaru Rudy Suryana, Rabu, di Kotabaru, menyikapi Sulawesi Selatan yang tiba-tiba mengklaim bahwa Lari-larian masuk wilayahnya.
"Kami percaya saat ini semua pihak telah berjuang mempertahankan Pulau Lari-larian, tetapi tidak salahnya jika Pemkab dan Pemprov serta legislatif sama-sama bersatu mempertahankan, karena kekuatan akan semakin kuat," tutur Wakil Bupati.
Terlepas dari apa yang ada diperut bumi Pulau Lari-larian, bagian Pemkab Kotabaru akan berjuang keras untuk mempertahankan wilayahnya, apapun yang akan terjadi.
"Hal itu harus menjadi dasar Dirjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri untuk menetapkan bahwa, Pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru," tegasnya.
Terlebih Pemkab Kotabaru telah beberapa tahun anggaran mengalokasikan dana untuk pembinaan dan pembangunan infrastruktur di pulau tersebut.
Berdasarkan bukti-bukti administrasi dan bukti fisik, Pulau Lari-larian yang memiliki panjang sekitar 340 meter, lebar sekitar 146 meter dengan total luas sekitar 3,5 hektare, merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Pulau Sebuku.
Dikatakan, Pulau Lari-larian selama ini masuk dalam wilayah hukum pelayanan Kantor Administrasi Pelabuhan Kotabaru.
Bukan hanya itu, Pulau Lari-larian yang merupakan bagian dari wilayah Kotabaru juga didukung beberapa dokumen administrasi dari negara tetangga.
H.Akhmad Rivai,M.Si, saat masih menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, menegaskan bahwa Pulau Lari-larian sudah jelas bagian dari wilayah Kotabaru.
"Jika ada daerah lain yang mengklaim pulau itu masuk wilayahnya tidak benar, karena berdasarkan bukti yang sah seperti Bakosurtanal bahwa pulau tersebut berada di Kotabaru," katanya.
Sedangkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, H.Muhammad Ansyar Nur sependapat dengan Kadistamben bahwa Pulau Lari-larian termasuk bagian dari wilayah ini.
"Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke-53 pada 31 Agustus 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) Lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan," ujarnya.
Selain itu, Pulau Lari-larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.
Oleh karena itu pada 2006, Bupati Kotabaru mengeluarkan SK No.471/2006 tentang Penegasan Pulau Lari-larian sebagai Bagian Wilayah Kotabaru.
Sementara itu, kenyataannya di lapangan, Pulau Lari-larian berjarak dengan Pulau Sebuku yang merupakan ibukota kecamatan hanya sekitar 60 mil laut, adapun dengan Pulau Sambergelap yang masih dalam satu wilayah kecamatan sekitar 40 mil laut.
Sedangkan jarak Pulau Lari-larian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut.
(Sumber : Kalimantan Post edisi Sabtu, 23 April 2011)
Monday, November 14, 2011
Pulau Lerelerekang Memang Wilayah Sulbar!
Sengketa perbatasan atau “kepemilikan” atas suatu wilayah banyak muncul di era otonomi daerah. Sebelumnya, semenjak Indonesia merdeka hingga berakhirnya rezim Orde Baru, perebutan wilayah antar ‘saudara’ jarang terdengar. Berbeda di masa reformasi ini, sering terjadi sengketa, baik antar desa, antar kecamatan, antar kabupaten, dan antar provinsi.
Saya beri tanda kutip (“…”) di kata kepemilikan sebab ada kesalahpahaman di banyak pihak. Mereka menganggap wilayah mereka adalah milik, akan tetapi dalam undang-undang sebatas hak administratif, untuk mengelola saja.
Yang agak rumit pengukurannya adalah batas di laut. Secara teori, wilayah administratif atau hak untuk mengelola kabupaten berjarak 4 mil laut (sekitar 7,4 km) dari surut terendah ke arah laut dan provinsi 12 mil laut (22,4 km). Di luar itu pengelolaannya di tangan pemerintah pusat.
Bila dua atau lebih provinsi yang ‘berhadapan’ di laut, jika jarak antar keduanya sekitar 50 km atau lebih tidak ada masalah. Atau kalau kurang, misalnya 30 km saja, jarak itu tinggal dibagi dua (masing-masing 15 km).
Yang agak rumit bila dua daerah di perbatasannya ada banyak pulau, misalnya Sulawesi Barat (Kep. Balabalakang) dengan Kalimantan Timur. Di daerah perbatasan harus ditentukan terlebih dahulu “titik dasar” (TD) pengukuran. Untuk Indonesia, ada 92 pulau terluar yang menjadi TD.
Sebab berkaitan dengan kedaulatan negara, peran TD amat penting, walau itu hanya seonggok batu karang di atas permukaan laut. Beda kasus dengan provinsi. TD tidak serta merta meluaskan wilayah geografis. Ada hitung-hitungannya tersendiri.
