Wednesday, December 26, 2012

PRODUKSI GAS: Lapangan Ruby Blok Sebuku Operasi 2013


Rachmad Subiyanto
September 23, 2012



BALIKPAPAN: Produksi gas dari Lapangan Ruby di Blok Sebuku oleh Pearl Oil (Sebuku) Ltd diperkirakan bisa dimulai pada pertengahan 2013 seiring dengan telah dimulainya penggelaran pipa sepanjang 312 kilometer menuju Senipah.

Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Kalimantan dan Sulawesi Ngatijan mengatakan penggelaran pipa telah dimulai pada 20 September 2012. Dari total sepanjang 312 kilometer, 300 kilometer pipa terletak di area laut lepas.


Ngatijan

Pemasangan pipa ini, imbuhnya, merupakan upaya pengembangan untuk meningkatkan kapasitas produksi gas. Persetujuan plan of development (POD) telah diperoleh dan produksi diperkirakan bisa dimulai pada pertengahan 2013.

Mengenai proses perizinan dan sosialisasi, imbuhnya, pihaknya sudah selesai melakukan kepada nelayan yang kerap beroperasi di jalur tersebut kendati jarak pemasangan pipa terdekat sekitar 18 mil laut. Jarak tersebut berada di luar wilayah kewenangan kabupaten/kota yang mencapai 4 mil laut ataupun kewenangan provinsi yang berada di antara 4 mil laut – 12 mil laut.

Perkiraan produksi gas yang dihasilkan oleh Lapangan Ruby mencapai 100 juta standar kaki kubik per hari (million metric standard cubic feet per day / MMSCFD). Nantinya, gas yang diproduksi tersebut untuk mensuplai kebutuhan gas bagi industri pupuk di pabrik Pupuk Kaltim-5. “Ini untuk ketahanan pangan nasional karena pupuknya akan didistribusikan kepada petani yang mendukung program pangan. Jadi, ini memang 100% untuk kontribusi gas dalam negeri,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (22/9/2012).

Berdasarkan catatan Bisnis, pembangunan pabrik Pupuk Kaltim V merupakan salah satu program revitalisasi industri pupuk. Pabrik ini diproyeksikan untuk menggantikan pabrik Pupuk Kaltim-1 yang beropeasi lebih dari 25 tahun.

Diperkirakan pabrik ini akan menjadi pabrik urea terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas produksi pabrik mencapai 1,15 juta ton urea granul per tahun dan 850.000 ton amoniak per tahun. Direktur Utama PT Pupuk Kalimantan Timur Aas Asikin Idat menambahkan konsumsi gasnya juga lebih efisien dibandingkan pabrik Pupuk Kaltim-1 karena hanya memerlukan gas sebesar 26 MMBtu/ton.

Pembangunan pabrik yang dilakukan di Kawasan Industri Pupuk Kaltim Bontang oleh konsorsium dari PT Inti Karya Persada Teknik (IKPT) dan Toyo Engineering Corporation (Toyo) dimulai pada September 2011 dengan target pengerjaan selama 33 bulan atau diperkirakan selesai pada Juni 2014.

Gas yang dipasok ke dalam pabrik pupuk itu nantinya akan digunakan seluruhnya sebagai bahan baku pupuk karena boiler yang dibangun berbahan bakar batubara. Hasil ini tentu akan ada peningkatan kapasitas produksi pupuk oleh pabrik tersebut.

Pabrik yang diproyeksikan menjadi pengganti Pabrik Pupuk Kaltim-1 tersebut diharapkan memiliki umur ekonomis lebih dari 20 tahun dengan konsumsi energi yang relatif rendah yang akan berdampak pada penurunan biaya produksi. Sementara dari sisi kapasitas akan meningkatkan kapasitas produksi urea sebesar 1.375 ton per hari yang diharapkan mampu meningkatkan daya saing perusahaan.(msb)

Kalsel inginkan bagi hasil eksplorasi Blok Sebuku

Jum'at, 1 Juni 2012


Ilustrasi

Sindonews.com - Gugatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kota Baru Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) terhadap Permendagri nomor 43/2011 tentang penegasan pulau Lereklerekang sebagai wilayah administrasi Pemkab Majene diduga hanya untuk mendapatkan bagi hasil atas eksplorasi migas di Blok Sebuku. Satu-satunya cara adalah membatalkan Permendagri, tanpa mempermasalahkan kepemilikan Pulau Lereklerekan.

Dengan dicabutnya Permendagri itu oleh MA pada 2 Mei 2012 lalu, Pulau Lereklerekang tidak lagi dimiliki oleh Sulawesi Barat (Sulbar) maupun Kalsel. Namun secara finansial lebih menguntungkan Kalsel.

Bisa dipastikan, daerah ini akan menerima 15 persen untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun dari eksplorasi migas yang dilakukan Pearoil. Persentasenya sama seperti yang akan diterima Sulbar dan sisanya untuk pemerintah pusat.

Namun upaya ini terganjal. Sebab informasi telah keluar putusan MA itu dibantah Pemprov Sulbar yang beberapa waktu lalu menggelar rembug nasional warga Mandar di Jakarta. Mereka menemukan banyak kejanggalan dan memutuskan empat poin pernyataan sikap yang diserahkan ke Kemendagri dan MA.

"Saat dikonfirmasi langsung ke MA, nyatanya putusan itu belum ada. Jadi apanya yang harus digugat? Kami masih harus melihat perkembangan, tidak lantas melakukan tindakan yang berlebihan," kata Asisten I Setprov Sulbar, Akhsan Djalaluddin saat menerima anggota DPRD Majene di ruang pola Setprov Sulbar, Kamis 31 Mei 2012.

Akhsan Djalaluddin

Para anggota Dewan itu dipimpin langsung Ketua DPRD Majene, Hajar Nuhung. Ada dua hal yang mereka pertanyakan. Yakni kejelasan tentang perkembangan kasus Pulau Lereklerekang dan langkah yang harus dilakukan pascaputusan MA.

Ketua Komisi II DPRD Majene Rusbi Hamid mengungkapkan, masyarakat Majene sudah mulai bergerak dengan menggelar aksi demonstrasi. "Hari ini (kemarin) demo besar-besaran di Majene. Mereka mendesak Mendagri untuk mengambil sikap tegas terhadap kasus ini. Aksi ini dilakukan oleh simpul-simpul masyarakat," katanya.

Senada dengan Akhsan, Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh pun menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan apapun dari MA. Buktinya, Mendagri, Sulbar dan Kalsel belum mendapatkan salinan putusan. Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Biro Pemerintahan Setprov Sulbar, Haeruddin Anas.

"Yang ada hanya 'katanya'. Dan yang di website MA itu bukan putusan, tapi agenda sidang MA, Bahkan Ketua Majelis Hakimnya, Paulus Effendi Lotulung, mengaku hingga tanggal 24 Mei 2012 MA belum mengeluarkan keputusan apapun soal kasus ini. Memang, gugatan Kalsel itu tetap akan disidangkan. Tapi tidak tahu kapan waktunya," kata Anwar.

Dituturkan, ada beberapa keanehan mengenai info putusan MA ini. Seperti diakui oleh Kepala Biro Hukum Kemendagri. Dia melaporkan keanehan itu langsung ke Mendagri melalui SMS. Anwar kemudian membacakan isi sms bahwa MA sudah mengeluarkan putusan atas gugatan Pemkab Kota Baru Kalsel. Namun hingga saat ini Surat keputusan (SK)-nya belum juga dibuat.

"SMS itu diforward ke saya. Dan ternyata MA menunggu Mendagri membatalkan Permendagri nomor 43/2011, setelah itu baru MA mengeluarkan putusan. Keanehan lainnya adalah Mendagri diminta untuk menyurat secara resmi pada MA bahwa Pulau Lereklerekang milik Kalsel. Semua itu tidak seperti biasanya," katanya.

Sulbar, tandas Anwar, juga akan memprotes BP Migas untuk tidak lagi membuat nama yang menimbulkan konflik antara daerah. Sekaligus memprotes Pearoil yang meminta ijin pada Kalsel untuk mengeksploitasi migas di blok Sebuku. Dan izin itu dikeluarkan BP Migas.

"Ini juga pemicunya. Saya tidak pernah melihat ada MoU antara Pearoil dengan BP Migas dan Kalsel. Info ini juga tidak benar. Yang ada adalah izin eksplorasi dari BP Migas ke Kalsel. Inilah rumitnya. Saya akan temui langsung Kepala BP Migas dan Pearoil yang tidak konsisten. Karena itu Sulbar telah membentuk tim advokasi hukum dan advokasi politik," katanya.

Secara faktual Pearoil telah menemukan kandungan migas di blok Sebuku, 12 mil sebelah timur dari Pulau Lereklerekang. Artinya, itu wilayah kabupaten Majene Sulbar. Fakta lainnya adalah jika ditarik pipa dari sumber migas ke Bontang Kaltim, membutuhkan pipa sepajang 300an kilometer. Sedang ke Majene hanya setengahnya saja.

