Friday, November 18, 2011

Kerja Keras Merebut Pulau "Migas"

(Berita Daerah - Kalimantan) - Sejak terdengar isu pulau Lerek-Lerekan diklaim masuk wilayah Sulawesi Barat, Pemerintah Kabupaten Kotabaru di Kalimantan Selatan mulai berusaha mempertahankan pulau itu sebagai bagian wilayah Kotabaru.

Pulau Larek-larekan, yang oleh Pemerintah Kabupaten Kota Baru disebut pulau Lari-Larian, terletak di koordinat LS 03 drajat 32`53" dan BT 117 drajat 27`14" dengan panjang sekitar 340 meter dengan lebar sekitar 146 meter total luas sekitar 3,5 hektare.

Pulau Larek-larekan menjadi sengketa, karena diperkirakan di pulau tersebut menyimpan cadangan gas sekitar 370 miliar kaki kubik (BCF).

Pemerintah Kabupaten Kotabaru merasa terusik karena mereka menganggap Lari-Larian telah memiliki legalitas jelas menjadi bagian wilayah Kotabaru. Dalam catatan administrasi Kabupaten Kotabaru, pulau itu merupakan bagian dari Desa Sekapung, Kecamatan Pulau Sebuku,

Bukan hanya bukti administrasi dalam negeri, bahkan negara-negara tetangga juga memiliki bukti administrasi bahwa Lari-Larian adalah bagian dari wilayah Kotabaru.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, Akhmad Rivai memastikan bahwa pulau Lari-larian sudah jelas bagian dari wilayah Kotabaru.

"Jika ada daerah lain yang mengklaim Lari-larian itu masuk wilayah Sulawesi Barat itu tidak benar, karena berdasarkan bukti-bukti yang sah seperti Bakosurtanal bahwa pulau tersebut berada di wilayah Kotabaru," katanya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, H Muhammad Ansyar Nur, sependapat dengan Kadistamben bahwa Lari-larian termasuk bagian dari wilayah Kotabaru.

"Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke 53 tanggal 31 Agustuss 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut Kalimantan," ujarnya.

Selain itu, Lari-larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk dalam peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.

Oleh karena itu pada 2006, bupati Kotabaru juga mengeluarkan SK Bupati no.471/2006 tentang penegasan pulau Lari-larian sebagai wilayah Kotabaru.

Menurut Ansyar, kronologis munculnya isu Lari-larian masuk wilayah Sulawesi Barat awalnya ketika tim pusat melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Indonesia sekitar tahun 2008.

"Kebetulan tim melakukan inventerisasi pulau-pulau kecil di wilayah Sulawesi Barat lebih dahulu sebelum melakukan inventarisasi di wilayah Kalimantan, sehingga pulau tersebut diklaim masuk wilayah Sulbar," katanya.

Menurut dia, jika tim tersebut melakukan inventarisasi pulau-pulau kecil di Kotabaru terlebih dahulu, mungkin tim tetap akan memasukkan pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru.

Namun demikian, lanjut Ansyar, lebih dahulu atau belakangan diinventarisasi, Pulau Lari-larian tetap menjadi bagian dari wilayah Kotabaru.

Terlebih kondisi di lapangan, Pulau Lari-Larian berjarak dengan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru hanya sekitar 60 mil laut dengan Pulau Sambergelap Kotabaru sekitar 40 mil laut.

Sedangkan jarak Pulau Lari-Larian dengan wilayah daratan Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut.

Ketua DPRD Kotabaru Alpidri Supian Noor, mengemukakan, berdasarkan hasil rapat antara Dirjen Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil dengan Bappeda dan Kabag Hukum Kabupaten Kotabaru serta Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, memutuskan pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru.

"Seperti yang disampaikan oleh Dirjen Perbatasan dan Pulau-pulau kecil Astuti, bahwa Lari-larian merupakan bagian dari wilayah Kotabaru, kita tinggal menunggu peraturan pemerintah (PP)-nya saja," kata Alpidri.

Menurut kader Golkar tersebut, Kotabaru telah lega bahwa pekerjaan berat dan panjang kini tidak sia-sia, karena Pulau Lari-larian yang kini sedang dieksplorasi oleh PT Pearl Oil LTD perusahaan tambang migas bagian dari wilayah Kotabaru.

