Monday, November 5, 2012

BP Migas Dorong Pemda Bikin Perda Bagi Hasil




TRIBUNNEWS.COM SURABAYA - Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Perwakilan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, Elan Biantoro mengakui kegiatan eksploitasi dan eksplorasi migas mendapat hambatan dari masyarakat di beberapa tempat di Jawa Timur.

"Hal itu karena ketidakmengertian sekelompok masyarakat tentang masalah bagi hasil migas antara pemerintah pusat dan daerah," ujarnya dalam media gathering di Surabaya, Minggu (1/7/2012). Kelompok masyarakat itu menganggap kehadiran kegiatan migas di wilayah mereka tidak memberikan kontribusi apa-apa, dan menjadikan BP Migas sebagai sasaran protes.

Elan yang baru dua bulan menjabat kepala perwakilan dan berkedudukan di Surabaya mengatakan, soal bagi hasil migas bukan menjadi urusan BP Migas. Hal tersebut sudah diatur dengan Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam undang-undang tersebut pemerintah daerah mendapat bagian 15 persen dari hasil migas di wilayahnya. Dari bagian 15 persen tersebut, masih dibagi lagi untuk pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten daerah penghasil, serta pemerintah kota/kabupaten tetangga daerah penghasil.

"Tugas BP Migas hanya dua, yaitu mencari minyak dan menjualnya. Sedangkan hasilnya, yang mengelola dan membagi duitnya adalah menteri keuangan," kata Elan yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Humas dan Kelembagaan di BP Migas itu. Jadi, jika ada masyarakat yang memrotes kehadiran BP Migas menurutnya salah alamat.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Humas dan Kelembagaan BP Migas Rinto Pudiantoro menambahkan, protes yang muncul dari masyarakat karena menganggap kehadiran kegiatan migas di wilayah mereka tidak memberikan kontribusi, bisa jadi penggunaan dana bagi hasil yang salah sasaran. "Misal, seharusnya kecamatan penghasil yang mendapatkan, ternyata oleh pemerintah daerah setempat dialihkan ke kecamatan lain," terangnya.

Untuk itu, BP Migas mendorong kabupaten/kota penghasil migas membuat peraturan daerah (perda) yang mengacu pada Undang-undang nomor 33 tahun 2004 agar penggunaan dana bagi hasil tepat sasaran. Menurut Elan Biantoro, dari 63 daerah di Indonesia, baru tiga daerah yang telah membuat perda dimaksud. Salah satu di antaranya Kabupaten Bojonegoro di Jawa Timur.

Lebih lanjut Elan mengatakan, BP Migas perlu menciptakan situasi yang kondusif bagi usaha migas karena hingga kini produksi migasnya masih defisit. Produksi minyak Jawa Timur mencapai 900.000 barel/hari, padahal konsumsinya 1,3 juta barel/hari. Untuk menutup kebutuhan itu, harus didatangkan minyak dari luar daerah. Sedangkan produksi gas sekitar 8 miliar kaki kubik/hari yang sebagian besar untuk memasok pembangkit listrik, pabrik pupuk, dan industri.

Mendatangkan gas dari luar daerah yang jauh melalui jaringan pipa tidak mungkin. Satu-satunya jalan harus diangkut dengan kapal, tetapi untuk itu gas harus diubah dulu ke dalam bentuk cair dengan pendinginan hingga -200 derajat celcius. Setelah tiba, harus diubah kembali ke bentuk gas. "Hal itu membutuhkan infrastruktur sendiri yang mahal," katanya. Saat ini baru satu tempat yang sudah memiliki infrastruktur seperti itu, yaitu di Jawa Tengah.

Karena tidak memiliki infrastruktur seperti itu, maka tidak ada gas daru Jawa Timur yang dijual ke luar daerah. "Saya bisa pastikan itu, kalau ada yang mengatakan gas Jawa Timur dijual ke luar daerahhanya rumor," tegas Elan.

No comments:

Post a Comment