Masih banyak fakta lain yang akan dibawa Anwar ke Jakarta. Semua ini sebagai bukti bahwa Sulbar tidak tinggal diam. Bahkan sejak masalah ini muncul pada 2010, Pemprov Sulbar sudah melakukan upaya hukum. (bro)

Tuesday, December 18, 2012

Investor italia Bersedia Eksplorasi Blok Pasangkayu


Senin, 17 Desember 2012 22:29 WITA | Sulbar

Mamuju (ANTARA News) - Investor asing asal negara Italia telah bersedia melakukan eksplorasi minyak dan gas (Migas) pada blok Pasangkayu, Mamuju Utara, ungkap Bupati Mamuju Utara, Ih. H. Agus Ambo Jiwa.
H. Agus Ambo Jiwa

"Blok Pasangkayu sebelumnya dieksplorasi oleh perusahaan asal Amerika Serikat PT.Marathon Internasional Petrolium, namun telah resmi menghentikan aktivitasnya sejak memenangkan tender pengelolaan migas pada 2006 silam," kata Bupatidi Mamuju, Senin.

Menurutnya, meski PT Marathon telah menghentikan aktivitasnya mencari migas pada blok Pasangkayu namun ada perusahaan Italia masih berkeyakinan bahwa di blok Pasangkayu dengan luas areal 4.707,63 kilometer persegi ini terdapat cadangan migas bernilai ekonomi.

"Sebenarnya perusahaan itu sudah menemukan kandungan migas di blok Pasangkayu.Tapi jumlahnya tidak sesuai yang diharapkan.Jika dieksploitasi, tidak menguntungkan Marathon karena jumlahnya sedikit atau tipis. Namun bukan tidak mungkin, blok Pasangkayu ini ditemukan migas bernilai ekonomi bagi perusahaan asal Italia itu,"ungkap Agus.

Ia menyampaikan, blok Pasangkayu tepat berada di sebelah timur cekungan migas Kutai Kartanegara yang dinilai cukup produktif. Namun blok ini cukup dalam, mulai 328 kaki (100 meter) hingga 6.562 kaki (2.000 meter).

Bupati menyampaikan, selain Ma-rathon, satu perusahaan lainnya juga gagal mendapatkan migas yang diharapkan yakni, PT Exxon Mobile di blok Suremana (Matra) karena ternyata yang didapatkan gunung berapi di bawah air laut.

Sedangkan Conoco Philips yang ikut melakukan tahap eksplorasi kata dia, sekarang ini telah menemukan titik migas yang sekarang ini sedang diteliti.

Ia menambahkan, potensi yang paling diharapkan menemukan cadangan migas yakni PT Tately yang saat ini telah melakukan tahap eksplorasi pada blok Budong-Budong.

"PT Tately yang melakukan pengeboran hingga kedalamam 3.000 meter di bawah perut bumi telah menemukan cadangan gas. Namun, saat itu dihentikan karena tekanan gas dari perut bumi sangat kencang,"katanya.

Agus menambahkan, PT Tateli kembali melakukan pengeboran kedua di Kecamatan Baras Kabupaten sekitar 50 kilometer dari kota Mamuju Utara dan hasilnya telah ada potensi cadangan gas.

"Berdasarkan keterangan pihak Tately menyimpulkan ada potensi gas bernilai ekonomis. Kita harapkan, tetesan gas yang ditemukan ini dapat dikelola sehingga menjadi potensi penopang percepatan pembangunan di daerah kami,"pungkasnya. (KR-ACO/N001

COPYRIGHT © 2012

Thursday, December 13, 2012

BPH Migas mengaku tak takut bila dibubarkan

Reporter : Nurul Julaikah Minggu, 2 Desember 2012




Badan Pengawasan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku tidak takut bila nasibnya sama seperti BP Migas, yaitu dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi. BPH Migas dinilai tidak menjamin kepastian hukum di Indonesia.

Direktur BBM BPH Migas Djoko Siswanto mengatakan dengan tegas tidak takut jika BPH Migas dibubarkan. "Kalau BPH Migas tidak berguna, kenapa tidak dari dulu (dibubarkan)," kata dia.

Sebelumnya, pengamat ekonomi Hendri Saparini mengatakan BPH Migas tidak becus dalam mengawasi distribusi BBM bersubsidi. Hal tersebut ditunjukkan dengan kuota BBM bersubsidi yang terus jebol.

November lalu, terdapat kelompok yang menamakan dirinya Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi.

Dalam surat pengujian materi UU Migas yang diperoleh merdeka.com, FSPPB mengajukan uji materiil pasal-pasal yang berkaitan dengan BP Migas dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Khusus untuk keberadaan BPH Migas, FSPPB menganggap lembaga tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Dalam permintaan uji materiilnya, FSPPB mengatakan BPH Migas bertentangan dengan pasal 28D Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Pihak Kementerian ESDM juga tidak menampik adanya kemungkinan itu. Dirjen Migas ESDM Evita Legowo mengatakan gugatan mengenai BPH Migas tidak pernah diduga oleh pihaknya.
[rin]

Pengganti BP Migas Bukan Solusi



Jumat, 16 November 2012 | 12:00 WIB


 

KOMPAS Images/TRIBUN SUMSEL/M AWALUDDIN FAJRI Suasana kantor BP Migas Sumsel yang terletak di Jalan Demang Lebar Daun, Palembang, Rabu (14/11/2012). Aktifitas kantor tetap berjalan seperti biasa menyusul keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membubarkan BP Migas karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.


JAKARTA, KOMPAS.com — Hanya beberapa jam seusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pemerintah langsung membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKS Pelaksana Hulu Migas). Ini adalah institusi ad hoc pengganti Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Pengalihan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3135 K/08/MEM/2012 yang terbit Selasa (13/11/2012) sebagai turunan dari Peraturan Presiden Nomor 95/2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Hulu Migas. Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini menjelaskan, kepmen ini berisi empat poin utama. Pertama, pengalihan tugas BP Migas ke SKS Pelaksana Hulu Migas. Kedua, pegawai BP Migas dialihkan ke SKS itu.

Ketiga, operasional, pendanaan, dan aset BP migas juga dialihkan ke SKS Pelaksana Hulu Migas. Keempat, gaji, tunjangan jabatan, dan fasilitas karyawan sama seperti di BP Migas. Sementara pengalihan petinggi eks BP Migas diputuskan Kepmen ESDM No 3136/2012. Sejauh ini, belum diputuskan ketua SKS itu.

Direktur Jenderal Migas Evita Legowo menambahkan, Kementerian ESDM akan menerbitkan aturan lagi sebagai pelengkapnya. "Bisa saja dibentuk badan usaha baru pengganti SKS itu," kata dia.

Sejauh ini, para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mulai tampak lega. "Kami akan tetap bermitra dengan pemerintah," kata Dony Indrawan, Manager Corporate Communication Chevron Indonesia.

Kristianto Hartadi, Head Department of Media Relations Total E&P Indonesia, masih meraba-raba arah institusi baru ini. "Kami belum tahu, apakah unit baru ini akan ada perubahan," ujar dia.

Toh, tetap saja ada yang rugi di masa transisi ini. Lihat saja nasib rig milik Niko Resources yang kini tertahan di Bea Cukai dan harus membayar 300.000 dollar AS per hari. "Masih ada 100 rig yang tertahan," kata Bambang Dwi Djanuarto, mantan Humas BP Migas.

Yang patut dicermati, pembentukan SKS Pelaksana Hulu Migas bukan solusi krisis pascapembubaran BP Migas. Masih ada celah lain yang bisa memicu masalah baru.

AM Putut Prabantoro, eks Penasehit Ahli Kepala BP Migas, mengingatkan pemerintah agar konsekuen dengan putusan MK. "Jika BP Migas dinyatakan melanggar UUD 1945, seluruh keputusan BP Migas juga tak sah," kata dia.

Alhasil, kontrak-kontrak migas yang lama pun rawan dipersoalkan. Problem ini agaknya bisa makin pelik.(Muhammad Yazid, Maria Elga Ratri, Oginawa R Prayogo/Kontan)

Wamen ESDM sebut MK salah bubarkan BP Migas

Reporter : Saugy Riyandi Selasa, 4 Desember 2012

 


Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa BP Migas tidak memihak kepentingan nasional sebagai pandangan yang salah.

Terlebih, salah satu pertimbangan MK membubarkan BP Migas karena sumbangan terhadap APBN selalu turun.

"Mengambil angka 12 persen, itu yang salah. Negara mendapatkan hampir 80 persen dari pengelolaan migas," ujar Rudi dalam diskusi publik bertajuk 'Masa Depan Pengelolaan Migas Nasional Pasca Keputusan MK' di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (4/12).

Rudi Rubiandini

Rudi menambahkan, BP Migas tidak menyerahkan kuasa perminyakan atas blok migas pada kontraktor, negara masih memiliki kekayaan alam 100 persen. Kontraktor hanya mendapatkan bagi hasil dari kegiatan pertambangan yang mereka lakukan.

"Posisi kontraktor hanya tukang cangkul yang mencangkulkan, baru negara yang men-share," tegasnya.