"Jika masalah ini telah selesai maka Pemkab Kotabaru tinggal koordinasi saja dengan pihak perusahaan bagaimana langkah selanjutnya," ujarnya.

Kabag Hukum Setda Kotabaru Taufik Rifani, mengatakan, semula Kotabaru hanya berharap keputusan pemerintah tentang status Pulau Lari-Larian ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, namun ternyata pemerintah akan membuat peraturan pemerintah (PP).

"Peraturan pemerintah tentang Pulau Lari-Larian yang merupakan bagian dari wilayah Desa Sekapung Kecamatan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru tersebut kedudukannya lebih tinggi dari SK Mendagri," ujarnya.

Ia mengatakan, berdasarkan daftar lampiran nama-nama pulau di Provinsi Kalimantan Selatan hasil dari verifikasi dan pemberian nama-nama pulau di Indonesia, bahwa pulau Lari-Larian berada pada urutan kedua dari 134 pulau di Kalsel yang akan diterbitkan PP-nya.

Dengan demikian, lanjut dia, sengketa antara pemerintah Provinsi Sulawesi barat dengan Kabupaten Kotabaru tentang pulau Lari-Larian harus segera diakhiri.

"Karena berdasarkan bukti administrasi yang dibuat oleh pemerintah Indonesia dan pengakuan dari Pemerintah Inggris dan Australia bahwa pulau Lari-Larian jelas masuk wilayah "Borneo" Kalimantan, yakni, Kalimantan Selatan, Kabupaten Kotabaru," katanya.

Membangun pos.

Pemerintah Kabupaten Kotabaru segera membangun pos/kantor pelayanan publik di Pulau Lari-Larian, sekitar 60 mil sebelah timur Desa Sekapung, Kecamatan Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru.

"Selain pos pelayanan yang dibangun pemerintah daerah, Kantor Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan juga berencana membangun mercusuar di Pulau Lari-Larian," kata Taufik.

Menurut dia, pembangunan infrastruktur di pulau tersebut bertujuan untuk mendukung aktivitas perusahaan tambang minyak dan gas (migas) PT Pearl Oil di Pulau Lari-Larian, karena tidak lama lagi perusahaan tersebut segera melakukan eksplotasi gas di sana.

Selain itu, pembangunan prasarana dan sarana itu juga dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya para nelayan atau masyarakat yang kebetulan singgah di pulau yang luasnya sekitar 3,5 hektare tersebut.

"Siapa tahu ada nelayan yang terdampar atau masyarakat yang ingin menyelam di pulau tersebut, karena karang di sekitar Pulau Lari-Larian lebih indah dibandingkan dengan karang di Bunaken, Sulut," ujarnya.

Pemerintah Kabupaten Kotabaru beberapa tahun terakhir telah memasang alat navigasi di Pulau Lari-Larian.

Langkah tersebut merupakan bagian dari pembinaan pemerintah Kabupaten Kotabaru terhadap wilayahnya yang terdiri dari 110 pulau.

Memperoleh saham

Eksploitasi gas lepas pantai di Pulau Lari-Larian di Selat Sebuku Kabupaten Kotabaru sebanyak 5 ribu barel per hari (bph) akan dimulai pada awal 2010.

Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Rudy Ariffin, mengatakan rencana eksploitasi gas di wilayah Kalsel tersebut merupakan berkah yang sangat tidak terduga.

"Dulu saya merasa iri dengan Kalimantan Timur yang kaya akan sumber daya alam bukan hanya batu bara tetapi juga gas, ternyata kini Kalsel juga punya," kata dia.

Menurut dia, segera dieksploitasinya gas lepas pantai tersebut merupakan bukti bahwa Kalsel sangat kaya sumber daya alam.

Agar warga Kalsel bisa ikut menikmati kekayaan alam tersebut, gubernur akan menawarkan keikutsertaaan daerah dalam kepemilikan saham eksploitasi gas tersebut.

"Saya berharap dengan adanya saham minimal 10 persen, masyarakat bisa ikut menikmati hasilnya terutama untuk mendorong pembangunan," katanya.

Guna penyertaan saham itu, Pemprov Kalsel diperkirakan harus mengalokasikan dana sebesar Rp300 miliar lebih.

Dengan demikian, kata dia, akan dilakukan pembahasan serius dengan DPRD dan dinas instansi terkait untuk mendapatkan jalan terbaik.

