Tuesday, November 13, 2012
Kartu Merah untuk Wasit Migas
Rabu, 14 November 2012 06:58
Pengeboran migas (dok. Gatra/Abdul Malik MSN)
Jakarta, GATRAnews - Para Menteri bidang ekonomi tiba-tiba mendapat panggilan darurat dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Selasa (13/11/2012). Mereka dipaksa berkumpul di istana untuk mengikuti Sidang Kabinet Terbatas siang itu.
Kesibukan di istana presiden berlangsung setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas). "Ada amar putusan MK yang membatalkan status hukum BP Migas, Bapak Presiden sudah mendapat laporan dari Menko Perekonomian," ujar Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha.
Seperti diketahui, UU Migas digugat ke MK oleh 30 tokoh masyarakat, di antaranya adalah Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris, politisi muslim Ali Mochtar Ngabalin, cendekiawan muslim Komaruddin Hidayat, pengacara Eggi Sudjana, dan sejumlah ormas Islam.
MK mengabulkan sebagian permohonan dalam uji materi Undang-undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi menilai, fungsi dan tugas BP Migas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sebab, majelis hakim konstitusi menyatakan fungsi dan tugas BP Migas mendegradasi penguasaan negara atas sumber daya alam. Itu berarti badan tersebut harus dibubarkan.
Pembubaran BP Migas itulah yang dibahas dalam Sidang kabinet dadakan itu. "Pemerintah merespons apa yang menjadi amar putusan MK, karena itu sifatnya final. Kita akan sikapi dan tindak lanjuti keputusan itu," ungkap Julian.
Sebelumnya, saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan DPR, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, mengungkapkan bahwa pemerintah harus melaksanakan keputusan MK. Namun, pelaksanaan keputusan lembaga tinggi peradilan negara itu akan dilihat terlebih dahulu seberapa besar konsekuensinya.
Sebab, kata Jero, pemerintah patut mempertimbangkan dampak keputusan MK tersebut dengan iklim investasi sektor migas yang banyak menarik investor di Indonesia. "Karena itu, pemerintah mengambil sikap mempertimbangkan kepentingan negara yang jauh lebih besar dan harus dijaga," ujar Jero.
Keputusan MK, menurut Jero, akan disikapi pemerintah dengan baik dan bijaksana sehingga tidak merusak tatanan investasi yang saat ini berjalan dengan baik. Ia menegaskan, pemerintah segera melakukan persiapan untuk masa transisi atas pelaksanaan keputusan MK tersebut untuk diberlakukan di dunia usaha.
"Akan ada masa persiapan atau transisi. Tidak bisa langsung berubah saat ini juga," ujar Jero. Ia menegaskan, untuk kelanjutan nasib BP Migas, pemerintah wajib memikirkan kemungkinan yang terbaik dan tidak akan berspekulasi dan menghasilkan keputusan yang terburu-buru.
Jero meminta seluruh karyawan BP Migas untuk tetap tenang. Pihaknya akan membuat produk baru untuk nantinya dapat meneruskan kerja seluruh pegawai BP Migas. Ia juga berharap seluruh kegiatan yang di bawah koordinasi BP Migas dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga tidak berpengaruh pada penerimaan negara.
Migas Tanpa Pengawas
Kepala BP Migas Raden Priyono hanya bisa pasrah menanggapi putusan MK yang memerintahkan pembubaran BP Migas sebagai pengelola sektor hulu minyak dan gas. Terlihat, Priyono sangat terpukul dengan putusan tersebut.
Dalam Press Conference yang digelar di Wisma Mulia Lantai 37, Jakata Selatan, Selasa (13/12/2012) Priyono tak bisa menjelaskan rencana secara detail terkait putusan tersebut.
Priyono mengibaratkan, industri migas tanpa adanya institusi yang menjadi perwakilan pemerintah bagaikan permainan sepak bola tanpa wasit. "Nah kemudian dengan reformasi itu dipisah, wasitnya adalah BP Migas, jadi kalau tidak ada wasit ya silakan saja," katanya.