Selain itu, Rudi menambahkan, uang yang diberikan BP Migas kepada para kontraktor sebagai bagi hasil kegiatan pertambangan merupakan hal yang wajar. Sebab, Indonesia belum memiliki teknologi untuk mengeksplorasi sendiri kekayaan alamnya, sehingga masih membutuhkan bantuan dari kontraktor asing.

"Yang kita miliki adalah sumber daya alam, sedangkan kita tidak bisa mengolahnya, maka muncul kontrak kerjasama," katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan ketentuan yang mengatur keberadaan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dengan putusan ini, MK menyatakan keberadaan BP Migas tidak memiliki kekuatan hukum sehingga harus dibubarkan.

MK segala hal yang berkaitan dengan BP Migas dinyatakan tidak lagi dapat dipertahankan. Ini karena dasar hukum BP Migas bertentangan dengan konstitusi negara Indonesia.
[noe]

Mantan Kepala BP Migas akan beri usul revisi UU Migas



Reporter : Saugy Riyandi Selasa, 4 Desember 2012



Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono mengatakan akan memberi usulan terkait revisi Undang-undang Migas nomor 22 tahun 2001 yang saat ini masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Oh, iya nanti saya akan memberikan masukan," ujar Priyono yang ditemui di Hotel Gran Melia, Jakarta Selasa (04/12).

Menurut Priyono, masukan-masukan tersebut akan berdasarkan pengalamannya menjadi Kepala BP Migas. "Kita sudah bikin peta masalahnya, alternatif solusinya seperti apa, gambaran besarnya berdasarkan pengalaman saya selama menjadi Kepala BP Migas," tegasnya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menghapus klausul yang menjadi dasar hukum pembentukan BP Migas dalam UU Migas nomor 22 tahun 2001.

Saat ini, pemerintah telah membentuk unit sementara untuk mengelola migas di bawah Kementerian ESDM yaitu SK Migas. Seluruh mantan karyawan BP Migas kini menjadi karyawan SK Migas kecuali Kepala BP Migas.

Pemerintah harus buat badan baru gantikan BP Migas

Reporter : Saugy Riyandi Selasa, 4 Desember 2012

 

Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono menyarankan agar pemerintah membentuk badan baru yang tetap dan bukan sementara setelah BP Migas dibubarkan akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"SK Migas jangan terlalu lama, kalau lama nanti memberikan ketidakpastian (investor)," ujar Priyono yang ditemui di Hotel Gran Melia, Jakarta Selasa (04/12).

Priyono menegaskan pemerintah harus membuat badan hukum baru yang mengurusi sektor hulu migas yang tetap dan harus lebih baik dari kinerja BP Migas saat ini. "Harus segera dibuat badan yang tetap, yang harus lebih baik dari BP Migas," tegasnya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menghapus klausul yang menjadi dasar hukum pembentukan BP Migas dalam UU Migas nomor 22 tahun 2001.

Namun, hingga saat ini pemerintah belum mendapatkan gambaran lembaga baru sebagai pengganti BP Migas. Posisi pengelola migas dinyatakan akan dibahas dalam revisi UU Migas yang akan didiskusikan dengan DPR.
[rin]

BPK RI Bakal Audit BP Migas Pasca Pembubaran


Jakarta, (Analisa). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan mengaudit laporan keuangan manajemen lama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) pasca pembubaran badan tersebut atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). "BP Migas dibubarkan. Oleh karena itu manajemen lama harus membuat Laporan Keuangan penutup per tanggal pembubaran," ujar Wakil Ketua BPK Hasan Bisri kepada detikFinance, Jumat (16/11).

Menurut Hasan, audit itu dilakukan guna mengetahui posisi aset instansi itu hingga tanggal pembubaran. Selain itu, audit ini juga akan mencakup kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.

"Laporan Keuangan itu akan diaudit BPK untuk mengetahui posisi aset dan kewajiban BP Migas per tanggal pembubaran. Audit juga akan mencakup penilaian atas kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku," ujarnya.

Namun, jika terdapat temuan-temuan tertentu, lanjut Hasan, audit akan diperluas.

"Laporan audit itu akan base line bagi lembaga pengganti BP Migas. Cakupan audit dapat diperluas pada aspek-aspek lain, sesuai dengan keadaan," tandasnya.

(dtc)

Pakar Usulkan Tiga Alternatif Pengganti BP Migas

Written by Editor on 10 December 2012 19:14.



Pri Agung Rakhmanto/IST

ISUENERGI – Menyusul pembubaran BP Migas oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengusulkan tiga alternative pengelolaan sektor hulu migas.

Alternatif pertama, kata dia, mendirikan BUMN hulu migas baru yang khusus untuk kelola kontrak kerja sama. Meski begitu, BUMN itu tidak boleh melakukan kontrak dengan Pertamina.

Alternatif kedua, menjadikan SKSP Migas, lembaga sementara pengganti BP Migas, menjadi BUMN khusus mengelola sektor hulu migas. Namun, tugasnya berbeda dengan fungsinya saat ini di bawah Kementerian ESDM.

“Fungsinya sama, tapi tidak gunakan cikal bakal SKSP Migas. Culture birokrasi tetap sama, yang tetep ada adalah fungsi pengendalian dan manajemen, bukan pengaturannya," jelas dia, Senin (10/12/2012).

Sedangkan alternatif ketiga adalah memberikan wewenang dan fungsi BP Migas ke Pertamina. Menurut dia, skema seperti ini digunakan di beberapa negara, di antaranya Norwegia dan Brazil. (IE-10)

Investasi Hulu Migas Terkendala Ketidakpastian Hukum

Kamis, 06 Desember 2012 15:32 WIB



ANTARA/Reno Esnir/bb
TERKAIT

  JAKARTA--MICOM: Pemerintah akan kesulitan menarik investasi baru di sektor hulu migas pada 2013 karena masalah ketidakpastian hukum tentang pengelolaan migas di dalam negeri.

"Indonesia seharusnya bisa menarik investor baru dan tidak mempertahankan investor yang ada. Hal ini harus dilakukan agar produksi migas nasional bisa meningkat," kata Presiden Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IPA), Elisabeth Proust, di Jakarta, Kamis (6/12).

Untuk meningkatkan investasi migas, menurut Elisabeth, membutuhkan investasi yang sangat besar pada beberapa tahun ke depan. "Dengan kondisi hukum pengelolaan migas, diperkirakan investasi baru sulit tercapai. Saat ini, beberapa aturan yang menjadi kendala untuk meningkatkan investasi seperti perlindungan kontrak (contract sanctity), Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2010 tentang biaya operasional yang dapat dikembalikan pemerintah (cost recovery), dan perlakuan pajak penghasilan (PPh) di sektor hulu migas," paparnya.

Investor, lanjut Elisabeth, juga mengalami hambatan dalam berinvestasi karena revisi Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, birokrasi dan perizinan serta penetapan harga gas dalam negeri.

"Pemerintah diharapkan menghormati kontrak yang telah disepakati dan ditandatangani bersama, sehingga meski ada kebijakan atau aturan yang berubah, kontrak tetap berlaku. Selama ini banyak terjadi kesalahpahaman bahwa 'cost recovery' menurunkan penerimaan negara. Padahal penerimaan negara yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini sudah penerimaan bersih, tidak ada pengurangan 'cost recovery'," ujarnya.

Elisabeth menambahkan, pada "cost recovery" sudah dipotong sebelum bagi hasil pemerintah dan kontraktor. "Selama ini, 'cost recovery' berguna untuk meningkatkan produksi migas nasional. Bila dibatasi, akan berdampak pada penurunan investasi migas dan berpengaruh terhadap produksi migas nasional," tandasnya. (Ant/OL-8)

Pembubaran BP Migas Momentum Restrukturisasi Pertamina

Penulis : Ayomi Amindoni
Jumat, 14 Desember 2012 02:38 WIB



MI/Angga Yuniar/rj
 
JAKARTA--MICOM: Pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) oleh Mahkamah konstitusi dinilai oleh beberapa kalangan merupakan momentum yang tepat untuk merustrukturisasi Pertamina.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan keberadaan Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas yang sementera dibentuk oleh pemerintah belum menjamin kepastian dalam usaha migas.

Hal ini dibuktikan banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang masih merasa belum aman. Solusinya, segera merevisi UU Migas yang menjadi landasan hukum badan tersebut dan membentuk BUMN khusus yang mengelola sektor migas. Salah satu opsi yang paling memungkinkan adalah merustrukturisasi Pertamina.

"Itu mestinya direstrukturisasi menjadi perusahaan negara khusus, juga untuk memisahkan mana yang profit center dan cost center. Yang urusan PSO, subsidi, BBM LPG itu jangan digabung dengan hulu. Itu bukan unbundling sebenarnya, karena masih dalam koordinasi kementerian. Regulatornya pemerintah, pemerintah yang mengatur mereka," jelas Pri Agung usai Diskusi Mekanisme Production Sharing Contract (PSC) Sektor Migas di Jakarta, Kamis (13/12).