Saat ini, Pearl Oil Ltd perusahaan pemenang tender pengeboran gas tersebut, sudah melakukan ekspos analis Dampak Lingkungan (Amdal) yakni penilaian kelayakan lingkungan dari kegiatan yang akan mereka lakukan.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertambangan Kalsel, Ali Mazanie mengatakan, minyak yang dibor itu akan disalurkan ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk diproses lebih lanjut.

Kenapa di Kaltim, kata dia, karena lama eksploitasi terlalu pendek hanya sekitar 9 tahun sehingga tidak efisien bila harus membangun pabrik pengolahan.

Sementara itu, Ketua DPRD Kotabaru menambahkan, kepemilikan saham itu memang benar-benar harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga, tidak hanya sekedar keinginan saja namun berusaha semaksimal mungkin agar mendapatkan sebagian saham melalui berbagai cara.

Umpamanya, lanjut dia, pemerintah bisa mengalokasikan dana cukup untuk membeli 10 persen saham dan lima persen bisa diperoleh dengan konpensasi memberikan kemudahan perijinan dan kebijakan masuknya perusahaan tersebut di Kotabaru.

"Untuk memiliki saham bukan murni harus dibeli, namun sebagian bisa diperoleh dari imbalan setelah memberikan kemudahan perijinan itu bisa dinilai dengan beberapa persen saham," katanya.

Sangat wajar jika Kotabaru menginginkan sebagian saham tersebut, mengingat selama ini daerah hanya mendapatkan akibat dari kerusakan alam yang isinya telah dieksploitasi.

"Oleh sebab itu, jangan hanya provinsi saja yang ingin memiliki saham PT Pearl Oil, tetapi Kotabaru juga harus mendapatkan 15 persen saham dari perusahaan tersebut," kata dia.

Untuk memperoleh saham partisipating interest (saham) Pemerintah Kabupaten Kotabaru dengan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan harus membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) syarat memperoleh `participation interst` (PI) saham dari perusahaan minyak dan gas PT Pearl Oil sebesar 10 persen.

Kabag Hukum Setda Kotabaru Taufik Rifani, mengatakan, PI 10 persen tersebut merupakan hak istimewa yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui BUMD di wilayah kerja pertambangan (WKP)kontraktor kerja sama (KKS).

"Pemberian hak istimewa ini tertuang dalam peratuan pemerintah (PP) no.35 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas pasal 34," katanya.

Dalam PP tersebut ditegaskan bahwa penawaran 10 persen `participation interest` harus dilakukan sejak disetujuinya `plant of development` (POD) rencana pengembangan lapangan pertama kali yang akan diproduksi dari suatu wilayah kerja pertambangan.

Ia menambahkan, terdapat tiga indikator pengelolaan minyak dan gas keterkaitan dengan kewenangan dan hak Kabupaten Kotabaru pada Blok Sebuku.

Pertama dana bagi hasil, kedua PI dan ketiga peluang pendukung bidang migas (Bidang logistik dan penyedia kegiatan teknis seluruh aktivitas pertambangan migas).

"Untuk dana bagi hasil telah dijelaskan dalam Undang-Undang no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah," katanya.

Taufik mengatakan, pemberian hak istimewa tersebut juga ditegaskan dalam Undang-Undang no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 18 ayat 1, 2 dan 3.

Pasal 18 ayat 1 menyebutkan, bahwa daerah yang memiliki wilayah laut diberikan haknya untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, daerah yang mendapat bagi hasil atas sumber daya alam di bawah dasar dan atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya pada ayat 3 menyebutkan kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaskudkan ayat 1 meliputi ekplorasi, eskploitasi, konversi dan pengolahan kekayaan laut, pengaturan administrasi dan pengaturan tata ruang.

Untuk mendapatkan PI 10 persen tersebut lanjut Taufik, harus dilakukan usaha pencarian investor atau pendana yang sanggup untuk membiayai pembelian saham 10 persen di Blok Sebuku.

Menurut dia, pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten Kotabaru dan Provinsi Kalimantan Selatan segera melaksanakan re-organisasi dan revitalisasi BMUD untuk mengakomodasi hak pengelolaan PI 10 persen.

(mn/MN/ant)
http://new.beritadaerah.com/artikel/kalimantan/13955

No comments:

Post a Comment