Sebagai contoh Sulawesi Barat. Sebab Kep. Balabalakang masuk wilayah administratif, karena jaraknya dengan pulau utama (P. Sulawesi) cukup jauh (sekitar 90 km atau 48 mil laut), maka ada “wilayah kosong” sebab kurang dari 24 mil. Bagiang “kosong” tersebut mungkin adalah kewenangan pusat, apalagi di bagian tersebut ada Alur Laut Kepulauan Indonesia (kapal perang asing hanya bisa lewat di situ).
Dalam konfigurasi gugusan Kep. Balabalakang yang menjadi kewenangan Provinsi Sulawesi Barat, ada dua pulau letaknya relatif jauh, P. Lumulumu dan P. Lerelerekang. Yang jaraknya melewati batas kewenangan provinsi (12 mil laut).
Bila Sulawesi Barat adalah sebuah negara, pulau-pulau terluarnya bisa menjadi TD. Satu TD dihubungkan dengan TD yang lain. Untuk menentukannya ada aturan khusus, diantaranya garis lurus yang menghubungkan tidak boleh melebihi 100 mil laut kecuali bila tiga persen dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat melebihi kepanjangan tersebut maka dapat digunakan batas maksimum 125 mil laut; tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum kepulauan tersebut; rasio antar luas wilayah perairan dengan daratan minimal harus memiliki luas perairan yang sama besar atau maksimal hanya sembilan kali dari luas wilayah daratannya; dan lain-lain.
Jadi perkiraan saya (sebab yang berhak menentukan adalah pemerintah lewat Dinas Hidro-Oseanografi Angkatan Laut dan Badan Koordinasi Survei Nasional) garis imajiner batas laut Sulawesi Barat di Kep. Balabalakang berbentuk mata panah yang mengarah ke bawah (selatan).
Yang menjadi sengketa adalah P. Lerelerekang. Diperebutkan sebab ada kemungkinan ada deposit minyak dan gas di bawahnya. Pertanyaannya, apakah deposit tersebut persis di bawah pulau? Kemungkinan itu bisa ya bisa tidak.
Jika tidak, mengapa pulau tersebut diperebutkan? Alasannya adalah sebab P. Lerelerekang bisa menjadi TD bagi Kalimantan Selatan untuk memperluas wilayah perairannya. Sebab nantinya akan ada garis lurus yang ditarik dari salah satu titik di pesisir Kalimantan Selatan, misalnya Karang Grogol (pulau terluar yang masuk wilayah Kalimantan Selatan, terletak di utara dekat P. Balabalakang), menuju P. Lerelerekang, lalu ditarik lagi ke pulau paling selatan Kep. Laurot. Garis tersebut akan menjadi wilayah administratif Kalimantan Selatan di laut.
Nah di perairan tersebut besar kemungkinan ada titik yang akan dijadikan tempat pemboran minyak. Jadi bukan pulaunya yang langsung dibor. Hal yang sama juga berlaku bagi Sulawesi Barat. Tinggal ditentukan TD-nya, setelah berkoordinasi dengan Dihidros, Bakosurtanal, dan Depdagri.
Apa yang Harus Dilakukan?
Sebab pemerintah, lewat Kementerian Dalam Negeri, telah menetapkan P. Lerelerekang atau P. Larilariang sebagai wilayah administratif Provinsi Sulawesi Barat (dalam hal ini Kabupaten Majene), maka Pemprov Sulawesi Barat bersama Pemkab Majene harus menindaklanjuti bahwa mereka serius mengurus pulau kecil tersebut.
Untuk jangka pendek, yang bisa dilakukan Pemprov Sulawesi Barat bersama Pemkab Majene adalah melakukan riset lapangan atas pulau tersebut. Riset yang mencakup letak koordinat pulau (membawa serta GPS ke sana), mengukur luasnya, sumberdaya apa saja yang ada di sana baik di atas pulau maupun sekitarnya, dan memasang patok permanen bahwa wilayah tersebut adalah wilayah wilayah Provinsi Sulawesi Barat.
Aksi simbolis juga bisa dilakukan, Pemprov Sulawesi Barat bersama Pemkab Majene melakukan pelayaran atau kunjungan ke P. Lerelerekang. Bisa oleh gubernur atau bupati langsung, bisa juga bawahannya yang ditunjuk. Sebab lokasinya jauh, harus ada persiapan matang untuk perencanaannya.
Setelah ada riset dan kunjungan di sana, Pemprov Sulawesi Barat bersama Pemkab Majene melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum, baik kepada rakyat Sulawesi Barat maupun kepada masyarakat Indonesia. Sosialisasi bisa dilakukan dalam bentuk seminar yang menghadirkan pembicara yang berkaitan dengan pengelolaan P. Lerelerekang.
Seminar juga bisa bertujuan meminta masukan dari masyarakat atau pihak lain terhadap Pemkab Majene akan bentuk ideal pengelolaan P. Lerelerekang dan sekitarnya. Apakah sebagai daerah tambang lepas pantai atau dalam bentuk lain, misalnya situs budaya kemaritiman Mandar. Bahwa dulunya nenek moyang orang Mandar sering menangkap ikan di kawasan tersebut.