Ia menambahkan, badan baru pengelola hulu migas kedepan masih berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya MIneral (ESDM) seperti SKSP Migas. Akan tetapi, bentuk badan tersebut bukan lagi unit usaha, melainkan badan usaha. Sehingga kontrak yang dijalankan dengan K3S adalah kontrak bussiness to bussiness (B to B). Pertamina, menurutnya, cukup qualified untuk menjalankan peran tersebut.

"Apapun bentuk kontraknya sepanjang dijalankan oleh bumn sebagai wakil negara itu terserah. kalau bicara ideal, sebetulnya dua anak perusahaan pertamina, Pertamina EP dan PHE (Pertamina Hulu Energi), orientasinya bukan hanya sekarang tapi untuk jangka panjang. Supaya kita punya dua pemain andal," ujarnya.

Adapun sebagai pengelola sektor hulu Migas, tugas BP Migas juga mengelola keuangan negara dari migas. Terkait hal tersebut, apabila badan usaha pengganti BP Migas sudah terbentuk, Kementerian ESDM dan Kementerian tinggal menentukan target penerimaan negara.

"Ditentukan saja negara akan memungut sekian persen dari penerimaannya, baik PEP atau PHE. Ini juga akan menjawab karena selama ini tidak kondusif karena Pertamina dengan kontraktor asing selalu dilawankan masalah blok baru. Padahal kalau konfigurasinya dua ini Perrtamina ini kalau tidak mampu pasti akan dikerjasamakan dengan pihak lain. PHE sudah punya lapangan sendiri dan melakukan kontrak bisnis sendiri," jelas Pri Agung.

Ditemui di tempat yang sama, Pakar Production Shares Contract (PSC/Kontrak Bagi Hasil) Sutadi Pudjo Utomo mengatakan mekanisme PSC fiscal regime yang diterapkan sekarang adalah untuk menjaga kepentingan pemerintah dan investor. Pemerintah ingin mendapat bagian optimum atas pemanfaatan kekayaan negara.

Sedangkan investor ingin mendapat bagian keekonomian pengembangan penemuan lapangan migas. Untuk menyatukan keduanya, untuk pengembangan lapangan migas menggunakan indikator keekonomian berdasar internal rate of return (IRR) yang diharuskan minimal 20%.

"Kondisi fiscal dan built in control pengembanga cadangan sudah dapat menjamin kepentingan bisnis investor, dengan IRR minimal 20% dan kepentingan negara, yang pendapatan negara minimal akan 50%.

Menurut Sutadi, pembubaran BP Migas belum cukup, dengan mengalihkan ke Kementerian ESDM membuat negara kehilangan kedaulatan terhadap pengadilan arbitrase apabila terjadi sengketa dengan K3S. (Aim/OL-3)

Badan Usaha Baru Pengganti BP Migas Perlu Dibentuk



Penulis : Ayomi Amindoni
Senin, 10 Desember 2012 18:37 WIB

JAKARTA--MICOM: Pascaputusan Mahkamah Konsititusi yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS), revisi Undang-Undang No22 Tahun 2001 tentang Migas menjadi penting untuk direalisasikan.

Pasalnya, undang-undang tersebut merupakan payung hukum format institusi baru pengganti BP Migas yang sekaligus akan menentukan bentuk kontrak migas di Indonesia.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat, usai putusan MK, sebaiknya penguasaan tingkat pertama dan paling utama yang dikehendaki konstitusi ialah bentuk badan usaha, bukan badan hukum seperti sebelumnya.

"Melalui badan usaha yang dimiliki negara, ini menjawab tuntutan konstitusi. Harus dipenuhi, kalau tidak sampai kapan pun akan digugat MK," ujar Pri Agung dalam Seminar Nasional Energy Outlook 2013 di Wisma Antara, Jakarta, Senin (10/12).

Menurutnya, hal ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam industri migas. SKSP Migas harus bersifat sementara. "Kalau jadi permanen, akan ada yang menggugat," ujarnya.

Dijelaskan oleh Pri Agung, badan usaha ini bisa menyerahkan pengelolaan pada BUMN bidang energi, yakni Pertamina atau membuat badan usaha baru yang core business-nya khusus untuk mengelola kontrak kerja sama migas. (Aim/OL-9)

Pengganti BP Migas Harus Berprinsip Mewakili Negara


Kamis, 06 Desember 2012, 22:07 WIB



BP Migas


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Badan atau institusi baru pengganti Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), harus memiliki prinsip mewakili negara.

Prinsip itu harus termaktub dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 Ayat 3 menyebutkan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sehingga, badan tersebut merupakan representasi negara tentunya," papar Mantan Hakim MK, Prof. H.A.S Natabaya, di Jakarta, Kamis (6/12).

Natabaya berpendapat migas sebagai bagian yang terkandung dalam bumi Indonesia, harus dikuasai dan dikontrol negara. Sayangnya, negara, lewat badan yang mewakili, melakukan pengelolaan melalui kerjasama atau berkontrak dengan pihak swasta nasional maupun asing, untuk memproduksi.

Mengingat dalam suatu kerjasama bisa terjadi 'dispute' atau sengketa, maka tentu saja negara harus terproteksi. Maka, masih kata Natabaya, disinilah fungsi dan peran badan baru, sebagai pengatur kegiatan usaha hulu migas, mewakili negara namun melindungi negara dari berbagai tuntutan.

"Kalau mau jujur, status kontitusional BP Migas itu sudah benar. Tetapi memang ada yang alpa menyangkut masalah kontrol atau pengawasan, karena badan tersebut tidak memiliki struktur komisaris atau dewan pengawas. Jadi, nantinya harus diawasi dengan ketat, guna menghindari inefisiensi dan penyimpangan," ujar Natabaya.
Redaktur: Karta Raharja Ucu

Sudah Tepat Satuan Kerja Migas Sebagai Pengganti BP Migas


HARIAN PELITA

Selasa, 11 Desember 2012
Jakarta, Pelita

Ketua Dewan Pakar Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Prof DR Ing Ir Tunggul K Sirait menilai, sudah tepat dan tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pasca dibubarkannya Badan Pelaksana Hulu Minyak dan gas (BP Migas) dan dibentuknya Satuan Kerja Migas oleh pemerintah sebagai pengganti peran sementara BP Migas.

Menurutnya, masyarakat sudah mengetahui putusan MK hanya membatalkan atau menghapus pasal-pasal dalam UU Migas terkait dengan keberadaan BP Migas saja.

"Tetapi tidak tentang pasal yang berkaitan dengan tata cara dan atau yang mengatur keberadaan KKKS, dan tata cara pelaksanaan eksploitasi eksplorasi migas," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Namun, kata dia, sepanjang SK Migas melakukan fungsinya dengan mengacu kepada pasal-pasal yang ada dalam UU Migas yang pada dasarnya masih berlaku, maka keberadaan SK Migas tidak perlu dipermasalahkan atau dikhawatirkan.

"Saya yakin investor atau para KKKS sudah memahami hal ini dan bisa menerima kehadiran SK Migas sampai ditetapkannya badan yang mengatur hulu migas ini yang dilahirkan UU Migas yang mengatur khusus tentang itu," jelas Sirait yang juga mantan Rektor Universitas Kristen Indonesia.

Namun, dia tidak sependapat terkait adanya pendapat elit masyarakat dan elit politik agar segera dibentuk Badan Pengganti BP Migas yang tidak langsung diketuai pemerintah atau Menteri ESDM.

Menurutnya, badan yang mengatur tentang Hulu Migas tidak bisa lepas dari kendali dan kontrol pemerintah. Hal ini sudah diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 khususnya pada Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) bahwa Migas merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara dan penguasaan oleh negara diselenggarakan oleh pemerintah sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan.

"Pasal tentang ini masih berlaku, karena tidak dihapus oleh MK. Ini jelas menjadi dasar hukum bahwa pemerintah harus berada di depan dan berperan besar dalam kegiatan hulu Migas," paparnya.

Mengenai kecurigaan beberapa pihak akan adanya kepentingan pihak tertentu terhadap keberadaan SK Migas, mantan anggota Komisi Energi DPR ini berpendapat, sepanjang sistem dan pengawasan terhadap badan apa pun dibuat yang terbaik dan konfrenhensif, maka semua kecurigaan bisa dihilangkan.

"Jika perlu minta petugas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi )atau BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) aktif duduk mengawasi kerja SK Migas atau Badan pengganti tersebut," ujarnya.

Ia juga menyarankan, agar SK Migas dan Kementerian ESDM memperkuat tim hukumnya ketika membuat perjanjian dengan KKKS. Dengan demikian, SK Migas dan atau pemerintah dapat terhindar maksimal dari masalah hukum yang timbul suatu saat nanti.

Mengingat Pemilu dan Pilpres 2014 pelaksanaannya tinggal 1,5 tahun lagi, maka sebaiknya revisi UU Migas dilakukan setelah Pemilu dan Pilpres.

"Hal ini agar bisa dibuat secara tenang, jernih dan lepas dari kepentingan pihak manapun juga. Ini akan lebih baik dan diterima oleh rakyat," tandas Sirait. (y)
Dibaca 2 kali
Badan Usaha Baru Pengganti BP Migas Perlu Dibentuk
Penulis : Ayomi Amindoni|Senin, 10 Desember 2012
JAKARTA--MICOM: Pascaputusan Mahkamah Konsititusi yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS), revisi Undang-Undang No22 Tahun 2001 tentang Migas menjadi penting untuk direalisasikan.

Pasalnya, undang-undang tersebut merupakan payung hukum format institusi baru pengganti BP Migas yang sekaligus akan menentukan bentuk kontrak migas di Indonesia.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat, usai putusan MK, sebaiknya penguasaan tingkat pertama dan paling utama yang dikehendaki konstitusi ialah bentuk badan usaha, bukan badan hukum seperti sebelumnya.

"Melalui badan usaha yang dimiliki negara, ini menjawab tuntutan konstitusi. Harus dipenuhi, kalau tidak sampai kapan pun akan digugat MK," ujar Pri Agung dalam Seminar Nasional Energy Outlook 2013 di Wisma Antara, Jakarta, Senin (10/12).

Menurutnya, hal ini akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam industri migas. SKSP Migas harus bersifat sementara. "Kalau jadi permanen, akan ada yang menggugat," ujarnya.

Dijelaskan oleh Pri Agung, badan usaha ini bisa menyerahkan pengelolaan pada BUMN bidang energi, yakni Pertamina atau membuat badan usaha baru yang core business-nya khusus untuk mengelola kontrak kerja sama migas. (Aim/OL-9)

Warning, Pemerintah Harus Buat Pengganti BP Migas

Bukan Malah Membentuk SKSP Migas

Kamis, 06 Desember 2012 15:31 WIB
BP Migas, tinggal kenangan /*ilustrasi

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana, mengharapkan pemerintah dapat segera mengeluarkan Peraturan Pengganti UU (Perpu) lembaga entitas. Pasalnya, jika tidak segera dilakukan, pemerintah dapat dihadapkan dengan tanggung jawab negara dalam posisi sekarang adalah tidak terbatas. Aset negara akan terekspos untuk membayar ganti rugi.

“Jangan sampai nanti ada gugatan kemudian kita terekspos, kerugian besar dari APBN yang harusnya bisa dinikmati untuk hidup rakyat indonesia malah untuk bayar kompensasi aja,” terang Hikmahanto kepada LICOM di Jakarta, Kamis (06/12/2012).

Menurut Hikmahanto, pasca putusan MK, pemerintah yang telah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas berdasarkan Peraturan Presiden No 95 th 2012 tentang pengalihan pelaksanaan tugas dan fungsi kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, berdasarkan konstruksi maka pihak yang berkontrak dengan kontraktor adalah negara.

SKSP Migas memiliki kedudukan sebagai wakili pemerintah yang merupakan bagian dari negara, dan bukan merupakan badan hukum sendiri. Sehingga, sebenarnya negara tidak terlindungi bila terjadi sengketa berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKS).

Ditambahkan, hal ini berbeda bila negara hanya pemegang saham di suatu perseroan terbatas atau negara membentuk badan hukum milik negara. Tanggung jawab hanya akan terbatas pada saham yang dimiliki oleh negara atau aset yang dimiliki PT atau BHMN.

Menurut hemat Hikmahanto, masalah ini perlu mendapat perhatian, karena investasi di bidang minyak dan gas membutuhkan dana yang besar. Bila ada wanprestasi dari negara maka kompensasi yang diminta akan sebesar dana yang dikeluarkan, ditambah dengan kerugian potensional atau imaterial.

“Dalam kasus-kasus Pertamina melawan Karahabodas Company, misalnya, investasi yang berjumlah 50 juta dollar AS dimintakan kompensasi lebih dari 250 juta dolar AS. Contoh lain adalah kasus Churchill Mining, yang menggugat pemerintah hingga 18 triliunan rupiah,” tambahnya.

Hikmahanto menyatakan, keseriusan pemerintah untuk menangani setiap sengketa dibutuhkan, karena pelaku usaha dapat meminta ganti rugi yang sangat besar dan bisa menggerus APBN. Saat ini ada 350 lebih KKS yang memiliki potensi untuk menjadi sengketa. Setiap sengketa harus diperhatikan sungguh-sungguh, karena bila pemerintah kalah, berarti juga kekalahan negara. @Lysistrata


Editor: Rizal Hasan

Pengganti BP Migas Harus Bebas Kepentingan Politik



Pebrianto Eko Wicaksono - Okezone


Jum'at, 30 November 2012 18:12 wib
Ilustrasi (Foto: Okezone) JAKARTA - Komunitas Migas Indonesia (KMI) menginginkan orang yang akan menggerakan lembaga pengganti Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas bumi (BP Migas) bebas dari unsur politik.

Ketua Dewan Pembina KMI Iwan Ratman mengatakan, lembaga pengganti BP Migas harus menjaankan fungsinya sesuai apa yang BP Migas kerjakan sebelum dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 November lalu.

"BP Migas sudah almarhum, mau bentuknya kaya apa, fungsi yang dikerjakan harus ada," kata Iwan, di Jakarta, Jumat (30/11/2012).

Menurut Ratman, selain fungsi yang menjalankan fungsi lembaga pengganti BP Migas juga harus dilakukan oleh orang-orang yang profesional dan orang yang sudah ahli di bidang migas khususnya orang yang tidak memiliki kepentingan dan bebas dari partai politik.

"Badan baru nanti dicari orang-orang profesional di bidang migas, kalau bisa bukan orang partai karena kita bekerja untuk negara," tutup Iwan.

Tuesday, December 11, 2012

Statoil Gagal Temukan Migas di Sulbar



Sabtu, 01 Desember 2012 21:39 WIB

MAMUJU--MICOM: Perusahaan asal Negara Norwegia, Statoil, menghentikan pencarian sumber minyak dan gas (migas) pada Blok Karama, Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), setelah tidak menemukan sumber migas di wilayah itu.

"Kandungan migas yang dicari-cari di Blok Karama Mamuju ternyata tidak dapat ditemukan setelah dilakukan tahap ekplorasi selama bertahun-tahun," kata Presiden Direktur Statoil Indonesia Tor Fjaeran di Mamuju, Sabtu (1/12).

Menurutnya, perusahaan tersebut sesungguhnya sejak Agustus 2012 sudah menghentikan ekplorasi di lepas pantai Mamuju. Hal itu dilakukan karena kandungan migas dicurigai berada di 3.000 meter di bawah laut. Tapi sumber migas yang dicari ternyata tidak ada.

"Tapi biasa, dalam industri perminyakan memang seperti ini konsekuensinya. Kami ini mencari sesuatu yang ada di dalam tanah. Jadi tidak bisa dipastikan ada atau tidak kalau dieksplorasi. Tapi kami tidak merasa rugi, karena semua upaya telah kita lakukan. Walaupun hasilnya akhirnya nihil," kata Fjaeran.

Pria asal Norwegia itu menjelaskan, sejak seismic survey pada 2008 hingga tahap akhir eksplorasi atau pengeboran pada Agustus lalu, Statoil telah menghabiskan dana US$250 juta. Itu belum termasuk biaya teknis hingga penyerahan signature bonus atau pendapatan negara bukan pajak (PNPB) yang diserahkan kepada pemerintah pusat saat penandatanganan kontrak kerja pada 2007 silam. (Ant/OL-01)

Pertamina HE-Statoil Stop Eksplorasi Blok Karama



Pebrianto Eko Wicaksono - Okezone
Rabu, 12 September 2012 16:47 wib
Ilustrasi. (Foto: Corbis)
Ilustrasi. (Foto: Corbis)
JAKARTA - PT Pertamina Hulu Energi (PHE) tidak yakin untuk meneruskan eksplorasi sumur ketiga di Blok Karama. PHE dan Statoil telah gagal menemukan cadangan minyak dan gas yang baik pada dua pengeboran sumur eksplorasi tersebut.

Direktur Utama PHE Salis Aprilian mengatakan, PHE dan Statoil wajib mengebor tiga sumur di blok yang terletak di lepas pantai Sulawesi Barat itu. itu tersebut sesuai komitmen pasti eksplorasi.

"Kita memang belum beruntung di Sulawesi, kita lagi diskusikan, next kerja samanya seperti apa, belum ada diskusi lebih lanjut," kata Salis, di Hotel JW Mariot Jakarta, Rabu (12/9/2012).

Salis mengaku, sedang berdiskusi untuk melanjutkan eksplorasi pada sumur yang gagal temukan cadangan migasnya. "Nah, eksplorasi yang ketiga ini sedang didiskusikan, apakah tetap ngebor lagi atau akan ada alternatif lain," jelas Salis.

Salis mengungkapkan, kegagalan eksplorasi pada sumur sebelumnya mencapai sekira USD25 juta per sumur. Namun, dari sisi lain, dengan eksplorasi tersebut, perusahaan migas mendapatkan data mengenai potensi migas di wilayah tersebut.

