LOKAKARYA MIGAS. Pemateri lokakarya cadangan minyak dan gas Kawasan Timur Indonesia memaparkan data potensi yang belum digarap maksimal. Lokakarya berlangsung di Hotel Grand Clarion, Selasa, 4 Desember.
MAKASSAR, FAJAR -- Kawasan Timur Indonesia (KTI) memiliki 100 triliun kaki kubik (TCF) deposit gas. Itu yang telah ditemukan. Namun, diperkirakan baru setengahnya yang sudah dikelola.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Rovicky Dwi Putrohari, mengatakan, ada sejumlah faktor penyebab. "Salah satunya infrakstruktur yang kurang memadai. Makanya belum dilakukan eksplorasi," ujarnya.
Mulai bergesernya rencana eksplorasi minyak dan gas dari barat ke timur juga karena hal itu. Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Naryanto Wagimin, potensi migas di KTI memang sangat besar.
Di KTI, baru empat titik yang dieksplorasi dan berproduksi. Masing-masing di Tangguh Teluk Bintuni Papua Barat, Pulau Salawati Papua Barat, Blok Masela Laut Timor, dan Donggi Senoro Sulawesi Tengah.
Semua titik tersebut memproduksi gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG). Sulsel sebenarnya memiliki sumber gas bumi di Sengkang. Namun, lebih dimanfaatkan untuk pembangkit listrik PLN.
Produksi migas Indonesia cenderung terus menurun. Impor bahan mentah pun jadi pilihan. Khusus minyak, ada bahan mentah 50 mmboe (million barrels of oil equivalent) diserap per tahun. Produksinya mencapai 350 juta barel.
"Ekspor LNG juga harus ditekan, lebih baik dipergunakan untuk kepentingan dalam negeri saja," ucap Rovicky. Percepatan eksplorasi migas di KTI, katanya, adalah bagian upaya untuk menutupi defisit produksi.
Gas Dominan
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), R Sukhyar mengatakan sejumlah wilayah di kawasan timur Indonesia memiliki potensi cadangan gas dan minyak yang cukup besar. "Hanya saja kurang dimaksimalkan karena data dan informasinya yang sangat minim," katanya di sela Lokakarya Mempercepat Temuan Cadangan Minyak dan Gas di KTI di Hotel Grand Clarion Makassar. Lokakarya diikuti masyarakat geologi, pengusaha pertambangan, dan elemen lainnya.
"Di KTI ini yang banyak potensi gasnya dibanding minyak. Berbeda di barat, yang banyak justru cadangan potensi minyaknya," kata Sukhyar.
Sukhyar menambahkan lokakarya yang dipusatkan di Makassar ini dimaksudkan untuk menggali potensi-potensi cadangan minyak di kawasan timur.
Di Papua misalnya saat ini baru dua blok yang sudah dieksploitasi. Keduanya adalah blok Salawati dan Masale. Beberapa blok lain belum dieksplorasi. Begitu juga di perairan selat Makassar yang memiliki banyak potensi. Hanya saja, eksplorasi beberapa perusahaan asing belum membuahkan hasil maksimal.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Rovicky Dwi Putrohari yang juga menjadi pembicara dalam forum ini menambahkan ada beberapa faktor yang mendorong pengembangan potensi cadangan minyak dan gas.
Selain informasi tentang potensi, regulasi dan infrastruktur juga sangat menentukan. Banyak investor, kata dia, yang batal melakukan eksplorasi karena terkendala infrastruktur. "Eksplorasi untuk mengetahui ada tidak potensi minyak dan gas itu membutuhkan biaya besar," kata Rovicky. (zul-aci/upi)
No comments:
Post a Comment