Saat ini Priyono mengaku tengah berkonsentrasi melakukan konsolidasi internal terlebih dahulu. Pasalnya dengan keputusan yang mendadak ini, terjadi pergolakan di internal BP Migas.
Menurut Priyono, dengan keputusan ini, seluruh kegiatan eksplorasi migas di sektor industri otomatis akan terganggu. "Ya mustinya tidak bisa beroperasi, karena kontrak itu harusnya legal," katanya.
Priyono menganalogikan pengaturan hulu identik dengan kompetisi sepak bola. Dimana, BP Migas bertindak sebagai wasit sedangkan pemerintah sebagai PSSI atau FIFA. Sementara pemainnya adalah Pertamina dan kontraktor asing.
"Sekarang wasitnya enggak ada, apakah FIFA-nya yang jadi wasit. Dulu, dibentuknya BP Migas karena disepakati adanya pemisahan tugas dan fungsi. Ingat, BP Migas itu produk reformatif kalau mau dikembalikan seperti dulu. Ya silahkan dinilai sendiri," ungkapnya.
Mengenai kontrak kerja dengan kontraktor asing yang sudah ditanda tangani dengan BP Migas, pria kelahiran Pati, Jawa Tengah itu terlihat kebingungan. "Kami belum ada pembicaraan dengan kontraktor asing. Dalam logika saya kalau BP Migas dinyatakan inkonstitusional atau tidak legal, keputusannya juga begitu. Tetapi ini logika saya lho sebagai orang awam," tegasnya.
Terkait tudingan penguasaan asing terhadap migas Indonesia, Priyono menampik tuduhan dari ormas yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi tersebut. Menurutnya BP Migas hanya melanjutkan dulu yang sudah ada.
"BP Migas tak mengundang orang asing ke sini. Mereka sudah hadir sejak lama," ujar Priyono dalam konferensi pers di Wisma Mulia, Jakarta, Selasa (13/11/2012), dalam rangka merespon putusan MK.
BP Migas saat ini hanya menjalankan Undang-undang yang sudah ditetapkan. Kepala BP Migas juga dipilih DPR. "Kami selalu lapor soal lifting dan cost recovery kepada DPR, kalau dibilang liberal, saya bingung liberal dari mana," tanyanya.
Priyono bahkan mempertanyakan isu keberpihakan BP Migas terhadap asing, karena ada tiga blok migas yang diserahkan kepada Pertamina. "Proses perpanjangan pun kita memberikan 3 blok kepada Pertamina, Bumi Siak Pusako, BP Laut Jawa dan West Madura Offshore," ujarnya.
Nah, jika dikatakan bahwa pembentukan BP Migas adalah sebuah kesalahan, maka Priyono justru mempertanyakan opsi penyelesaiannya. "Sekarang masalahnya, apakah kesalahan itu bisa diperbaiki dengan mengubah institusi?" ucapnya.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Operasi BP Migas I Gede Pradyana mengungkapkan, penerimaan negara pasti akan terganggu dengan adanya keputusan ini. Negara bisa rugi Rp1 triliun per hari dari hasil transaksi migas. "Kontrak pengelolaan industri hulu migas itu menghasilkan US$35 miliar per tahun. Itu harus ada lembaga yang harus menangani, apa pun nama lembaganya."
Dia mengatakan bahwa prioritas utama saat ini adalah menyelesaikan gejolak internal BP Migas. Salah satunya dengan menyiapkan hak-hak yang harus dipenuhi seperti pesangon karyawan. Ini jika institusi tersebut akan ditutup. "Kami mengharapkan pemerintah segera memutuskan masa transisi, kalau dibiarkan berlarut-larut akan berdampak terhadap penerimaan negara," katanya.