Menurut Salis, sebagai alternatif lain sebagai kompensasi tidak melanjutkan eksplorasi, yang dilakukan oleh Statoil dan PHE seperti melakukan kajian atas data-data yang telah diperoleh dari kegiatan eksplorasi sebelumnya karena berdasarkan komitmen eksplorasi Statoil dan PHE memang harus melakukan pengeboran eksplorasi tiga sumur. (wdi)

Tuesday, December 4, 2012

Statoil Gagal Temukan Migas di Sulbar

Sabtu, 01 Desember 2012 18:11 WITA | Sulbar

Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan asal Negara Norwegia, Statoil, menghentikan pencarian sumber minyak dan gas pada Blok Karama, Mamuju, Sulawesi Barat, setelah tidak menemukan sumber migas di wilayah itu.

"Kandungan migas yang dicari-cari di Blok Karama Mamuju, ternyata tidak dapat ditemukan setelah dilakukan tahap ekplorasi selama bertahun-tahun lamanya," kata Presiden Direktur Statoil Indonesia Tor Fjaeran di Mamuju, Sabtu.

Menurut dianya, perusahaan tersebut sesungguhnya sejak Agustus 2012 sudah menghentikan ekplorasi di lepas pantai Mamuju. Hal itu dilakukan, karena kandungan migas dicurigai berada di 3.000 meter di bawah laut. Tapi sumber migas yang dicari ternyata tidak ada.

"Tapi biasalah. Dalam industri perminyakan memang seperti ini konsekuensinya. Kami ini mencari sesuatu yang ada di dalam tanah, jadi tidak bisa dipastikan ada atau tidak kalau dieksplorasi. Tapi kami tidak merasa rugi, karena semua upaya telah kita lakukan. Walaupun hasilnya akhirnya nihil," kata Fjaeran.

Pria asal Norwegia ini menjelaskan, sejak seismic survey tahun 2008 hingga tahap akhir eksplorasi atau pengeboran pada Agustus 2012, Statoil telah menghabiskan dana 250 juta dolar AS. Itu belum termasuk biaya teknis hingga penyerahan signature bonus atau Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang diserahkan kepada pemerintah pusat saat penandatanganan kontrak kerja pada 2007 silam.

"Berinvestasi memang sudah begini. Tapi kami tidak rugi, sebab di beberapa blok yang kami kelola di negara lain telah menemukan minyak seperti di Brazil, Tanzania, dan di Norwegia," ungkap Tor Fjaeran.

Setelah menghentikan pengeborannya di Blok Karama Mamuju, Statoil akan pindah ke Blok Halmahera II guna mencari potensi migas.

Blok baru ini, kata dia, mencakup wilayah tiga kabupaten di Papua, masing-masing Kabupaten Hamahera Selatan, Halmahera Tengah, dan Kabupaten Raja Ampat.

"Semoga saja di tanah Papua kami menemukan apa kami cari. Ini juga menjadi harapan semua masyarakat" katanya. (T.KR-ACO/S023)
COPYRIGHT © 2012

Pemerintah Jamin Usaha Industri Migas


Metrotvnews.com, Jakarta:Pemerintah siap menjamin keberlangsungan usaha industri minyak dan gas di Indonesia pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau BP Migas.

Penegasan itu disampaikan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jero Wacik di Kabupaten Bangli, Bali, di sela pengukuhan Geopark Batur sebagai Jaringan Global Dunia UNESCO, malam tadi.

"Kita harus taat pada undang-undang. Kalau MK sudah membubarkan BP Migas, ya bubar. Tapi semua fungsi eks BP Migas harus tetap berjalan," kata Jero.

Dalam pertemuan yang berlangsung pada Jumat malam (16/11) di sebuah hotel itu, hadir petinggi dari kalangan industri migas antara lain PT Medco Energi, PT Chevron Indonesia, PT Exxon Indonesia, PT Salamander dan Pertamina EP.

Jero mengatakan, pemerintah menjamin keberlangsungan usaha migas di Indonesia. Soalnya jika terhenti nilai kerugian yang diderita mencapai Rp1 trilin per hari atau Rp300 triliun per tahun.

Oleh karena itu, kata dia, untuk memberikan jaminan terhadap industri migas pascapembubaran BP Migas, Presiden segera mengeluarkan Perpres No 95 Tahun 2012.

Selain itu, pihaknya juga mengeluarkan Peraturan Menteri dengan tujuan agar semua pemangku kepentingan memiliki kepercayaan diri yang sama untuk memajukan industri migas nasional.

"Untuk itu, tugas dan fungsi BP Migas diambil alih kementerian ESDM sehingga Menteri ESDM saat ini merangkap ketua eks BP Migas," katanya.

Sementara itu, mengenai karyawan eks BP Migas, menurut dia, mereka akan diangkat kembali untuk menangani urusan migas.

Menteri menyatakan, Senin depan, pihaknya akan kembali melakukan pertemuan dengan kalangan industri migas di Jakarta.

Sementara itu Dirut PT Medco, Lukam Mahfud mengakui keputusan MK yang membubarkan BP Migas dinilai mengagetkan, namun demikian pihaknya juga menyambut positif langkah pemerintah yang cepat tanggap.

"Dengan sikap pemerintah tersebut membuat tingkat kepercayaan industri perminyakan tetap tinggi," katanya.

Pada kesempatan tersebut kalangan industri migas juga menyatakan komitmen untuk tetap menjalankan operasional seperti biasa.

Selain itu mereka juga siap bekerjasama dengan pemerintah untuk secara bertahap mengatasi apa yang perlu diperbaiki dan dibenahi ke depan.(Ant/ICH)

Statoil Gagal Temukan Migas di Sulbar

Sabtu, 1 Desember 2012

Metrotvnews.com, Mamuju:Perusahaan asal Negara Norwegia, Statoil, menyetop pencarian sumber minyak dan gas (migas) pada Blok Karama, Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar). Pasalnya mereka tak menemukan sumber migas di wilayah itu.

"Kandungan migas yang dicari-cari di Blok Karama Mamuju ternyata tidak ditemukan setelah dilakukan tahap ekplorasi selama bertahun-tahun," kata Presiden Direktur Statoil Indonesia Tor Fjaeran di Mamuju, Sabtu (1/12).

Menurut dia, perusahaan sesungguhnya sudah menghentikan ekplorasi di lepas pantai Mamuju, sejak Agustus 2012. Itu dilakukan karena kandungan migas dicurigai berada 3.000 meter di bawah laut. Tapi sumber migas yang dicari ternyata tidak ada.

"Tapi biasa, dalam industri perminyakan memang seperti ini konsekuensinya. Kami ini mencari sesuatu yang ada di dalam tanah. Jadi tidak bisa dipastikan ada atau tidak kalau dieksplorasi. Kami tak merasa rugi walau hasilnya nihil," kata Fjaeran.

Pria asal Norwegia itu menjelaskan, sejak seismic survey pada 2008 hingga tahap akhir eksplorasi atau pengeboran pada Agustus silam, Statoil telah menghabiskan dana US$250 juta. Itu belum termasuk biaya teknis hingga penyerahan signature bonus atau pendapatan negara bukan pajak (PNPB) yang diserahkan kepada pemerintah pusat saat penandatanganan kontrak kerja pada 2007.(Ant/ICH)

Tuesday, November 13, 2012

Hikmahanto sayangkan keputusan MK bubarkan BP Migas





Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Ilmu Hukum UI Hikmahanto Juwana sangat menyayangkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membubarkan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Karena keputusan itu tidak akan mengeluarkan Indonesia dalam pengelolaan sumber daya alam yang efisien dan untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, kata Hikmahanto di Jakarta, Selasa malam.

"MK telah memutuskan bahwa BP Migas tidak konstitusional. Putusan ini tentu harus dihormati namun patut disayangkan," katanya.

Menurut Hikmahanto, setidaknya ada tiga alasan mengapa keputusan itu patut disayangkan, yaitu pertama, MK diibaratkan telah membakar lumbung, dan bukan tikus, ketika menganggap BP Migas inefisien dan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan.

"MK berpendapat keberadaan BP Migas sangat berpotensi untuk terjadinya inefisiensi dan diduga dalam praktiknya telah membuka peluang untuk terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," ujarnya.

Atas dasar tersebut MK memutuskan BP Migas tidak konstitusional, bertentangan dengan tujuan negara tentang pengelolaan sumber daya alam dalam pengorganisasian pemerintah.

"Ini yang kemudian menjadi alasan kedua mengapa putusan tersebut disayangkan mengingat aneh bila ukuran inefisiensi dan potensi penyalahgunaan suatu lembaga dianggap sebagai tidak konstitusional," ujarnya.

Padahal ditambahkan Hikmahanto, saat ini di Indonesia banyak lembaga yang tidak efisien dan apakah berdasarkan inefisiensi dan potensi penyalahgunaan kekuasaan tersebut lembaga yang ada serta merta dianggap tidak konstitusional.

"Bukankah konstitusional tidaknya suatu lembaga harus dirujuk pada pasal dalam UUD?," ujarnya.

Selanjutnya, alasan ketiga keputusan MK patut disayangkan adalah karena MK menganggap BP Migas sebagai suatu lembaga yang benar-benar terpisah dari negara yang seolah-olah BP Migas mendapat `outsource` dari negara untuk menjalankan kewenangannya.

Dalam putusannya No 36/PUU-X/2012 yang dibacakan Ketua Majelis Hakim MK, Mahfud MD di Jakarta, Selasa, lembaga itu menyatakan pasal-pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.

Selanjutnya, fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan pemerintah cq Kementerian terkait, sampai ada undang-undang baru yang mengatur hal tersebut.

MK berpendapat "untuk menghindari hubungan yang demikian (hubungan antara BP Migas dengan negara) negara dapat membentuk atau menunjuk BUMN yang diberikan konsesi untuk mengelola Migas di Wilayah hukum Pertambangan Indonesia atau di Wilayah Kerja.

BUMN tersebut yang melakukan KKS dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sehingga hubungannya tidak lagi antara negara dengan Badan Usaha atau BUT tetapi antara Badan Usaha dengan BU atau BUT.

"Kalau memang demikian maka BUMN yang ditunjuk akan mempunyai fungsi yang sama dengan BP Migas. Kondisi ini yang hendak mengembalikan posisi masa lalu dimana Pertamina bertindak sebagai regulator," ujar Hikmahanto.

Padahal berdasarkan UU Migas saat ini fungsi regulasi dan kewenangan untuk memberi Wilayah Kerja berada di Direktorat Jenderal Migas.

Sementara BP Migas hanya berperan sebagai pihak yang mewakili negara ketika mengadakan Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan Badan Usaha dan Badan Usaha Tetap. Penunjukan BUMN akan tetap `merendahkan` posisi negara karena konstelasinya tidak berbeda dengan BP Migas.

Ditambahkan Hikmahanto, kerepotan lain dengan penunjukan BUMN sebagai regulator adalah pada saat mereka berperan sebagai regulator maka mereka juga mencari keuntungan, bila dalam bentuk perseroan terbatas, atau berhak mendapatkan subsisdi bila dalam bentuk perusahaan umum (Perum).

Padahal Pertamina sebelum berlakukan UU Migas bukanlah BUMN yang diatur dalam UU BUMN melainkan sebuah lembaga yang berdiri berdasarkan UU yaitu UU No 8 Tahun 1971.

(R017/R010)


Editor: Ruslan Burhani


COPYRIGHT © 2012

BP Migas bantah sebagai agen liberal migas



Jakarta (ANTARA news) - Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi R Priyono membantah BP Migas agen liberal dalam pengelolaan migas di Indonesia.




"Kalau dikatakan liberal dari sisi apa? Harga gas dan harganya yang menentukan pemerintah," kata Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono di Jakarta, Selasa.




Dia mengatakan, setahun sekali BP Migas datang ke DPR untuk menentukan lifting minyak dan diawasi instansi pemerintah seperi BPKP, Kementerian Keuangan. Hal itu menurut dia, menandakan BP Migas bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan pemerintah.




"BP Migas bukan badan independen yang tidak bisa disentuh DPR atau aparat pemerintah. Kami sangat dependen, Kepala BP Migas kedudukannya dipilih DPR dan dilantik presiden," ujarnya.




R Priyono juga membantah BP Migas melakukan inefisiensi dalam kinerjanya karena selama kerja badan itu tiga tahun menunjukan hasil yang memuaskan. Hal itu menurut dia ditunjukan dengan pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).




"Predikat yang diberikan BPK itu menunjukan kami bekerja dengan efisien," ujarnya.




Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan tokoh intelektual muslim atas gugatan UU 22/2001 tentang Migas. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan UUD 1945.




"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon," kata Ketua MK, Mahfud MD dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, di Jakarta, Selasa (13/11).




MK membatalkan pasal 1 angka 23 dan pasal 4 ayat, pasal 41 ayat 2, pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal 61 dan pasal 63 UU Migas bertentagan dengan UU 1945. Pasal itu yang menyatakan bahwa pengelolaan migas ini diserahkan ke BP Migas yang merupakan wakil dari pemerintah.




"BP Migas inkonstitusional dan MK berhak memutus sesuatu yang tidak konstitusional," kata Mahfud.




Dalam masa transisi dengan hilangnya BP Migas, MK memerintahkan Pemerintah dan Kementerian terkait memegang kendali hingga terbentuknya organ baru.




"Segala hak serta kewenangan BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah atau BUMN yang ditetapkan" ujarnya.




Undang-Undang Migas digugat ke MK oleh Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi Idris dan politisi Ali Mochtar Ngabalin. Selain itu, ikut menggugat pula sebanyak 12 ormas Islam.




Mereka menggugat UU No. 22/2001 tentang Migas. Mereka menilai UU Migas pro asing dan meruntuhkan kedaulatan bangsa.




R Priyono juga membantah BP Migas dikuasai orang asing karena badan itu tidak memiliki kompetensi mengundang orang asing. Menurut dia, BP Migas melaksanakan kontrak-kontrak yang sudah ada saat orang-orang asing datang ke institusi seperti BP Migas masih bergabung di Pertamina.




"Bukan BP Migas yang mengundang investor asing. Kami melaksanakan pengawasan saat ini," katanya.




Dia mengatakan, beberapa kontrak Migas seperti di Aceh, Kalimantan Timur, di Laut Jawa dan Papua sudah ada sebelum BP Migas hadir.

(I028)





Editor: Ruslan Burhani


COPYRIGHT © 2012

Saham energi terpukul pembubaran BP Migas


Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membubarkan BP Migas akan memberi sentimen negatif bagi saham-saham berbasis energi.

Dampak pembubaran BP Migas ini akan menyebabkan munculnya ketidakpastian regulator kontrak karya migas, meski akan lebih menguntungkan secara jangka panjang. Demikian dikatakan Analis pasar saham, Benedictus Agung, di Jakarta, Rabu.

"Keputusan MK ini tentunya akan berdampak pada saham energi," katanya.

Benedictus menambahkan untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri diprediksi akan kembali bergerak "sideways" karena investor lebih memilih untuk mengambil sikap "wait and see" sebagai antisipasi libur panjang akhir pekan ini.

"`Support` indeks berada pada level 4.300," terangnya.

Pada pembukaan perdagangan sesi I, Rabu, IHSG naik 4,07 poin (0,11 persen) menjadi 4.336,75, sedangkan indeks saham unggulan LQ45 menanjak 1,21 poin (0,16 persen) menjadi 745,86.

Untuk bursa global, bursa AS kembali ditutup melemah pada perdagangan di New York, Selasa, meski sempat dibuka menguat seiring dengan penguatan bursa Eropa yang memfaktorkan spekulasi bahwa Spanyol akan segera mengajukan permintaanbailout.

Namun demikian, bursa AS akhirnya kembali melemah di tengah belum adanya kesepakatan dalam pertemuan Kongres AS dan pemerintahan Obama yang mulai dilakukan semalam terkait solusi untuk menghindari "fiscal cliff".

Sementara bursa Asia pada sesi pertama perdagangan Rabu ini mayoritas menguat tipis setelah terkoreksi cukup signifikan pada sesi perdagangan sebelumnya.

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © 2012

Yusril: peran BP Migas memang tidak maksimal


Semarang (ANTARA News) - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, peran Badan Pelaksana Minyak Bumi dan Gas Bumi (BP Migas) selama ini memang tidak maksimal dalam pengelolaan sumber daya tersebut.

"Selama ini memang banyak kritikan terhadap itu (BP Migas, red.)," katanya usai menjadi pembicara seminar "Membangun Kepemimpinan Masa Depan Indonesia" di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Selasa.

Hal itu diungkapkannya menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak Bumi dan Gas bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut dia, keputusan MK atas pengajuan "judicial review" UU Nomor 22/2001 dengan menyatakan regulasi yang mengatur peran BP Migas itu inkonstutusional harus diterima, dihormati, dan dilaksanakan untuk pemerintah.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menyatakan, MK sudah memberikan jalan keluar bahwa sambil menunggu peraturan lebih lanjut, kewenangan yang selama ini dipegang BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah lewat kementerian terkait.

Oleh karena itu, kata dia, Presiden harus segera menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengeluarkan surat keputusan untuk pengelolaan sektor hulu minyak bumi dan gas yang selama ini dipegang oleh BP Migas.

"Saya yakin pengelolaan yang dilakukan melalui Kementerian ESDM itu bisa berjalan dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi proses-proses kegiatan pengembangan minyak bumi dan gas ke depan," katanya.

Ia menjelaskan, dengan keputusan MK itu pengelolaan minyak bumi dan gas dilakukan langsung oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM, tidak lagi oleh BP Migas yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 22/2001.

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa pasal yang mengatur tugas BP Migas dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah, c.q. (dalam hal ini, red.) kementerian terkait, sampai diundangkannya UU baru yang mengatur hal itu," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD di Jakarta, Selasa. (KR-ZLS/M029)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2012

MK: tugas dan fungsi BP Migas inkonstitusional

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD45 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya undang-undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD, saat membacakan putusan pengujian UU Migas di Jakarta, Selasa.

(J008) 
Editor: Fitri Supratiwi

Pengamat : bentuk BUMN baru setelah pembubaran BP Migas

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah bisa membentuk BUMN baru setelah pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan mengikutinya dengan mengalihkan seluruh aset kepada PT Pertamina, kata pengamat energi.

"Setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan pembubaran BP Migas, pemerintah bisa menyerahkan seluruh aset kepada PT Pertamina. Selain itu, dapat dibentuk BUMN baru agar menjalankan fungsi dan aturan dengan baik," kata pengamat energi, Komaidi Notonegoro, di Jakarta, Selasa.

Pembentukan BUMN baru, menurut Notonegoro, harus dilakukan pemerintah untuk menjaga kondisi pasokan minyak dan gas.

"Pemerintah mendirikan BUMN baru agar ada kepastian dan kondisi migas tidak membahayakan," paparnya.

MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan pemerintah, kementerian terkait, sampai undang-undang yang baru yang mengatur hal itu diundangkan," kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, dalam amar putusannya. 

MK menyatakan Frasa dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1), frasa melalui Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3), frasa berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat (1), frasa Badan Pelaksana dan dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujarnya.

(KR-IAZ)

Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © 2012

Pengamat : bentuk BUMN baru setelah pembubaran BP Migas

Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah bisa membentuk BUMN baru setelah pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan mengikutinya dengan mengalihkan seluruh aset kepada PT Pertamina, kata pengamat energi.

"Setelah Mahkamah Konstitusi menyatakan pembubaran BP Migas, pemerintah bisa menyerahkan seluruh aset kepada PT Pertamina. Selain itu, dapat dibentuk BUMN baru agar menjalankan fungsi dan aturan dengan baik," kata pengamat energi, Komaidi Notonegoro, di Jakarta, Selasa.

Pembentukan BUMN baru, menurut Notonegoro, harus dilakukan pemerintah untuk menjaga kondisi pasokan minyak dan gas.

"Pemerintah mendirikan BUMN baru agar ada kepastian dan kondisi migas tidak membahayakan," paparnya.

MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan pemerintah, kementerian terkait, sampai undang-undang yang baru yang mengatur hal itu diundangkan," kata Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, dalam amar putusannya. 

MK menyatakan Frasa dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1), frasa melalui Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3), frasa berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat (1), frasa Badan Pelaksana dan dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujarnya.

(KR-IAZ)

Editor: Ade Marboen
COPYRIGHT © 2012

Hasyim Muzadi apresiasi putusan MK soal BP Migas





Jakarta (ANTARA News) - Salah satu penggugat UU Migas, KH Hasyim Muzadi, mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut landasan keberadaan dan kewenangan Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).


Hasyim di Jakarta, Selasa, mengatakan semangat gugatan terhadap UU No. 22 Tahun 2001 yang antara lain mengatur pengelolaan minyak dan gas bumi oleh BP Migas, sebenarnya untuk mengembalilan kedaulatan negara dalam mengelola minyak dan gas buminya sendiri.



"Karena UU No. 22 Tahun 2001 tidak memungkinkan negara mengolah minyak mentahnya sendiri di dalam negeri, kemudian mengekspornya ke luar negeri," kata mantan Ketua Umum PBNU itu.



Kenyataan yang terjadi selama ini, kata dia, Indonesia hanya menjual minyak mentah kemudian diolah di luar negeri.


"Selanjutnya Indonesia membeli minyak tersebut yang sesungguhnya minyaknya sendiri dengan harga minyak dunia. Itu pun penjualan dan pembelian melalui perantara," kata Hasyim.


Menurut dia setiap ada kenaikan harga minyak dunia, Indonesia selalu mengalami kegoncangan.


"Dan karena dahsyatnya kegoncangan itu, di Indonesia berkali-kali harus terjadi aparat yang berhadapan dengan rakyatnya sendiri," kata Hasyim.


Padahal, lanjutnya, kalau minyak tersebut dikelola sendiri, dan Indonesia kembali menjadi negara pengekpor minyak, justru akan ada keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia.


Lebih lanjut Hasyim mengatakan, setelah keputusan MK, pemerintah harus bisa menyelesaikan persoalan tersebut dengan baik.


"Pengelolaan selanjutnya haruslah dapat menangkap semangat kemandirian dan tidak melakukan hal yang sama seperti nuansa UU 22 Tahun 2001 itu, tentu sambil menunggu proses lahirnya UU baru oleh parlemen," katanya.


Soal ikatan kontrak Indonesia dengan pihak asing, menurutnya, pemerintah mesti bisa menyelesaikan melalui aturan bisnis internasional.


"Sampai di sini kita harus hati-hati karena di DPR bisa bertele-tele. Adakah semangat kemandirian di parlemen kita?," katanya.


Dikatakannya, menurut penelitian sebagian peneliti ekonomi Universitas Indonesia (UI), tidak kurang dari 20 UU yang menyangkut kebutuhan vital rakyat banyak yang sangat pro asing.


"Misalnya soal tanah, air, dan kandungan bumi lainnya. Seakan penjajahan ekonomi telah disahkan oleh para wakil rakyat kita sendiri," tandasnya.

(S024/Z003)

Editor: Ruslan Burhani


COPYRIGHT © 2012

Putusan MK soal BP Migas untungkan negara



Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU 22 Tahun 2001 tentang Migas sangat menguntungkan negara. "Ke depan kerja sama pengelolaan Migas dengan para kontraktor sifatnya B to B. Sehingga kalau ada dispute, cukup lembaga peradilan di Indonesia yang menyelesaikan, tidak perlu lewat arbitrase internasional yang biasa mengalahkankan pihak Indonesia," kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Tjatur Sapto Edy kepada ANTARA News, Jakarta, Rabu.






Selain itu, keuntungan lain yang diperoleh oleh negara dengan putusan MK itu adalah pemerintah, dalam hal ini Pertamina, bisa mandiri dalam mengelola minyak bumi dan gas.




"Bila kuasa diberikan, Pertamina dalam waktu cepat bisa tumbuh besar dan dapat menarik modal besar untuk mengembangkan industri migas nasional," sebut Tjatur.




Tak hanya itu saja, pemerintah mempunyai kesempatan membesarkan Pertamina daripada Petronas, perusahaan minyak milik Malaysia.




MK memutuskan, pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.




"Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan oleh Pemerintah, c.q. Kementerian terkait, sampai diundangkannya Undang-Undang yang baru yang mengatur hal tersebut," kata Ketua Majelis Hakim mahfud MD kemarin.




MK juga menyatakan, frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.




"Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," lanjut Mahfud. MK juga menyatakan Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.




(Zul)


Editor: Aditia Maruli


COPYRIGHT © 2012

Presiden akan sampaikan penjelasan soal BP Migas



Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memberikan penjelasan mengenaiBadan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), setelah Makhkamah Konstitusi menyatakan lembaga itu inkonstitusional.


"Saya akan menyampaikan penjelasan saya mengenai BP Migas, ini saya pendang penting karena ada pengaruhnya terhadap investasi," kata Presiden saat menunggu kedatangan Perdana Menteri Swedia di Istana Merdeka Jakarta, Rabu.



Kepala Negara mengatakan memberikan penjelasan mengenai masalah itu sebelum pukul 15:00 WIB.



(P008)


Editor: Maryati

COPYRIGHT © 2012

Yusril: Peran BP Migas Tidak Maksimal

Rabu, 14 November 2012 10:04



Yusril Ihza Mahendra (ANTARA/Puspa Perwitasari)


Semarang, GATRAnews - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, peran Badan Pelaksana Minyak Bumi dan Gas Bumi (BP Migas) selama ini tidak maksimal dalam mengelola sumber daya alam tersebut.


"Selama ini memang banyak kritikan terhadap itu (BP Migas, Red.)," katanya, usai menjadi pembicara seminar "Membangun Kepemimpinan Masa Depan Indonesia", di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Selasa (13/11).

Yusril mengatakan hal itu, menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyebutkan bahwa pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas yang diatur dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak Bumi dan Gas bertentangan dengan UUD 1945.

Menurutnya, keputusan MK atas pengajuan judicial review UU Nomor 22/2001 dengan menyatakan regulasi yang mengatur peran BP Migas itu inkonstutusional harus diterima, dihormati, dan dilaksanakan untuk pemerintah.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menyatakan, MK sudah memberikan jalan keluar bahwa sambil menunggu peraturan lebih lanjut, kewenangan yang selama ini dipegang BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah lewat kementerian terkait.


Oleh karena itu, kata dia, Presiden harus segera menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengeluarkan surat keputusan untuk pengelolaan sektor hulu minyak bumi dan gas yang selama ini dipegang oleh BP Migas.

"Saya yakin pengelolaan yang dilakukan melalui Kementerian ESDM itu bisa berjalan dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi proses-proses kegiatan pengembangan minyak bumi dan gas ke depan," katanya.

Ia menjelaskan, dengan keputusan MK itu pengelolaan minyak bumi dan gas dilakukan langsung oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM, tidak lagi oleh BP Migas yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 22/2001.

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa pasal yang mengatur tugas BP Migas dalam UU Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh pemerintah, c.q. (dalam hal ini, Red.) kementerian terkait, sampai diundangkannya UU baru yang mengatur hal itu," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud MD di Jakarta, Selasa. (TMA)