Wednesday, December 26, 2012
PRODUKSI GAS: Lapangan Ruby Blok Sebuku Operasi 2013
Rachmad Subiyanto
September 23, 2012
BALIKPAPAN: Produksi gas dari Lapangan Ruby di Blok Sebuku oleh Pearl Oil (Sebuku) Ltd diperkirakan bisa dimulai pada pertengahan 2013 seiring dengan telah dimulainya penggelaran pipa sepanjang 312 kilometer menuju Senipah.
Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Kalimantan dan Sulawesi Ngatijan mengatakan penggelaran pipa telah dimulai pada 20 September 2012. Dari total sepanjang 312 kilometer, 300 kilometer pipa terletak di area laut lepas.
Ngatijan
Pemasangan pipa ini, imbuhnya, merupakan upaya pengembangan untuk meningkatkan kapasitas produksi gas. Persetujuan plan of development (POD) telah diperoleh dan produksi diperkirakan bisa dimulai pada pertengahan 2013.
Mengenai proses perizinan dan sosialisasi, imbuhnya, pihaknya sudah selesai melakukan kepada nelayan yang kerap beroperasi di jalur tersebut kendati jarak pemasangan pipa terdekat sekitar 18 mil laut. Jarak tersebut berada di luar wilayah kewenangan kabupaten/kota yang mencapai 4 mil laut ataupun kewenangan provinsi yang berada di antara 4 mil laut – 12 mil laut.
Perkiraan produksi gas yang dihasilkan oleh Lapangan Ruby mencapai 100 juta standar kaki kubik per hari (million metric standard cubic feet per day / MMSCFD). Nantinya, gas yang diproduksi tersebut untuk mensuplai kebutuhan gas bagi industri pupuk di pabrik Pupuk Kaltim-5. “Ini untuk ketahanan pangan nasional karena pupuknya akan didistribusikan kepada petani yang mendukung program pangan. Jadi, ini memang 100% untuk kontribusi gas dalam negeri,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (22/9/2012).
Berdasarkan catatan Bisnis, pembangunan pabrik Pupuk Kaltim V merupakan salah satu program revitalisasi industri pupuk. Pabrik ini diproyeksikan untuk menggantikan pabrik Pupuk Kaltim-1 yang beropeasi lebih dari 25 tahun.
Diperkirakan pabrik ini akan menjadi pabrik urea terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas produksi pabrik mencapai 1,15 juta ton urea granul per tahun dan 850.000 ton amoniak per tahun. Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur Aas Asikin Idat menambahkan konsumsi gasnya juga lebih efisien dibandingkan pabrik Pupuk Kaltim-1 karena hanya memerlukan gas sebesar 26 MMBtu/ton.
Pembangunan pabrik yang dilakukan di Kawasan Industri Pupuk Kaltim Bontang oleh konsorsium dari PT Inti Karya Persada Teknik (IKPT) dan Toyo Engineering Corporation (Toyo) dimulai pada September 2011 dengan target pengerjaan selama 33 bulan atau diperkirakan selesai pada Juni 2014.
Gas yang dipasok ke dalam pabrik pupuk itu nantinya akan digunakan seluruhnya sebagai bahan baku pupuk karena boiler yang dibangun berbahan bakar batubara. Hasil ini tentu akan ada peningkatan kapasitas produksi pupuk oleh pabrik tersebut.
Pabrik yang diproyeksikan menjadi pengganti Pabrik Pupuk Kaltim-1 tersebut diharapkan memiliki umur ekonomis lebih dari 20 tahun dengan konsumsi energi yang relatif rendah yang akan berdampak pada penurunan biaya produksi. Sementara dari sisi kapasitas akan meningkatkan kapasitas produksi urea sebesar 1.375 ton per hari yang diharapkan mampu meningkatkan daya saing perusahaan.(msb)
Kalsel inginkan bagi hasil eksplorasi Blok Sebuku
Jum'at, 1 Juni 2012
Ilustrasi
Sindonews.com - Gugatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kota Baru Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terhadap Permendagri nomor 43/2011 tentang penegasan pulau Lereklerekang sebagai wilayah administrasi Pemkab Majene diduga hanya untuk mendapatkan bagi hasil atas eksplorasi migas di Blok Sebuku. Satu-satunya cara adalah membatalkan Permendagri, tanpa mempermasalahkan kepemilikan Pulau Lereklerekan.
Dengan dicabutnya Permendagri itu oleh MA pada 2 Mei 2012 lalu, Pulau Lereklerekang tidak lagi dimiliki oleh Sulawesi Barat (Sulbar) maupun Kalsel. Namun secara finansial lebih menguntungkan Kalsel.
Bisa dipastikan, daerah ini akan menerima 15 persen untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun dari eksplorasi migas yang dilakukan Pearoil. Persentasenya sama seperti yang akan diterima Sulbar dan sisanya untuk pemerintah pusat.
Namun upaya ini terganjal. Sebab informasi telah keluar putusan MA itu dibantah Pemprov Sulbar yang beberapa waktu lalu menggelar rembug nasional warga Mandar di Jakarta. Mereka menemukan banyak kejanggalan dan memutuskan empat poin pernyataan sikap yang diserahkan ke Kemendagri dan MA.
"Saat dikonfirmasi langsung ke MA, nyatanya putusan itu belum ada. Jadi apanya yang harus digugat? Kami masih harus melihat perkembangan, tidak lantas melakukan tindakan yang berlebihan," kata Asisten I Setprov Sulbar, Akhsan Djalaluddin saat menerima anggota DPRD Majene di ruang pola Setprov Sulbar, Kamis 31 Mei 2012.
Para anggota Dewan itu dipimpin langsung Ketua DPRD Majene, Hajar Nuhung. Ada dua hal yang mereka pertanyakan. Yakni kejelasan tentang perkembangan kasus Pulau Lereklerekang dan langkah yang harus dilakukan pascaputusan MA.
Ketua Komisi II DPRD Majene Rusbi Hamid mengungkapkan, masyarakat Majene sudah mulai bergerak dengan menggelar aksi demonstrasi. "Hari ini (kemarin) demo besar-besaran di Majene. Mereka mendesak Mendagri untuk mengambil sikap tegas terhadap kasus ini. Aksi ini dilakukan oleh simpul-simpul masyarakat," katanya.
Senada dengan Akhsan, Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh pun menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan apapun dari MA. Buktinya, Mendagri, Sulbar dan Kalsel belum mendapatkan salinan putusan. Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Biro Pemerintahan Setprov Sulbar, Haeruddin Anas.
"Yang ada hanya 'katanya'. Dan yang di website MA itu bukan putusan, tapi agenda sidang MA, Bahkan Ketua Majelis Hakimnya, Paulus Effendi Lotulung, mengaku hingga tanggal 24 Mei 2012 MA belum mengeluarkan keputusan apapun soal kasus ini. Memang, gugatan Kalsel itu tetap akan disidangkan. Tapi tidak tahu kapan waktunya," kata Anwar.
Dituturkan, ada beberapa keanehan mengenai info putusan MA ini. Seperti diakui oleh Kepala Biro Hukum Kemendagri. Dia melaporkan keanehan itu langsung ke Mendagri melalui SMS. Anwar kemudian membacakan isi sms bahwa MA sudah mengeluarkan putusan atas gugatan Pemkab Kota Baru Kalsel. Namun hingga saat ini Surat keputusan (SK)-nya belum juga dibuat.
"SMS itu diforward ke saya. Dan ternyata MA menunggu Mendagri membatalkan Permendagri nomor 43/2011, setelah itu baru MA mengeluarkan putusan. Keanehan lainnya adalah Mendagri diminta untuk menyurat secara resmi pada MA bahwa Pulau Lereklerekang milik Kalsel. Semua itu tidak seperti biasanya," katanya.
Sulbar, tandas Anwar, juga akan memprotes BP Migas untuk tidak lagi membuat nama yang menimbulkan konflik antara daerah. Sekaligus memprotes Pearoil yang meminta ijin pada Kalsel untuk mengeksploitasi migas di blok Sebuku. Dan izin itu dikeluarkan BP Migas.
"Ini juga pemicunya. Saya tidak pernah melihat ada MoU antara Pearoil dengan BP Migas dan Kalsel. Info ini juga tidak benar. Yang ada adalah izin eksplorasi dari BP Migas ke Kalsel. Inilah rumitnya. Saya akan temui langsung Kepala BP Migas dan Pearoil yang tidak konsisten. Karena itu Sulbar telah membentuk tim advokasi hukum dan advokasi politik," katanya.
Secara faktual Pearoil telah menemukan kandungan migas di blok Sebuku, 12 mil sebelah timur dari Pulau Lereklerekang. Artinya, itu wilayah kabupaten Majene Sulbar. Fakta lainnya adalah jika ditarik pipa dari sumber migas ke Bontang Kaltim, membutuhkan pipa sepajang 300an kilometer. Sedang ke Majene hanya setengahnya saja.
Masih banyak fakta lain yang akan dibawa Anwar ke Jakarta. Semua ini sebagai bukti bahwa Sulbar tidak tinggal diam. Bahkan sejak masalah ini muncul pada 2010, Pemprov Sulbar sudah melakukan upaya hukum. (bro)
Ilustrasi
Sindonews.com - Gugatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kota Baru Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terhadap Permendagri nomor 43/2011 tentang penegasan pulau Lereklerekang sebagai wilayah administrasi Pemkab Majene diduga hanya untuk mendapatkan bagi hasil atas eksplorasi migas di Blok Sebuku. Satu-satunya cara adalah membatalkan Permendagri, tanpa mempermasalahkan kepemilikan Pulau Lereklerekan.