Dua Opsi
Pasca pemberangusan BP Migas, para ahli bidang migas pun memberikan opsi untuk menjalankan fungsi regulator migas. Namun pemerintah tampaknya punya rencana sendiri dalam menyikapi putusan MK yang memberangus BP Migas. Berikut dua opsi versi pengamat migas dan versi pemerintah.
Opsi 1: Regulator Dipercayakan ke Pertamina
Pengamat Perminyakan Kurtubi malah menyarankan pemerintah untuk mengalihkan fungsi dan tugas BP Migas kepada Pertamina. "Seperti yang dilakukan Malaysia dengan Petronas-nya dan Iran, Libya, serta Venezuela," ungkapnya.
Kurtubi memaparkan bahwa putusan MK tentang pembubaran BP Migas, sangatlah tepat. Ke depan, pengganti BP Migas yang paling tepat adalah Pertamina. "Contoh yang terdekat adalah Malaysia. Seluruh kontraktor asing berkontrak dengan Petronas. Demikian pula di Iran, Libya, dan Venezuela. BUMN diberikan peran dalam mengatur sektor hulu," jelasnya.
Masih menurut pendiri Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) itu, Pertamina harus berbenah pula. Dalam artian, lebih mengedepankan aspek-aspek profesionalisme dan transparansi. "Jangan adalagi kebocoran, patgulipat apalagi korupsi di Pertamina. Semuanya harus transparan dan akuntabel. Kalau soal SDM, saya kira Pertamina punya kemampuan kok. Yang penting harus dikontrol dengan ketat," tegasnya.
Apabila Pertamina diberikan kepercayaan sebagai pengatur sektor hulu migas, Kurtubi percaya lebih bermaslahat untuk rakyat. Dibanding membentuk badan baru yang belum menjamin pengelolaan migas bisa sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Buktinya, ada BP Migas pasokan gas dalam negeri terhambat karena banyak diekspor ke luar negeri. Minyak juga demikian. Saya percaya kalau Pertamina yang dipercaya, pengelolaan migas semakin simple. Kita tidak akan ditipu lagi. Pertamina juga bisa menjadi sumber pembangunan. Seperti di negara-negara lain," ujar Kurtubi.
Opsi 2: Bentuk UPKUH Migas
Melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, pemerintah menegaskan kegiatan eksplorasi minyak tidak akan terganggu dengan penghapusan BP Migas. Ia menjelaskan kepada media bahwa pemerintah akan membentuk Unit Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (UPKUH Migas). Unit kerja baru itu langsung di bawah Kementerian ESDM, karena dalam keputusannya MK mengariskan bahwa seluruh fungsi dan tugas BP migas dikembalikan kepada kementerian terkait.
"Pemerintah tentu saja menjamin seluruh urusan migas tetap berjalan seperti biasanya," kata Hatta. Ia menambahkan bahwa dasar hukum pembentukan unit kerja baru itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) yang segera diterbitkan. Diharapkan lembaga baru itu akan menjalankan kewenangannya dengan baik, sehingga tidak mengganggu iklim investasi.
Dengan keputusan pembentukan lembaga baru itu, Hatta berharap agar tidak ada spekulasi yang muncul di kalangan dunia usaha khususnya di sektor minyak dan Gas bumi. Keputusan MK tersebut merupakan proses yudisial yang harus dijalani oleh pemerintah. "Dengan adanya unit kerja baru ini, seluruh aset dan pegawai yang dimiliki BP Migas akan beralih kepada unit tersebut," ungkapnya.
Sedangkan status kepegawaian BP Migas tetap dan tidak beralih menjadi Pegawai Negeri sipil (PNS). Sebab, kata Hatta, unit ini merupakan unit kerja non struktural kementeran ESDM. Tetapi bentuk struktur dan pemimpin unit tersebut masih akan dibahas. "Yang jelas, unit ini akan dibiayai APBN, tapi tidak jadi PNS," tegas Hatta. (HP)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment