Saturday, August 20, 2011

Kemenkeu Tagih Pajak Migas



JAKARTA, FAJAR -- Perselisihan atau dispute tunggakan pajak perusahaan migas (kontraktor kontrak kerja sama/KKKS) mulai menemukan titik terang. Saat ini, pemerintah siap mengambil tindakan tegas untuk menagih tunggakan pajak tersebut.

"Pak Menkeu (Agus Martowardojo) sudah memberi arahan. Jadi, kami akan lakukan penelitian yang bisa berujung pada SKP (Surat Ketetapan Pajak)," ujar Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany saat rapat dengan Komisi XI DPR, Rabu, 20 Juli.

Sebagaimana diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyebut 14 perusahaan migas yang menunggak pajak Rp1,6 triliun berdasar perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Atas informasi tersebut, Komisi XI DPR memanggil Ditjen Pajak, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), serta BPKP.

Menurut Fuad, adanya pajak yang belum terbayar tersebut karena masih ada perbedaan pandangan mengenai aturan antara pemerintah dan perusahaan migas. "Perbedaan hitungan (pajak) itu karena persoalan tax treaty," katanya.

Sebagai gambaran, tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalkan pajak berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak. Perjanjian itu digunakan untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara institusi bisnis di dua negara.

Kepala BP Migas R. Priyono mengatakan, untuk perhitungan pajak, perusahaan migas biasanya menggunakan tarif branch profit tax (PBDR) yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara domisili KKKS. "Nah, tarif tersebut ada yang lebih rendah dengan pajak kita yang 20 persen," ujarnya.

Priyono menyebut, negara yang perhitungan tax treaty-nya lebih rendah dari tarif pajak Indonesia adalah Inggris yang 10 persen dan Malaysia 12,5 persen. Padahal, dalam kontrak kerja sama (KKS), perhitungan pajak disepakati menggunakan tax treaty. "Tapi, untuk Amerika (Serikat), itu sudah sama dengan kita, 20 persen," katanya.

Priyono juga mengklarifikasi terkait pernyataan KPK yang menyebut adanya 14 perusahaan migas. Menurut dia, saat ini perusahaan migas yang terbelit dispute tax treaty hanya 3. "Itu yang menggunakan British law (hukum Inggris), ada BP (British Petroleum) dan Premier (Oil)," sebutnya. Adapun satu KKKS lagi tidak disebut. Namun, jika mengacu bahwa negara dengan tax treaty yang tarifnya di bawah 20 persen adalah Inggris dan Malaysia, bisa jadi satu KKKS lainnya adalah perusahaan migas asal Malaysia, Petronas.

Kepala BPKP Mardiasmo mengatakan, BPKP tetap berpandangan bahwa perusahaan migas harus mengikuti ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia agar skema bagi hasil 85:15 bisa terpenuhi. "Porsi 85 persen itu dengan asumsi pajaknya 20 persen. Nah, kalau pajaknya 10 persen atau 12,5 persen, berarti pendapatan negara bisa berkurang," ucapnya.

Priyono menambahkan, BP Migas berharap dispute pajak itu bisa segera dituntaskan karena sudah berlangsung bertahun-tahun. "Kalau sudah ada SKP, mereka mungkin mau bayar," katanya. (jpnn)

http://www.fajar.co.id/read-20110721002246-kemenkeu-tagih-pajak-migas

No comments:

Post a Comment