Dengan dicabutnya Permendagri itu oleh MA pada 2 Mei 2012 lalu, Pulau Lereklerekang tidak lagi dimiliki oleh Sulawesi Barat (Sulbar) maupun Kalsel. Namun secara finansial lebih menguntungkan Kalsel.
Bisa dipastikan, daerah ini akan menerima 15 persen untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun dari eksplorasi migas yang dilakukan Pearoil. Persentasenya sama seperti yang akan diterima Sulbar dan sisanya untuk pemerintah pusat.
Namun upaya ini terganjal. Sebab informasi telah keluar putusan MA itu dibantah Pemprov Sulbar yang beberapa waktu lalu menggelar rembug nasional warga Mandar di Jakarta. Mereka menemukan banyak kejanggalan dan memutuskan empat poin pernyataan sikap yang diserahkan ke Kemendagri dan MA.
"Saat dikonfirmasi langsung ke MA, nyatanya putusan itu belum ada. Jadi apanya yang harus digugat? Kami masih harus melihat perkembangan, tidak lantas melakukan tindakan yang berlebihan," kata Asisten I Setprov Sulbar, Akhsan Djalaluddin saat menerima anggota DPRD Majene di ruang pola Setprov Sulbar, Kamis 31 Mei 2012.
Akhsan Djalaluddin
Para anggota Dewan itu dipimpin langsung Ketua DPRD Majene, Hajar Nuhung. Ada dua hal yang mereka pertanyakan. Yakni kejelasan tentang perkembangan kasus Pulau Lereklerekang dan langkah yang harus dilakukan pascaputusan MA.
Ketua Komisi II DPRD Majene Rusbi Hamid mengungkapkan, masyarakat Majene sudah mulai bergerak dengan menggelar aksi demonstrasi. "Hari ini (kemarin) demo besar-besaran di Majene. Mereka mendesak Mendagri untuk mengambil sikap tegas terhadap kasus ini. Aksi ini dilakukan oleh simpul-simpul masyarakat," katanya.
Senada dengan Akhsan, Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh pun menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan apapun dari MA. Buktinya, Mendagri, Sulbar dan Kalsel belum mendapatkan salinan putusan. Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Biro Pemerintahan Setprov Sulbar, Haeruddin Anas.
"Yang ada hanya 'katanya'. Dan yang di website MA itu bukan putusan, tapi agenda sidang MA, Bahkan Ketua Majelis Hakimnya, Paulus Effendi Lotulung, mengaku hingga tanggal 24 Mei 2012 MA belum mengeluarkan keputusan apapun soal kasus ini. Memang, gugatan Kalsel itu tetap akan disidangkan. Tapi tidak tahu kapan waktunya," kata Anwar.
Dituturkan, ada beberapa keanehan mengenai info putusan MA ini. Seperti diakui oleh Kepala Biro Hukum Kemendagri. Dia melaporkan keanehan itu langsung ke Mendagri melalui SMS. Anwar kemudian membacakan isi sms bahwa MA sudah mengeluarkan putusan atas gugatan Pemkab Kota Baru Kalsel. Namun hingga saat ini Surat keputusan (SK)-nya belum juga dibuat.
"SMS itu diforward ke saya. Dan ternyata MA menunggu Mendagri membatalkan Permendagri nomor 43/2011, setelah itu baru MA mengeluarkan putusan. Keanehan lainnya adalah Mendagri diminta untuk menyurat secara resmi pada MA bahwa Pulau Lereklerekang milik Kalsel. Semua itu tidak seperti biasanya," katanya.
Sulbar, tandas Anwar, juga akan memprotes BP Migas untuk tidak lagi membuat nama yang menimbulkan konflik antara daerah. Sekaligus memprotes Pearoil yang meminta ijin pada Kalsel untuk mengeksploitasi migas di blok Sebuku. Dan izin itu dikeluarkan BP Migas.
"Ini juga pemicunya. Saya tidak pernah melihat ada MoU antara Pearoil dengan BP Migas dan Kalsel. Info ini juga tidak benar. Yang ada adalah izin eksplorasi dari BP Migas ke Kalsel. Inilah rumitnya. Saya akan temui langsung Kepala BP Migas dan Pearoil yang tidak konsisten. Karena itu Sulbar telah membentuk tim advokasi hukum dan advokasi politik," katanya.
Secara faktual Pearoil telah menemukan kandungan migas di blok Sebuku, 12 mil sebelah timur dari Pulau Lereklerekang. Artinya, itu wilayah kabupaten Majene Sulbar. Fakta lainnya adalah jika ditarik pipa dari sumber migas ke Bontang Kaltim, membutuhkan pipa sepajang 300an kilometer. Sedang ke Majene hanya setengahnya saja.
Masih banyak fakta lain yang akan dibawa Anwar ke Jakarta. Semua ini sebagai bukti bahwa Sulbar tidak tinggal diam. Bahkan sejak masalah ini muncul pada 2010, Pemprov Sulbar sudah melakukan upaya hukum. (bro)
Tuesday, December 18, 2012
Investor italia Bersedia Eksplorasi Blok Pasangkayu
Senin, 17 Desember 2012 22:29 WITA | Sulbar
Mamuju (ANTARA News) - Investor asing asal negara Italia telah bersedia melakukan eksplorasi minyak dan gas (Migas) pada blok Pasangkayu, Mamuju Utara, ungkap Bupati Mamuju Utara, Ih. H. Agus Ambo Jiwa.
H. Agus Ambo Jiwa
"Blok Pasangkayu sebelumnya dieksplorasi oleh perusahaan asal Amerika Serikat PT.Marathon Internasional Petrolium, namun telah resmi menghentikan aktivitasnya sejak memenangkan tender pengelolaan migas pada 2006 silam," kata Bupatidi Mamuju, Senin.
Menurutnya, meski PT Marathon telah menghentikan aktivitasnya mencari migas pada blok Pasangkayu namun ada perusahaan Italia masih berkeyakinan bahwa di blok Pasangkayu dengan luas areal 4.707,63 kilometer persegi ini terdapat cadangan migas bernilai ekonomi.
"Sebenarnya perusahaan itu sudah menemukan kandungan migas di blok Pasangkayu.Tapi jumlahnya tidak sesuai yang diharapkan.Jika dieksploitasi, tidak menguntungkan Marathon karena jumlahnya sedikit atau tipis. Namun bukan tidak mungkin, blok Pasangkayu ini ditemukan migas bernilai ekonomi bagi perusahaan asal Italia itu,"ungkap Agus.
Ia menyampaikan, blok Pasangkayu tepat berada di sebelah timur cekungan migas Kutai Kartanegara yang dinilai cukup produktif. Namun blok ini cukup dalam, mulai 328 kaki (100 meter) hingga 6.562 kaki (2.000 meter).
Bupati menyampaikan, selain Ma-rathon, satu perusahaan lainnya juga gagal mendapatkan migas yang diharapkan yakni, PT Exxon Mobile di blok Suremana (Matra) karena ternyata yang didapatkan gunung berapi di bawah air laut.
Sedangkan Conoco Philips yang ikut melakukan tahap eksplorasi kata dia, sekarang ini telah menemukan titik migas yang sekarang ini sedang diteliti.
Ia menambahkan, potensi yang paling diharapkan menemukan cadangan migas yakni PT Tately yang saat ini telah melakukan tahap eksplorasi pada blok Budong-Budong.
"PT Tately yang melakukan pengeboran hingga kedalamam 3.000 meter di bawah perut bumi telah menemukan cadangan gas. Namun, saat itu dihentikan karena tekanan gas dari perut bumi sangat kencang,"katanya.
Agus menambahkan, PT Tateli kembali melakukan pengeboran kedua di Kecamatan Baras Kabupaten sekitar 50 kilometer dari kota Mamuju Utara dan hasilnya telah ada potensi cadangan gas.
"Berdasarkan keterangan pihak Tately menyimpulkan ada potensi gas bernilai ekonomis. Kita harapkan, tetesan gas yang ditemukan ini dapat dikelola sehingga menjadi potensi penopang percepatan pembangunan di daerah kami,"pungkasnya. (KR-ACO/N001
COPYRIGHT © 2012
Thursday, December 13, 2012
BPH Migas mengaku tak takut bila dibubarkan
Reporter : Nurul Julaikah Minggu, 2 Desember 2012
Badan Pengawasan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku tidak takut bila nasibnya sama seperti BP Migas, yaitu dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. BPH Migas dinilai tidak menjamin kepastian hukum di Indonesia.
Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto mengatakan dengan tegas tidak takut jika BPH Migas dibubarkan. "Kalau BPH Migas tidak berguna, kenapa tidak dari dulu (dibubarkan)," kata dia.
Sebelumnya, pengamat ekonomi Hendri Saparini mengatakan BPH Migas tidak becus dalam mengawasi distribusi BBM bersubsidi. Hal tersebut ditunjukkan dengan kuota BBM bersubsidi yang terus jebol.
November lalu, terdapat kelompok yang menamakan dirinya Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi.
Dalam surat pengujian materi UU Migas yang diperoleh merdeka.com, FSPPB mengajukan uji materiil pasal-pasal yang berkaitan dengan BP Migas dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Khusus untuk keberadaan BPH Migas, FSPPB menganggap lembaga tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Dalam permintaan uji materiilnya, FSPPB mengatakan BPH Migas bertentangan dengan pasal 28D Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pihak Kementerian ESDM juga tidak menampik adanya kemungkinan itu. Dirjen Migas ESDM Evita Legowo mengatakan gugatan mengenai BPH Migas tidak pernah diduga oleh pihaknya.
[rin]
Badan Pengawasan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku tidak takut bila nasibnya sama seperti BP Migas, yaitu dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. BPH Migas dinilai tidak menjamin kepastian hukum di Indonesia.
Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto mengatakan dengan tegas tidak takut jika BPH Migas dibubarkan. "Kalau BPH Migas tidak berguna, kenapa tidak dari dulu (dibubarkan)," kata dia.
Sebelumnya, pengamat ekonomi Hendri Saparini mengatakan BPH Migas tidak becus dalam mengawasi distribusi BBM bersubsidi. Hal tersebut ditunjukkan dengan kuota BBM bersubsidi yang terus jebol.
November lalu, terdapat kelompok yang menamakan dirinya Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi.
Dalam surat pengujian materi UU Migas yang diperoleh merdeka.com, FSPPB mengajukan uji materiil pasal-pasal yang berkaitan dengan BP Migas dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Khusus untuk keberadaan BPH Migas, FSPPB menganggap lembaga tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Dalam permintaan uji materiilnya, FSPPB mengatakan BPH Migas bertentangan dengan pasal 28D Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Pihak Kementerian ESDM juga tidak menampik adanya kemungkinan itu. Dirjen Migas ESDM Evita Legowo mengatakan gugatan mengenai BPH Migas tidak pernah diduga oleh pihaknya.
[rin]
Pengganti BP Migas Bukan Solusi
Jumat, 16 November 2012 | 12:00 WIB
KOMPAS Images/TRIBUN SUMSEL/M AWALUDDIN FAJRI Suasana kantor BP Migas Sumsel yang terletak di Jalan Demang Lebar Daun, Palembang, Rabu (14/11/2012). Aktifitas kantor tetap berjalan seperti biasa menyusul keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membubarkan BP Migas karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
JAKARTA, KOMPAS.com — Hanya beberapa jam seusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah langsung membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKS Pelaksana Hulu Migas). Ini adalah institusi ad hoc pengganti Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
Pengalihan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3135 K/08/MEM/2012 yang terbit Selasa (13/11/2012) sebagai turunan dari Peraturan Presiden Nomor 95/2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Hulu Migas. Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini menjelaskan, kepmen ini berisi empat poin utama. Pertama, pengalihan tugas BP Migas ke SKS Pelaksana Hulu Migas. Kedua, pegawai BP Migas dialihkan ke SKS itu.
Ketiga, operasional, pendanaan, dan aset BP migas juga dialihkan ke SKS Pelaksana Hulu Migas. Keempat, gaji, tunjangan jabatan, dan fasilitas karyawan sama seperti di BP Migas. Sementara pengalihan petinggi eks BP Migas diputuskan Kepmen ESDM No 3136/2012. Sejauh ini, belum diputuskan ketua SKS itu.
Direktur Jenderal Migas Evita Legowo menambahkan, Kementerian ESDM akan menerbitkan aturan lagi sebagai pelengkapnya. "Bisa saja dibentuk badan usaha baru pengganti SKS itu," kata dia.
Sejauh ini, para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mulai tampak lega. "Kami akan tetap bermitra dengan pemerintah," kata Dony Indrawan, Manager Corporate Communication Chevron Indonesia.
Kristianto Hartadi, Head Department of Media Relations Total E&P Indonesia, masih meraba-raba arah institusi baru ini. "Kami belum tahu, apakah unit baru ini akan ada perubahan," ujar dia.
Toh, tetap saja ada yang rugi di masa transisi ini. Lihat saja nasib rig milik Niko Resources yang kini tertahan di Bea Cukai dan harus membayar 300.000 dollar AS per hari. "Masih ada 100 rig yang tertahan," kata Bambang Dwi Djanuarto, mantan Humas BP Migas.
Yang patut dicermati, pembentukan SKS Pelaksana Hulu Migas bukan solusi krisis pascapembubaran BP Migas. Masih ada celah lain yang bisa memicu masalah baru.
AM Putut Prabantoro, eks Penasehit Ahli Kepala BP Migas, mengingatkan pemerintah agar konsekuen dengan putusan MK. "Jika BP Migas dinyatakan melanggar UUD 1945, seluruh keputusan BP Migas juga tak sah," kata dia.
Alhasil, kontrak-kontrak migas yang lama pun rawan dipersoalkan. Problem ini agaknya bisa makin pelik.(Muhammad Yazid, Maria Elga Ratri, Oginawa R Prayogo/Kontan)
Wamen ESDM sebut MK salah bubarkan BP Migas
Reporter : Saugy Riyandi Selasa, 4 Desember 2012
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa BP Migas tidak memihak kepentingan nasional sebagai pandangan yang salah.
Terlebih, salah satu pertimbangan MK membubarkan BP Migas karena sumbangan terhadap APBN selalu turun.
"Mengambil angka 12 persen, itu yang salah. Negara mendapatkan hampir 80 persen dari pengelolaan migas," ujar Rudi dalam diskusi publik bertajuk 'Masa Depan Pengelolaan Migas Nasional Pasca Keputusan MK' di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (4/12).
Rudi menambahkan, BP Migas tidak menyerahkan kuasa perminyakan atas blok migas pada kontraktor, negara masih memiliki kekayaan alam 100 persen. Kontraktor hanya mendapatkan bagi hasil dari kegiatan pertambangan yang mereka lakukan.
"Posisi kontraktor hanya tukang cangkul yang mencangkulkan, baru negara yang men-share," tegasnya.
Selain itu, Rudi menambahkan, uang yang diberikan BP Migas kepada para kontraktor sebagai bagi hasil kegiatan pertambangan merupakan hal yang wajar. Sebab, Indonesia belum memiliki teknologi untuk mengeksplorasi sendiri kekayaan alamnya, sehingga masih membutuhkan bantuan dari kontraktor asing.
"Yang kita miliki adalah sumber daya alam, sedangkan kita tidak bisa mengolahnya, maka muncul kontrak kerjasama," katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan ketentuan yang mengatur keberadaan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dengan putusan ini, MK menyatakan keberadaan BP Migas tidak memiliki kekuatan hukum sehingga harus dibubarkan.
MK segala hal yang berkaitan dengan BP Migas dinyatakan tidak lagi dapat dipertahankan. Ini karena dasar hukum BP Migas bertentangan dengan konstitusi negara Indonesia.
[noe]
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa BP Migas tidak memihak kepentingan nasional sebagai pandangan yang salah.
Terlebih, salah satu pertimbangan MK membubarkan BP Migas karena sumbangan terhadap APBN selalu turun.
"Mengambil angka 12 persen, itu yang salah. Negara mendapatkan hampir 80 persen dari pengelolaan migas," ujar Rudi dalam diskusi publik bertajuk 'Masa Depan Pengelolaan Migas Nasional Pasca Keputusan MK' di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (4/12).
Rudi Rubiandini
Rudi menambahkan, BP Migas tidak menyerahkan kuasa perminyakan atas blok migas pada kontraktor, negara masih memiliki kekayaan alam 100 persen. Kontraktor hanya mendapatkan bagi hasil dari kegiatan pertambangan yang mereka lakukan.
"Posisi kontraktor hanya tukang cangkul yang mencangkulkan, baru negara yang men-share," tegasnya.
Selain itu, Rudi menambahkan, uang yang diberikan BP Migas kepada para kontraktor sebagai bagi hasil kegiatan pertambangan merupakan hal yang wajar. Sebab, Indonesia belum memiliki teknologi untuk mengeksplorasi sendiri kekayaan alamnya, sehingga masih membutuhkan bantuan dari kontraktor asing.
"Yang kita miliki adalah sumber daya alam, sedangkan kita tidak bisa mengolahnya, maka muncul kontrak kerjasama," katanya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan ketentuan yang mengatur keberadaan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dengan putusan ini, MK menyatakan keberadaan BP Migas tidak memiliki kekuatan hukum sehingga harus dibubarkan.
MK segala hal yang berkaitan dengan BP Migas dinyatakan tidak lagi dapat dipertahankan. Ini karena dasar hukum BP Migas bertentangan dengan konstitusi negara Indonesia.
[noe]
Mantan Kepala BP Migas akan beri usul revisi UU Migas
Reporter : Saugy Riyandi Selasa, 4 Desember 2012
Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono mengatakan akan memberi usulan terkait revisi Undang-undang Migas nomor 22 tahun 2001 yang saat ini masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Oh, iya nanti saya akan memberikan masukan," ujar Priyono yang ditemui di Hotel Gran Melia, Jakarta Selasa (04/12).
Menurut Priyono, masukan-masukan tersebut akan berdasarkan pengalamannya menjadi Kepala BP Migas. "Kita sudah bikin peta masalahnya, alternatif solusinya seperti apa, gambaran besarnya berdasarkan pengalaman saya selama menjadi Kepala BP Migas," tegasnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menghapus klausul yang menjadi dasar hukum pembentukan BP Migas dalam UU Migas nomor 22 tahun 2001.
Saat ini, pemerintah telah membentuk unit sementara untuk mengelola migas di bawah Kementerian ESDM yaitu SK Migas. Seluruh mantan karyawan BP Migas kini menjadi karyawan SK Migas kecuali Kepala BP Migas.
Pemerintah harus buat badan baru gantikan BP Migas
Reporter : Saugy Riyandi Selasa, 4 Desember 2012
Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono menyarankan agar pemerintah membentuk badan baru yang tetap dan bukan sementara setelah BP Migas dibubarkan akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"SK Migas jangan terlalu lama, kalau lama nanti memberikan ketidakpastian (investor)," ujar Priyono yang ditemui di Hotel Gran Melia, Jakarta Selasa (04/12).
Priyono menegaskan pemerintah harus membuat badan hukum baru yang mengurusi sektor hulu migas yang tetap dan harus lebih baik dari kinerja BP Migas saat ini. "Harus segera dibuat badan yang tetap, yang harus lebih baik dari BP Migas," tegasnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menghapus klausul yang menjadi dasar hukum pembentukan BP Migas dalam UU Migas nomor 22 tahun 2001.
Namun, hingga saat ini pemerintah belum mendapatkan gambaran lembaga baru sebagai pengganti BP Migas. Posisi pengelola migas dinyatakan akan dibahas dalam revisi UU Migas yang akan didiskusikan dengan DPR.
[rin]
Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono menyarankan agar pemerintah membentuk badan baru yang tetap dan bukan sementara setelah BP Migas dibubarkan akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"SK Migas jangan terlalu lama, kalau lama nanti memberikan ketidakpastian (investor)," ujar Priyono yang ditemui di Hotel Gran Melia, Jakarta Selasa (04/12).
Priyono menegaskan pemerintah harus membuat badan hukum baru yang mengurusi sektor hulu migas yang tetap dan harus lebih baik dari kinerja BP Migas saat ini. "Harus segera dibuat badan yang tetap, yang harus lebih baik dari BP Migas," tegasnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menghapus klausul yang menjadi dasar hukum pembentukan BP Migas dalam UU Migas nomor 22 tahun 2001.
Namun, hingga saat ini pemerintah belum mendapatkan gambaran lembaga baru sebagai pengganti BP Migas. Posisi pengelola migas dinyatakan akan dibahas dalam revisi UU Migas yang akan didiskusikan dengan DPR.
[rin]
BPK RI Bakal Audit BP Migas Pasca Pembubaran
Jakarta, (Analisa). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan mengaudit laporan keuangan manajemen lama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) pasca pembubaran badan tersebut atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). "BP Migas dibubarkan. Oleh karena itu manajemen lama harus membuat Laporan Keuangan penutup per tanggal pembubaran," ujar Wakil Ketua BPK Hasan Bisri kepada detikFinance, Jumat (16/11).
Menurut Hasan, audit itu dilakukan guna mengetahui posisi aset instansi itu hingga tanggal pembubaran. Selain itu, audit ini juga akan mencakup kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
"Laporan Keuangan itu akan diaudit BPK untuk mengetahui posisi aset dan kewajiban BP Migas per tanggal pembubaran. Audit juga akan mencakup penilaian atas kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Namun, jika terdapat temuan-temuan tertentu, lanjut Hasan, audit akan diperluas.
"Laporan audit itu akan base line bagi lembaga pengganti BP Migas. Cakupan audit dapat diperluas pada aspek-aspek lain, sesuai dengan keadaan," tandasnya.
(dtc)
Pakar Usulkan Tiga Alternatif Pengganti BP Migas
Written by Editor on 10 December 2012 19:14.
Pri Agung Rakhmanto/IST
ISUENERGI – Menyusul pembubaran BP Migas oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengusulkan tiga alternative pengelolaan sektor hulu migas.
Alternatif pertama, kata dia, mendirikan BUMN hulu migas baru yang khusus untuk kelola kontrak kerja sama. Meski begitu, BUMN itu tidak boleh melakukan kontrak dengan Pertamina.
Alternatif kedua, menjadikan SKSP Migas, lembaga sementara pengganti BP Migas, menjadi BUMN khusus mengelola sektor hulu migas. Namun, tugasnya berbeda dengan fungsinya saat ini di bawah Kementerian ESDM.
“Fungsinya sama, tapi tidak gunakan cikal bakal SKSP Migas. Culture birokrasi tetap sama, yang tetep ada adalah fungsi pengendalian dan manajemen, bukan pengaturannya," jelas dia, Senin (10/12/2012).
Sedangkan alternatif ketiga adalah memberikan wewenang dan fungsi BP Migas ke Pertamina. Menurut dia, skema seperti ini digunakan di beberapa negara, di antaranya Norwegia dan Brazil. (IE-10)
Pri Agung Rakhmanto/IST
ISUENERGI – Menyusul pembubaran BP Migas oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengusulkan tiga alternative pengelolaan sektor hulu migas.
Alternatif pertama, kata dia, mendirikan BUMN hulu migas baru yang khusus untuk kelola kontrak kerja sama. Meski begitu, BUMN itu tidak boleh melakukan kontrak dengan Pertamina.
Alternatif kedua, menjadikan SKSP Migas, lembaga sementara pengganti BP Migas, menjadi BUMN khusus mengelola sektor hulu migas. Namun, tugasnya berbeda dengan fungsinya saat ini di bawah Kementerian ESDM.
“Fungsinya sama, tapi tidak gunakan cikal bakal SKSP Migas. Culture birokrasi tetap sama, yang tetep ada adalah fungsi pengendalian dan manajemen, bukan pengaturannya," jelas dia, Senin (10/12/2012).
Sedangkan alternatif ketiga adalah memberikan wewenang dan fungsi BP Migas ke Pertamina. Menurut dia, skema seperti ini digunakan di beberapa negara, di antaranya Norwegia dan Brazil. (IE-10)
Investasi Hulu Migas Terkendala Ketidakpastian Hukum
Kamis, 06 Desember 2012 15:32 WIB
ANTARA/Reno Esnir/bb
TERKAIT
JAKARTA--MICOM: Pemerintah akan kesulitan menarik investasi baru di sektor hulu migas pada 2013 karena masalah ketidakpastian hukum tentang pengelolaan migas di dalam negeri.
"Indonesia seharusnya bisa menarik investor baru dan tidak mempertahankan investor yang ada. Hal ini harus dilakukan agar produksi migas nasional bisa meningkat," kata Presiden Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IPA), Elisabeth Proust, di Jakarta, Kamis (6/12).
Untuk meningkatkan investasi migas, menurut Elisabeth, membutuhkan investasi yang sangat besar pada beberapa tahun ke depan. "Dengan kondisi hukum pengelolaan migas, diperkirakan investasi baru sulit tercapai. Saat ini, beberapa aturan yang menjadi kendala untuk meningkatkan investasi seperti perlindungan kontrak (contract sanctity), Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2010 tentang biaya operasional yang dapat dikembalikan pemerintah (cost recovery), dan perlakuan pajak penghasilan (PPh) di sektor hulu migas," paparnya.
Investor, lanjut Elisabeth, juga mengalami hambatan dalam berinvestasi karena revisi Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, birokrasi dan perizinan serta penetapan harga gas dalam negeri.
"Pemerintah diharapkan menghormati kontrak yang telah disepakati dan ditandatangani bersama, sehingga meski ada kebijakan atau aturan yang berubah, kontrak tetap berlaku. Selama ini banyak terjadi kesalahpahaman bahwa 'cost recovery' menurunkan penerimaan negara. Padahal penerimaan negara yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini sudah penerimaan bersih, tidak ada pengurangan 'cost recovery'," ujarnya.
Elisabeth menambahkan, pada "cost recovery" sudah dipotong sebelum bagi hasil pemerintah dan kontraktor. "Selama ini, 'cost recovery' berguna untuk meningkatkan produksi migas nasional. Bila dibatasi, akan berdampak pada penurunan investasi migas dan berpengaruh terhadap produksi migas nasional," tandasnya. (Ant/OL-8)
ANTARA/Reno Esnir/bb
TERKAIT
JAKARTA--MICOM: Pemerintah akan kesulitan menarik investasi baru di sektor hulu migas pada 2013 karena masalah ketidakpastian hukum tentang pengelolaan migas di dalam negeri.
"Indonesia seharusnya bisa menarik investor baru dan tidak mempertahankan investor yang ada. Hal ini harus dilakukan agar produksi migas nasional bisa meningkat," kata Presiden Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IPA), Elisabeth Proust, di Jakarta, Kamis (6/12).
Untuk meningkatkan investasi migas, menurut Elisabeth, membutuhkan investasi yang sangat besar pada beberapa tahun ke depan. "Dengan kondisi hukum pengelolaan migas, diperkirakan investasi baru sulit tercapai. Saat ini, beberapa aturan yang menjadi kendala untuk meningkatkan investasi seperti perlindungan kontrak (contract sanctity), Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2010 tentang biaya operasional yang dapat dikembalikan pemerintah (cost recovery), dan perlakuan pajak penghasilan (PPh) di sektor hulu migas," paparnya.
Investor, lanjut Elisabeth, juga mengalami hambatan dalam berinvestasi karena revisi Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, birokrasi dan perizinan serta penetapan harga gas dalam negeri.
"Pemerintah diharapkan menghormati kontrak yang telah disepakati dan ditandatangani bersama, sehingga meski ada kebijakan atau aturan yang berubah, kontrak tetap berlaku. Selama ini banyak terjadi kesalahpahaman bahwa 'cost recovery' menurunkan penerimaan negara. Padahal penerimaan negara yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini sudah penerimaan bersih, tidak ada pengurangan 'cost recovery'," ujarnya.
Elisabeth menambahkan, pada "cost recovery" sudah dipotong sebelum bagi hasil pemerintah dan kontraktor. "Selama ini, 'cost recovery' berguna untuk meningkatkan produksi migas nasional. Bila dibatasi, akan berdampak pada penurunan investasi migas dan berpengaruh terhadap produksi migas nasional," tandasnya. (Ant/OL-8)
Pembubaran BP Migas Momentum Restrukturisasi Pertamina
Penulis : Ayomi Amindoni
Jumat, 14 Desember 2012 02:38 WIB
MI/Angga Yuniar/rj
JAKARTA--MICOM: Pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) oleh Mahkamah konstitusi dinilai oleh beberapa kalangan merupakan momentum yang tepat untuk merustrukturisasi Pertamina.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan keberadaan Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas yang sementera dibentuk oleh pemerintah belum menjamin kepastian dalam usaha migas.
Hal ini dibuktikan banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang masih merasa belum aman. Solusinya, segera merevisi UU Migas yang menjadi landasan hukum badan tersebut dan membentuk BUMN khusus yang mengelola sektor migas. Salah satu opsi yang paling memungkinkan adalah merustrukturisasi Pertamina.
"Itu mestinya direstrukturisasi menjadi perusahaan negara khusus, juga untuk memisahkan mana yang profit center dan cost center. Yang urusan PSO, subsidi, BBM LPG itu jangan digabung dengan hulu. Itu bukan unbundling sebenarnya, karena masih dalam koordinasi kementerian. Regulatornya pemerintah, pemerintah yang mengatur mereka," jelas Pri Agung usai Diskusi Mekanisme Production Sharing Contract (PSC) Sektor Migas di Jakarta, Kamis (13/12).
Ia menambahkan, badan baru pengelola hulu migas kedepan masih berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya MIneral (ESDM) seperti SKSP Migas. Akan tetapi, bentuk badan tersebut bukan lagi unit usaha, melainkan badan usaha. Sehingga kontrak yang dijalankan dengan K3S adalah kontrak bussiness to bussiness (B to B). Pertamina, menurutnya, cukup qualified untuk menjalankan peran tersebut.
"Apapun bentuk kontraknya sepanjang dijalankan oleh bumn sebagai wakil negara itu terserah. kalau bicara ideal, sebetulnya dua anak perusahaan pertamina, Pertamina EP dan PHE (Pertamina Hulu Energi), orientasinya bukan hanya sekarang tapi untuk jangka panjang. Supaya kita punya dua pemain andal," ujarnya.
Adapun sebagai pengelola sektor hulu Migas, tugas BP Migas juga mengelola keuangan negara dari migas. Terkait hal tersebut, apabila badan usaha pengganti BP Migas sudah terbentuk, Kementerian ESDM dan Kementerian tinggal menentukan target penerimaan negara.
"Ditentukan saja negara akan memungut sekian persen dari penerimaannya, baik PEP atau PHE. Ini juga akan menjawab karena selama ini tidak kondusif karena Pertamina dengan kontraktor asing selalu dilawankan masalah blok baru. Padahal kalau konfigurasinya dua ini Perrtamina ini kalau tidak mampu pasti akan dikerjasamakan dengan pihak lain. PHE sudah punya lapangan sendiri dan melakukan kontrak bisnis sendiri," jelas Pri Agung.
Ditemui di tempat yang sama, Pakar Production Shares Contract (PSC/Kontrak Bagi Hasil) Sutadi Pudjo Utomo mengatakan mekanisme PSC fiscal regime yang diterapkan sekarang adalah untuk menjaga kepentingan pemerintah dan investor. Pemerintah ingin mendapat bagian optimum atas pemanfaatan kekayaan negara.
Sedangkan investor ingin mendapat bagian keekonomian pengembangan penemuan lapangan migas. Untuk menyatukan keduanya, untuk pengembangan lapangan migas menggunakan indikator keekonomian berdasar internal rate of return (IRR) yang diharuskan minimal 20%.
"Kondisi fiscal dan built in control pengembanga cadangan sudah dapat menjamin kepentingan bisnis investor, dengan IRR minimal 20% dan kepentingan negara, yang pendapatan negara minimal akan 50%.
Menurut Sutadi, pembubaran BP Migas belum cukup, dengan mengalihkan ke Kementerian ESDM membuat negara kehilangan kedaulatan terhadap pengadilan arbitrase apabila terjadi sengketa dengan K3S. (Aim/OL-3)
Jumat, 14 Desember 2012 02:38 WIB
MI/Angga Yuniar/rj
JAKARTA--MICOM: Pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) oleh Mahkamah konstitusi dinilai oleh beberapa kalangan merupakan momentum yang tepat untuk merustrukturisasi Pertamina.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan keberadaan Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas yang sementera dibentuk oleh pemerintah belum menjamin kepastian dalam usaha migas.
Hal ini dibuktikan banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang masih merasa belum aman. Solusinya, segera merevisi UU Migas yang menjadi landasan hukum badan tersebut dan membentuk BUMN khusus yang mengelola sektor migas. Salah satu opsi yang paling memungkinkan adalah merustrukturisasi Pertamina.
"Itu mestinya direstrukturisasi menjadi perusahaan negara khusus, juga untuk memisahkan mana yang profit center dan cost center. Yang urusan PSO, subsidi, BBM LPG itu jangan digabung dengan hulu. Itu bukan unbundling sebenarnya, karena masih dalam koordinasi kementerian. Regulatornya pemerintah, pemerintah yang mengatur mereka," jelas Pri Agung usai Diskusi Mekanisme Production Sharing Contract (PSC) Sektor Migas di Jakarta, Kamis (13/12).
Ia menambahkan, badan baru pengelola hulu migas kedepan masih berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya MIneral (ESDM) seperti SKSP Migas. Akan tetapi, bentuk badan tersebut bukan lagi unit usaha, melainkan badan usaha. Sehingga kontrak yang dijalankan dengan K3S adalah kontrak bussiness to bussiness (B to B). Pertamina, menurutnya, cukup qualified untuk menjalankan peran tersebut.
"Apapun bentuk kontraknya sepanjang dijalankan oleh bumn sebagai wakil negara itu terserah. kalau bicara ideal, sebetulnya dua anak perusahaan pertamina, Pertamina EP dan PHE (Pertamina Hulu Energi), orientasinya bukan hanya sekarang tapi untuk jangka panjang. Supaya kita punya dua pemain andal," ujarnya.
Adapun sebagai pengelola sektor hulu Migas, tugas BP Migas juga mengelola keuangan negara dari migas. Terkait hal tersebut, apabila badan usaha pengganti BP Migas sudah terbentuk, Kementerian ESDM dan Kementerian tinggal menentukan target penerimaan negara.
"Ditentukan saja negara akan memungut sekian persen dari penerimaannya, baik PEP atau PHE. Ini juga akan menjawab karena selama ini tidak kondusif karena Pertamina dengan kontraktor asing selalu dilawankan masalah blok baru. Padahal kalau konfigurasinya dua ini Perrtamina ini kalau tidak mampu pasti akan dikerjasamakan dengan pihak lain. PHE sudah punya lapangan sendiri dan melakukan kontrak bisnis sendiri," jelas Pri Agung.
Ditemui di tempat yang sama, Pakar Production Shares Contract (PSC/Kontrak Bagi Hasil) Sutadi Pudjo Utomo mengatakan mekanisme PSC fiscal regime yang diterapkan sekarang adalah untuk menjaga kepentingan pemerintah dan investor. Pemerintah ingin mendapat bagian optimum atas pemanfaatan kekayaan negara.
Sedangkan investor ingin mendapat bagian keekonomian pengembangan penemuan lapangan migas. Untuk menyatukan keduanya, untuk pengembangan lapangan migas menggunakan indikator keekonomian berdasar internal rate of return (IRR) yang diharuskan minimal 20%.
"Kondisi fiscal dan built in control pengembanga cadangan sudah dapat menjamin kepentingan bisnis investor, dengan IRR minimal 20% dan kepentingan negara, yang pendapatan negara minimal akan 50%.
Menurut Sutadi, pembubaran BP Migas belum cukup, dengan mengalihkan ke Kementerian ESDM membuat negara kehilangan kedaulatan terhadap pengadilan arbitrase apabila terjadi sengketa dengan K3S. (Aim/OL-3)
Badan Usaha Baru Pengganti BP Migas Perlu Dibentuk
Penulis : Ayomi Amindoni
Senin, 10 Desember 2012 18:37 WIB
JAKARTA--MICOM: Pascaputusan Mahkamah Konsititusi yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS), revisi Undang-Undang No22 Tahun 2001 tentang Migas menjadi penting untuk direalisasikan.
Pasalnya, undang-undang tersebut merupakan payung hukum format institusi baru pengganti BP Migas yang sekaligus akan menentukan bentuk kontrak migas di Indonesia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat, usai putusan MK, sebaiknya penguasaan tingkat pertama dan paling utama yang dikehendaki konstitusi ialah bentuk badan usaha, bukan badan hukum seperti sebelumnya.
"Melalui badan usaha yang dimiliki negara, ini menjawab tuntutan konstitusi. Harus dipenuhi, kalau tidak sampai kapan pun akan digugat MK," ujar Pri Agung dalam Seminar Nasional Energy Outlook 2013 di Wisma Antara, Jakarta, Senin (10/12).
Menurutnya, hal ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam industri migas. SKSP Migas harus bersifat sementara. "Kalau jadi permanen, akan ada yang menggugat," ujarnya.
Dijelaskan oleh Pri Agung, badan usaha ini bisa menyerahkan pengelolaan pada BUMN bidang energi, yakni Pertamina atau membuat badan usaha baru yang core business-nya khusus untuk mengelola kontrak kerja sama migas. (Aim/OL-9)
Pengganti BP Migas Harus Berprinsip Mewakili Negara
Kamis, 06 Desember 2012, 22:07 WIB
BP Migas
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Badan atau institusi baru pengganti Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), harus memiliki prinsip mewakili negara.
Prinsip itu harus termaktub dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 Ayat 3 menyebutkan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sehingga, badan tersebut merupakan representasi negara tentunya," papar Mantan Hakim MK, Prof. H.A.S Natabaya, di Jakarta, Kamis (6/12).
Natabaya berpendapat migas sebagai bagian yang terkandung dalam bumi Indonesia, harus dikuasai dan dikontrol negara. Sayangnya, negara, lewat badan yang mewakili, melakukan pengelolaan melalui kerjasama atau berkontrak dengan pihak swasta nasional maupun asing, untuk memproduksi.
Mengingat dalam suatu kerjasama bisa terjadi 'dispute' atau sengketa, maka tentu saja negara harus terproteksi. Maka, masih kata Natabaya, disinilah fungsi dan peran badan baru, sebagai pengatur kegiatan usaha hulu migas, mewakili negara namun melindungi negara dari berbagai tuntutan.