Exxon Masih Yakin Ada Minyak di Sulbar
Selasa, 08 Nov 2011
Oleh : Syakib
Satunegeri.com - Meski telah menghabiskan biaya 280 juta dolar AS Exxon Mobile belum kapok melakukan pengeboran minyak di Sulawesi Barat walau pengeboran tersebut belum berhasil menemukan minyak yang dicari.
"Exxon mobile masih akan melakukan pengeboran di perairan Sulbar" ungkap Gubernur sulbar, Anwar Adnan.
Anwar sendiri berharap Exxon dapat segera menemukan minyak yang dicari,sebab dengan begitu akan berpengaruh kepada peningkatan serta pertumbuhan ekonomi di Sulbar.
Exxon Mobile sebelumnya telah melakukan survei seismik dan pemboran tiga sumur mencari minyak diperairan di Sulbar, namun belum menemukan kandungan hidrokarbon di perairan Sulbar.
Larilarian Tetap Milik Kotabaru
BANJARMASINPOST.CO.ID, KOTABARU - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotabaru segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait keinginan pemerintah mengambil Pulau Larilarian, dengan alasan pulau itu masih sengketa antara Kotabaru dengan Provinsi Sulawesi Barat.
Ketua DPRD Kotabaru Alpidri Supian Noor menegaskan, tidak ada alasan pemerintah pusat mengambil Larilarian. Karena jelas berdasarkan peta Hindia-Belanda kalau pulau tersebut masuk wilayah Kotabaru.
Menurut Alpidri, pihaknya mendesak pemerintah daerah dan Pemrov Kalsel untuk meminta kepada pemerintah pusat, menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tentang pulau itu.
"Tidak ada sengketa antara Sulawesi Barat dengan Kotabaru soal Larilarian. Dalam peta Hindia-Belanda sangat jelas, Larilarian masuk Kotabaru," katanya, Minggu (31/10/2010).
Sebelum mengambil Larilarian, kata Alpidri, pemerintah pusat seharusnya melihat ke otonomi daerah.
"Kapan lagi pusat memperhatikan daerah, kalau Larilarian diambil. Dulu benar saling klaim. Sekarang masuk Kotabaru. Salah alamat Dirjen Kelautan ingin mengambil. Kalau pulau itu masuk perairan Indonesia memang iya, tapi kalau dalam pemetaan Hindiabelanda pulau itu masuk Kotabaru," ujar Alpidri.
Sebelumnya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kotabaru Talib mengatakan, pulau yang kaya sumber daya alam terutama migas itu akan diambil pemerintah pusat.
Alasan pemerintah pusat karena pulau tersebut masih menjadi sengketa dua provinsi yaitu Kalsel dengan Sulawesi Barat (Sulbar). Padahal, kata dia, seluas 2,8 hektare itu milik Kotabaru.
Tak ingin Pemkab Kotabaru kehilangan pulau itu, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani bersama Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, dalam waktu dekat bertolak ke Jakarta.
(sah)
Sumber: http://www.banjarmasinpost.co.id
Ketua DPRD Kotabaru Alpidri Supian Noor menegaskan, tidak ada alasan pemerintah pusat mengambil Larilarian. Karena jelas berdasarkan peta Hindia-Belanda kalau pulau tersebut masuk wilayah Kotabaru.
Menurut Alpidri, pihaknya mendesak pemerintah daerah dan Pemrov Kalsel untuk meminta kepada pemerintah pusat, menerbitkan peraturan pemerintah (PP) tentang pulau itu.
"Tidak ada sengketa antara Sulawesi Barat dengan Kotabaru soal Larilarian. Dalam peta Hindia-Belanda sangat jelas, Larilarian masuk Kotabaru," katanya, Minggu (31/10/2010).
Sebelum mengambil Larilarian, kata Alpidri, pemerintah pusat seharusnya melihat ke otonomi daerah.
"Kapan lagi pusat memperhatikan daerah, kalau Larilarian diambil. Dulu benar saling klaim. Sekarang masuk Kotabaru. Salah alamat Dirjen Kelautan ingin mengambil. Kalau pulau itu masuk perairan Indonesia memang iya, tapi kalau dalam pemetaan Hindiabelanda pulau itu masuk Kotabaru," ujar Alpidri.
Sebelumnya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kotabaru Talib mengatakan, pulau yang kaya sumber daya alam terutama migas itu akan diambil pemerintah pusat.
Alasan pemerintah pusat karena pulau tersebut masih menjadi sengketa dua provinsi yaitu Kalsel dengan Sulawesi Barat (Sulbar). Padahal, kata dia, seluas 2,8 hektare itu milik Kotabaru.
Tak ingin Pemkab Kotabaru kehilangan pulau itu, Bupati Kotabaru Irhami Ridjani bersama Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, dalam waktu dekat bertolak ke Jakarta.
(sah)
Sumber: http://www.banjarmasinpost.co.id
Subscribe to:
Posts (Atom)