"Kalau mau jujur, status kontitusional BP Migas itu sudah benar. Tetapi memang ada yang alpa menyangkut masalah kontrol atau pengawasan, karena badan tersebut tidak memiliki struktur komisaris atau dewan pengawas. Jadi, nantinya harus diawasi dengan ketat, guna menghindari inefisiensi dan penyimpangan," ujar Natabaya.
Redaktur: Karta Raharja Ucu
Sudah Tepat Satuan Kerja Migas Sebagai Pengganti BP Migas
HARIAN PELITA
Selasa, 11 Desember 2012
Jakarta, Pelita
Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Prof DR Ing Ir Tunggul K Sirait menilai, sudah tepat dan tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pasca dibubarkannya Badan Pelaksana Hulu Minyak dan gas (BP Migas) dan dibentuknya Satuan Kerja Migas oleh pemerintah sebagai pengganti peran sementara BP Migas.
Menurutnya, masyarakat sudah mengetahui putusan MK hanya membatalkan atau menghapus pasal-pasal dalam UU Migas terkait dengan keberadaan BP Migas saja.
"Tetapi tidak tentang pasal yang berkaitan dengan tata cara dan atau yang mengatur keberadaan KKKS, dan tata cara pelaksanaan eksploitasi eksplorasi migas," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Namun, kata dia, sepanjang SK Migas melakukan fungsinya dengan mengacu kepada pasal-pasal yang ada dalam UU Migas yang pada dasarnya masih berlaku, maka keberadaan SK Migas tidak perlu dipermasalahkan atau dikhawatirkan.
"Saya yakin investor atau para KKKS sudah memahami hal ini dan bisa menerima kehadiran SK Migas sampai ditetapkannya badan yang mengatur hulu migas ini yang dilahirkan UU Migas yang mengatur khusus tentang itu," jelas Sirait yang juga mantan Rektor Universitas Kristen Indonesia.
Namun, dia tidak sependapat terkait adanya pendapat elit masyarakat dan elit politik agar segera dibentuk Badan Pengganti BP Migas yang tidak langsung diketuai pemerintah atau Menteri ESDM.
Menurutnya, badan yang mengatur tentang Hulu Migas tidak bisa lepas dari kendali dan kontrol pemerintah. Hal ini sudah diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 khususnya pada Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) bahwa Migas merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara dan penguasaan oleh negara diselenggarakan oleh pemerintah sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan.
"Pasal tentang ini masih berlaku, karena tidak dihapus oleh MK. Ini jelas menjadi dasar hukum bahwa pemerintah harus berada di depan dan berperan besar dalam kegiatan hulu Migas," paparnya.
Mengenai kecurigaan beberapa pihak akan adanya kepentingan pihak tertentu terhadap keberadaan SK Migas, mantan anggota Komisi Energi DPR ini berpendapat, sepanjang sistem dan pengawasan terhadap badan apa pun dibuat yang terbaik dan konfrenhensif, maka semua kecurigaan bisa dihilangkan.
"Jika perlu minta petugas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi )atau BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) aktif duduk mengawasi kerja SK Migas atau Badan pengganti tersebut," ujarnya.
Ia juga menyarankan, agar SK Migas dan Kementerian ESDM memperkuat tim hukumnya ketika membuat perjanjian dengan KKKS. Dengan demikian, SK Migas dan atau pemerintah dapat terhindar maksimal dari masalah hukum yang timbul suatu saat nanti.
Mengingat Pemilu dan Pilpres 2014 pelaksanaannya tinggal 1,5 tahun lagi, maka sebaiknya revisi UU Migas dilakukan setelah Pemilu dan Pilpres.
"Hal ini agar bisa dibuat secara tenang, jernih dan lepas dari kepentingan pihak manapun juga. Ini akan lebih baik dan diterima oleh rakyat," tandas Sirait. (y)
Dibaca 2 kali
Badan Usaha Baru Pengganti BP Migas Perlu Dibentuk
Penulis : Ayomi Amindoni|Senin, 10 Desember 2012
JAKARTA--MICOM: Pascaputusan Mahkamah Konsititusi yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS), revisi Undang-Undang No22 Tahun 2001 tentang Migas menjadi penting untuk direalisasikan.
Pasalnya, undang-undang tersebut merupakan payung hukum format institusi baru pengganti BP Migas yang sekaligus akan menentukan bentuk kontrak migas di Indonesia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat, usai putusan MK, sebaiknya penguasaan tingkat pertama dan paling utama yang dikehendaki konstitusi ialah bentuk badan usaha, bukan badan hukum seperti sebelumnya.
"Melalui badan usaha yang dimiliki negara, ini menjawab tuntutan konstitusi. Harus dipenuhi, kalau tidak sampai kapan pun akan digugat MK," ujar Pri Agung dalam Seminar Nasional Energy Outlook 2013 di Wisma Antara, Jakarta, Senin (10/12).
Menurutnya, hal ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam industri migas. SKSP Migas harus bersifat sementara. "Kalau jadi permanen, akan ada yang menggugat," ujarnya.
Dijelaskan oleh Pri Agung, badan usaha ini bisa menyerahkan pengelolaan pada BUMN bidang energi, yakni Pertamina atau membuat badan usaha baru yang core business-nya khusus untuk mengelola kontrak kerja sama migas. (Aim/OL-9)
Penulis : Ayomi Amindoni|Senin, 10 Desember 2012
JAKARTA--MICOM: Pascaputusan Mahkamah Konsititusi yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS), revisi Undang-Undang No22 Tahun 2001 tentang Migas menjadi penting untuk direalisasikan.
Pasalnya, undang-undang tersebut merupakan payung hukum format institusi baru pengganti BP Migas yang sekaligus akan menentukan bentuk kontrak migas di Indonesia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat, usai putusan MK, sebaiknya penguasaan tingkat pertama dan paling utama yang dikehendaki konstitusi ialah bentuk badan usaha, bukan badan hukum seperti sebelumnya.
"Melalui badan usaha yang dimiliki negara, ini menjawab tuntutan konstitusi. Harus dipenuhi, kalau tidak sampai kapan pun akan digugat MK," ujar Pri Agung dalam Seminar Nasional Energy Outlook 2013 di Wisma Antara, Jakarta, Senin (10/12).
Menurutnya, hal ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam industri migas. SKSP Migas harus bersifat sementara. "Kalau jadi permanen, akan ada yang menggugat," ujarnya.
Dijelaskan oleh Pri Agung, badan usaha ini bisa menyerahkan pengelolaan pada BUMN bidang energi, yakni Pertamina atau membuat badan usaha baru yang core business-nya khusus untuk mengelola kontrak kerja sama migas. (Aim/OL-9)
Warning, Pemerintah Harus Buat Pengganti BP Migas
Bukan Malah Membentuk SKSP Migas
Kamis, 06 Desember 2012 15:31 WIB
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengharapkan pemerintah dapat segera mengeluarkan Peraturan Pengganti UU (Perpu) lembaga entitas. Pasalnya, jika tidak segera dilakukan, pemerintah dapat dihadapkan dengan tanggung jawab negara dalam posisi sekarang adalah tidak terbatas. Aset negara akan terekspos untuk membayar ganti rugi.
“Jangan sampai nanti ada gugatan kemudian kita terekspos, kerugian besar dari APBN yang harusnya bisa dinikmati untuk hidup rakyat indonesia malah untuk bayar kompensasi aja,” terang Hikmahanto kepada LICOM di Jakarta, Kamis (06/12/2012).
Menurut Hikmahanto, pasca putusan MK, pemerintah yang telah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas berdasarkan Peraturan Presiden No 95 th 2012 tentang pengalihan pelaksanaan tugas dan fungsi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, berdasarkan konstruksi maka pihak yang berkontrak dengan kontraktor adalah negara.
SKSP Migas memiliki kedudukan sebagai wakili pemerintah yang merupakan bagian dari negara, dan bukan merupakan badan hukum sendiri. Sehingga, sebenarnya negara tidak terlindungi bila terjadi sengketa berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKS).
Ditambahkan, hal ini berbeda bila negara hanya pemegang saham di suatu perseroan terbatas atau negara membentuk badan hukum milik negara. Tanggung jawab hanya akan terbatas pada saham yang dimiliki oleh negara atau aset yang dimiliki PT atau BHMN.
Menurut hemat Hikmahanto, masalah ini perlu mendapat perhatian, karena investasi di bidang minyak dan gas membutuhkan dana yang besar. Bila ada wanprestasi dari negara maka kompensasi yang diminta akan sebesar dana yang dikeluarkan, ditambah dengan kerugian potensional atau imaterial.
“Dalam kasus-kasus Pertamina melawan Karahabodas Company, misalnya, investasi yang berjumlah 50 juta dollar AS dimintakan kompensasi lebih dari 250 juta dolar AS. Contoh lain adalah kasus Churchill Mining, yang menggugat pemerintah hingga 18 triliunan rupiah,” tambahnya.
Hikmahanto menyatakan, keseriusan pemerintah untuk menangani setiap sengketa dibutuhkan, karena pelaku usaha dapat meminta ganti rugi yang sangat besar dan bisa menggerus APBN. Saat ini ada 350 lebih KKS yang memiliki potensi untuk menjadi sengketa. Setiap sengketa harus diperhatikan sungguh-sungguh, karena bila pemerintah kalah, berarti juga kekalahan negara. @Lysistrata
Editor: Rizal Hasan
Kamis, 06 Desember 2012 15:31 WIB
BP Migas, tinggal kenangan /*ilustrasi
Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengharapkan pemerintah dapat segera mengeluarkan Peraturan Pengganti UU (Perpu) lembaga entitas. Pasalnya, jika tidak segera dilakukan, pemerintah dapat dihadapkan dengan tanggung jawab negara dalam posisi sekarang adalah tidak terbatas. Aset negara akan terekspos untuk membayar ganti rugi.
“Jangan sampai nanti ada gugatan kemudian kita terekspos, kerugian besar dari APBN yang harusnya bisa dinikmati untuk hidup rakyat indonesia malah untuk bayar kompensasi aja,” terang Hikmahanto kepada LICOM di Jakarta, Kamis (06/12/2012).
Menurut Hikmahanto, pasca putusan MK, pemerintah yang telah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas berdasarkan Peraturan Presiden No 95 th 2012 tentang pengalihan pelaksanaan tugas dan fungsi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, berdasarkan konstruksi maka pihak yang berkontrak dengan kontraktor adalah negara.
SKSP Migas memiliki kedudukan sebagai wakili pemerintah yang merupakan bagian dari negara, dan bukan merupakan badan hukum sendiri. Sehingga, sebenarnya negara tidak terlindungi bila terjadi sengketa berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKS).
Ditambahkan, hal ini berbeda bila negara hanya pemegang saham di suatu perseroan terbatas atau negara membentuk badan hukum milik negara. Tanggung jawab hanya akan terbatas pada saham yang dimiliki oleh negara atau aset yang dimiliki PT atau BHMN.
Menurut hemat Hikmahanto, masalah ini perlu mendapat perhatian, karena investasi di bidang minyak dan gas membutuhkan dana yang besar. Bila ada wanprestasi dari negara maka kompensasi yang diminta akan sebesar dana yang dikeluarkan, ditambah dengan kerugian potensional atau imaterial.
“Dalam kasus-kasus Pertamina melawan Karahabodas Company, misalnya, investasi yang berjumlah 50 juta dollar AS dimintakan kompensasi lebih dari 250 juta dolar AS. Contoh lain adalah kasus Churchill Mining, yang menggugat pemerintah hingga 18 triliunan rupiah,” tambahnya.
Hikmahanto menyatakan, keseriusan pemerintah untuk menangani setiap sengketa dibutuhkan, karena pelaku usaha dapat meminta ganti rugi yang sangat besar dan bisa menggerus APBN. Saat ini ada 350 lebih KKS yang memiliki potensi untuk menjadi sengketa. Setiap sengketa harus diperhatikan sungguh-sungguh, karena bila pemerintah kalah, berarti juga kekalahan negara. @Lysistrata
Editor: Rizal Hasan
Pengganti BP Migas Harus Bebas Kepentingan Politik
Pebrianto Eko Wicaksono - Okezone
Jum'at, 30 November 2012 18:12 wib
Ketua Dewan Pembina KMI Iwan Ratman mengatakan, lembaga pengganti BP Migas harus menjaankan fungsinya sesuai apa yang BP Migas kerjakan sebelum dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 November lalu.
"BP Migas sudah almarhum, mau bentuknya kaya apa, fungsi yang dikerjakan harus ada," kata Iwan, di Jakarta, Jumat (30/11/2012).
Menurut Ratman, selain fungsi yang menjalankan fungsi lembaga pengganti BP Migas juga harus dilakukan oleh orang-orang yang profesional dan orang yang sudah ahli di bidang migas khususnya orang yang tidak memiliki kepentingan dan bebas dari partai politik.
"Badan baru nanti dicari orang-orang profesional di bidang migas, kalau bisa bukan orang partai karena kita bekerja untuk negara," tutup Iwan.
Tuesday, December 11, 2012
Statoil Gagal Temukan Migas di Sulbar
Sabtu, 01 Desember 2012 21:39 WIB
MAMUJU--MICOM: Perusahaan asal Negara Norwegia, Statoil, menghentikan pencarian sumber minyak dan gas (migas) pada Blok Karama, Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), setelah tidak menemukan sumber migas di wilayah itu.
"Kandungan migas yang dicari-cari di Blok Karama Mamuju ternyata tidak dapat ditemukan setelah dilakukan tahap ekplorasi selama bertahun-tahun," kata Presiden Direktur Statoil Indonesia Tor Fjaeran di Mamuju, Sabtu (1/12).
Menurutnya, perusahaan tersebut sesungguhnya sejak Agustus 2012 sudah menghentikan ekplorasi di lepas pantai Mamuju. Hal itu dilakukan karena kandungan migas dicurigai berada di 3.000 meter di bawah laut. Tapi sumber migas yang dicari ternyata tidak ada.
"Tapi biasa, dalam industri perminyakan memang seperti ini konsekuensinya. Kami ini mencari sesuatu yang ada di dalam tanah. Jadi tidak bisa dipastikan ada atau tidak kalau dieksplorasi. Tapi kami tidak merasa rugi, karena semua upaya telah kita lakukan. Walaupun hasilnya akhirnya nihil," kata Fjaeran.
Pria asal Norwegia itu menjelaskan, sejak seismic survey pada 2008 hingga tahap akhir eksplorasi atau pengeboran pada Agustus lalu, Statoil telah menghabiskan dana US$250 juta. Itu belum termasuk biaya teknis hingga penyerahan signature bonus atau pendapatan negara bukan pajak (PNPB) yang diserahkan kepada pemerintah pusat saat penandatanganan kontrak kerja pada 2007 silam. (Ant/OL-01)
Pertamina HE-Statoil Stop Eksplorasi Blok Karama
Pebrianto Eko Wicaksono - Okezone
Rabu, 12 September 2012 16:47 wib
Ilustrasi. (Foto: Corbis)
JAKARTA - PT Pertamina Hulu Energi (PHE) tidak yakin
untuk meneruskan eksplorasi sumur ketiga di Blok Karama. PHE dan Statoil
telah gagal menemukan cadangan minyak dan gas yang baik pada dua
pengeboran sumur eksplorasi tersebut.
Direktur Utama PHE Salis Aprilian mengatakan, PHE dan Statoil wajib mengebor tiga sumur di blok yang terletak di lepas pantai Sulawesi Barat itu. itu tersebut sesuai komitmen pasti eksplorasi.
"Kita memang belum beruntung di Sulawesi, kita lagi diskusikan, next kerja samanya seperti apa, belum ada diskusi lebih lanjut," kata Salis, di Hotel JW Mariot Jakarta, Rabu (12/9/2012).
Salis mengaku, sedang berdiskusi untuk melanjutkan eksplorasi pada sumur yang gagal temukan cadangan migasnya. "Nah, eksplorasi yang ketiga ini sedang didiskusikan, apakah tetap ngebor lagi atau akan ada alternatif lain," jelas Salis.
Salis mengungkapkan, kegagalan eksplorasi pada sumur sebelumnya mencapai sekira USD25 juta per sumur. Namun, dari sisi lain, dengan eksplorasi tersebut, perusahaan migas mendapatkan data mengenai potensi migas di wilayah tersebut.
Menurut Salis, sebagai alternatif lain sebagai kompensasi tidak melanjutkan eksplorasi, yang dilakukan oleh Statoil dan PHE seperti melakukan kajian atas data-data yang telah diperoleh dari kegiatan eksplorasi sebelumnya karena berdasarkan komitmen eksplorasi Statoil dan PHE memang harus melakukan pengeboran eksplorasi tiga sumur. (wdi)
Direktur Utama PHE Salis Aprilian mengatakan, PHE dan Statoil wajib mengebor tiga sumur di blok yang terletak di lepas pantai Sulawesi Barat itu. itu tersebut sesuai komitmen pasti eksplorasi.
"Kita memang belum beruntung di Sulawesi, kita lagi diskusikan, next kerja samanya seperti apa, belum ada diskusi lebih lanjut," kata Salis, di Hotel JW Mariot Jakarta, Rabu (12/9/2012).
Salis mengaku, sedang berdiskusi untuk melanjutkan eksplorasi pada sumur yang gagal temukan cadangan migasnya. "Nah, eksplorasi yang ketiga ini sedang didiskusikan, apakah tetap ngebor lagi atau akan ada alternatif lain," jelas Salis.
Salis mengungkapkan, kegagalan eksplorasi pada sumur sebelumnya mencapai sekira USD25 juta per sumur. Namun, dari sisi lain, dengan eksplorasi tersebut, perusahaan migas mendapatkan data mengenai potensi migas di wilayah tersebut.
Menurut Salis, sebagai alternatif lain sebagai kompensasi tidak melanjutkan eksplorasi, yang dilakukan oleh Statoil dan PHE seperti melakukan kajian atas data-data yang telah diperoleh dari kegiatan eksplorasi sebelumnya karena berdasarkan komitmen eksplorasi Statoil dan PHE memang harus melakukan pengeboran eksplorasi tiga sumur. (wdi)
Tuesday, December 4, 2012
Statoil Gagal Temukan Migas di Sulbar
Sabtu, 01 Desember 2012 18:11 WITA | Sulbar
Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan asal Negara Norwegia, Statoil, menghentikan pencarian sumber minyak dan gas pada Blok Karama, Mamuju, Sulawesi Barat, setelah tidak menemukan sumber migas di wilayah itu.
"Kandungan migas yang dicari-cari di Blok Karama Mamuju, ternyata tidak dapat ditemukan setelah dilakukan tahap ekplorasi selama bertahun-tahun lamanya," kata Presiden Direktur Statoil Indonesia Tor Fjaeran di Mamuju, Sabtu.
Menurut dianya, perusahaan tersebut sesungguhnya sejak Agustus 2012 sudah menghentikan ekplorasi di lepas pantai Mamuju. Hal itu dilakukan, karena kandungan migas dicurigai berada di 3.000 meter di bawah laut. Tapi sumber migas yang dicari ternyata tidak ada.
"Tapi biasalah. Dalam industri perminyakan memang seperti ini konsekuensinya. Kami ini mencari sesuatu yang ada di dalam tanah, jadi tidak bisa dipastikan ada atau tidak kalau dieksplorasi. Tapi kami tidak merasa rugi, karena semua upaya telah kita lakukan. Walaupun hasilnya akhirnya nihil," kata Fjaeran.
Pria asal Norwegia ini menjelaskan, sejak seismic survey tahun 2008 hingga tahap akhir eksplorasi atau pengeboran pada Agustus 2012, Statoil telah menghabiskan dana 250 juta dolar AS. Itu belum termasuk biaya teknis hingga penyerahan signature bonus atau Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang diserahkan kepada pemerintah pusat saat penandatanganan kontrak kerja pada 2007 silam.
"Berinvestasi memang sudah begini. Tapi kami tidak rugi, sebab di beberapa blok yang kami kelola di negara lain telah menemukan minyak seperti di Brazil, Tanzania, dan di Norwegia," ungkap Tor Fjaeran.
Setelah menghentikan pengeborannya di Blok Karama Mamuju, Statoil akan pindah ke Blok Halmahera II guna mencari potensi migas.
Blok baru ini, kata dia, mencakup wilayah tiga kabupaten di Papua, masing-masing Kabupaten Hamahera Selatan, Halmahera Tengah, dan Kabupaten Raja Ampat.
"Semoga saja di tanah Papua kami menemukan apa kami cari. Ini juga menjadi harapan semua masyarakat" katanya. (T.KR-ACO/S023)
COPYRIGHT © 2012
Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan asal Negara Norwegia, Statoil, menghentikan pencarian sumber minyak dan gas pada Blok Karama, Mamuju, Sulawesi Barat, setelah tidak menemukan sumber migas di wilayah itu.
"Kandungan migas yang dicari-cari di Blok Karama Mamuju, ternyata tidak dapat ditemukan setelah dilakukan tahap ekplorasi selama bertahun-tahun lamanya," kata Presiden Direktur Statoil Indonesia Tor Fjaeran di Mamuju, Sabtu.
Menurut dianya, perusahaan tersebut sesungguhnya sejak Agustus 2012 sudah menghentikan ekplorasi di lepas pantai Mamuju. Hal itu dilakukan, karena kandungan migas dicurigai berada di 3.000 meter di bawah laut. Tapi sumber migas yang dicari ternyata tidak ada.
"Tapi biasalah. Dalam industri perminyakan memang seperti ini konsekuensinya. Kami ini mencari sesuatu yang ada di dalam tanah, jadi tidak bisa dipastikan ada atau tidak kalau dieksplorasi. Tapi kami tidak merasa rugi, karena semua upaya telah kita lakukan. Walaupun hasilnya akhirnya nihil," kata Fjaeran.
Pria asal Norwegia ini menjelaskan, sejak seismic survey tahun 2008 hingga tahap akhir eksplorasi atau pengeboran pada Agustus 2012, Statoil telah menghabiskan dana 250 juta dolar AS. Itu belum termasuk biaya teknis hingga penyerahan signature bonus atau Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang diserahkan kepada pemerintah pusat saat penandatanganan kontrak kerja pada 2007 silam.
"Berinvestasi memang sudah begini. Tapi kami tidak rugi, sebab di beberapa blok yang kami kelola di negara lain telah menemukan minyak seperti di Brazil, Tanzania, dan di Norwegia," ungkap Tor Fjaeran.
Setelah menghentikan pengeborannya di Blok Karama Mamuju, Statoil akan pindah ke Blok Halmahera II guna mencari potensi migas.
Blok baru ini, kata dia, mencakup wilayah tiga kabupaten di Papua, masing-masing Kabupaten Hamahera Selatan, Halmahera Tengah, dan Kabupaten Raja Ampat.
"Semoga saja di tanah Papua kami menemukan apa kami cari. Ini juga menjadi harapan semua masyarakat" katanya. (T.KR-ACO/S023)
COPYRIGHT © 2012
Pemerintah Jamin Usaha Industri Migas
Metrotvnews.com, Jakarta:Pemerintah siap menjamin keberlangsungan usaha industri minyak dan gas di Indonesia pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau BP Migas.
Penegasan itu disampaikan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jero Wacik di Kabupaten Bangli, Bali, di sela pengukuhan Geopark Batur sebagai Jaringan Global Dunia UNESCO, malam tadi.
"Kita harus taat pada undang-undang. Kalau MK sudah membubarkan BP Migas, ya bubar. Tapi semua fungsi eks BP Migas harus tetap berjalan," kata Jero.
Dalam pertemuan yang berlangsung pada Jumat malam (16/11) di sebuah hotel itu, hadir petinggi dari kalangan industri migas antara lain PT Medco Energi, PT Chevron Indonesia, PT Exxon Indonesia, PT Salamander dan Pertamina EP.
Jero mengatakan, pemerintah menjamin keberlangsungan usaha migas di Indonesia. Soalnya jika terhenti nilai kerugian yang diderita mencapai Rp1 trilin per hari atau Rp300 triliun per tahun.
Oleh karena itu, kata dia, untuk memberikan jaminan terhadap industri migas pascapembubaran BP Migas, Presiden segera mengeluarkan Perpres No 95 Tahun 2012.
Selain itu, pihaknya juga mengeluarkan Peraturan Menteri dengan tujuan agar semua pemangku kepentingan memiliki kepercayaan diri yang sama untuk memajukan industri migas nasional.
"Untuk itu, tugas dan fungsi BP Migas diambil alih kementerian ESDM sehingga Menteri ESDM saat ini merangkap ketua eks BP Migas," katanya.
Sementara itu, mengenai karyawan eks BP Migas, menurut dia, mereka akan diangkat kembali untuk menangani urusan migas.
Menteri menyatakan, Senin depan, pihaknya akan kembali melakukan pertemuan dengan kalangan industri migas di Jakarta.
Sementara itu Dirut PT Medco, Lukam Mahfud mengakui keputusan MK yang membubarkan BP Migas dinilai mengagetkan, namun demikian pihaknya juga menyambut positif langkah pemerintah yang cepat tanggap.
"Dengan sikap pemerintah tersebut membuat tingkat kepercayaan industri perminyakan tetap tinggi," katanya.
Pada kesempatan tersebut kalangan industri migas juga menyatakan komitmen untuk tetap menjalankan operasional seperti biasa.
Selain itu mereka juga siap bekerjasama dengan pemerintah untuk secara bertahap mengatasi apa yang perlu diperbaiki dan dibenahi ke depan.(Ant/ICH)
Statoil Gagal Temukan Migas di Sulbar
Sabtu, 1 Desember 2012
Metrotvnews.com, Mamuju:Perusahaan asal Negara Norwegia, Statoil, menyetop pencarian sumber minyak dan gas (migas) pada Blok Karama, Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar). Pasalnya mereka tak menemukan sumber migas di wilayah itu.
"Kandungan migas yang dicari-cari di Blok Karama Mamuju ternyata tidak ditemukan setelah dilakukan tahap ekplorasi selama bertahun-tahun," kata Presiden Direktur Statoil Indonesia Tor Fjaeran di Mamuju, Sabtu (1/12).
Menurut dia, perusahaan sesungguhnya sudah menghentikan ekplorasi di lepas pantai Mamuju, sejak Agustus 2012. Itu dilakukan karena kandungan migas dicurigai berada 3.000 meter di bawah laut. Tapi sumber migas yang dicari ternyata tidak ada.
"Tapi biasa, dalam industri perminyakan memang seperti ini konsekuensinya. Kami ini mencari sesuatu yang ada di dalam tanah. Jadi tidak bisa dipastikan ada atau tidak kalau dieksplorasi. Kami tak merasa rugi walau hasilnya nihil," kata Fjaeran.
Pria asal Norwegia itu menjelaskan, sejak seismic survey pada 2008 hingga tahap akhir eksplorasi atau pengeboran pada Agustus silam, Statoil telah menghabiskan dana US$250 juta. Itu belum termasuk biaya teknis hingga penyerahan signature bonus atau pendapatan negara bukan pajak (PNPB) yang diserahkan kepada pemerintah pusat saat penandatanganan kontrak kerja pada 2007.(Ant/ICH)
Metrotvnews.com, Mamuju:Perusahaan asal Negara Norwegia, Statoil, menyetop pencarian sumber minyak dan gas (migas) pada Blok Karama, Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar). Pasalnya mereka tak menemukan sumber migas di wilayah itu.
"Kandungan migas yang dicari-cari di Blok Karama Mamuju ternyata tidak ditemukan setelah dilakukan tahap ekplorasi selama bertahun-tahun," kata Presiden Direktur Statoil Indonesia Tor Fjaeran di Mamuju, Sabtu (1/12).
Menurut dia, perusahaan sesungguhnya sudah menghentikan ekplorasi di lepas pantai Mamuju, sejak Agustus 2012. Itu dilakukan karena kandungan migas dicurigai berada 3.000 meter di bawah laut. Tapi sumber migas yang dicari ternyata tidak ada.
"Tapi biasa, dalam industri perminyakan memang seperti ini konsekuensinya. Kami ini mencari sesuatu yang ada di dalam tanah. Jadi tidak bisa dipastikan ada atau tidak kalau dieksplorasi. Kami tak merasa rugi walau hasilnya nihil," kata Fjaeran.
Pria asal Norwegia itu menjelaskan, sejak seismic survey pada 2008 hingga tahap akhir eksplorasi atau pengeboran pada Agustus silam, Statoil telah menghabiskan dana US$250 juta. Itu belum termasuk biaya teknis hingga penyerahan signature bonus atau pendapatan negara bukan pajak (PNPB) yang diserahkan kepada pemerintah pusat saat penandatanganan kontrak kerja pada 2007.(Ant/ICH)
Subscribe to:
Posts (Atom)