Tuesday, November 8, 2011

Bupati: Telah Terjadi Kebohongan Publik


Kamis, 03 November 2011

Bupati Kotabaru Kalimantan Selatan H Irhami Ridjani menyatakan, pihak Kementerian Dalam Negeri telah melakukan kebohongan publik, terkait Pulau Lari-larian.


"Pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah jelas melakukan kebohongan publik, dimana menurut mereka Pemerintah Provinsi tidak memasukkan Pulau Lari-larian dalam daftar pulau yang ada di Kalimantan Selatan," katanya di Kotabaru, Selasa.

Bupati menegaskan, pada pertemuan tim Pembinaan dan pembakuan Nama-nama Pulau di Kalsel pada 9-11 Juli 2008 di Banjarmasin, tim dari Pemprov Kalsel bersama Pemkab Kotabaru menyampaikan bahwa Pulau Lari-larian masuk dalam daftar 134 pulau yang ada di Kalsel.

Namun kenyataannya, karena titik koordinatnya sama dengan nama salah satu pulau di Sulawesi Barat yakni Pulau Lerek-lerekan, maka tim dari Kemendagri meminta masalah Pulau Lari-larian ditunda terlebih dahulu.

"Atas permintaan tim dari Jakarta itu, tim dari Pemprov Kalsel dimana di dalamnya terdapat sejumlah pejabat dari Kotabaru menerima permintaan tersebut dengan harapan, Sulawesi Barat juga tidak memasukkan Pulau Lerek-lerekan dari daftar pulau di Sulbar," katanya lagi.

Karena ditunda tersebut, tim dari Kotabaru pada 21 Juli 2008 kembali menyerahkan berkas dan bukti-bukti kuat bahwa Pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru kepada Kemendagri di Jakarta.

Beberapa bulan kemudian, pihak Kemendagri menerbitkan rancangan Peraturan Perundang-undangan Dirjen PUM bahwa dalam lampirannya Pulau Lari-larian urutan ke dua setelah Pulau Laut dari 134 pulau-pulau di Kalsel.

"Anehnya, kenapa saat menerbitkan Permendagri No.43/2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lari-Larian yang masuk Sulawesi Barat, dasarnya hanya berdasarkan rapat tim pembinaan Pembakuan nama-nama Pulau 11 Juli 2008," katanya setengah bertanya.

Padahal, pertemuan tersebut telah jelas disepakati bahwa nama Pulau Lari-larian ditunda pembahasannya.

Selanjutnya, Kemendagri juga tidak seharusnya menerbitkan Permendagri 43/2011 hanya merujuk satu dasar yang masih dalam masalah, namun harus merujuk pada bukti-bukti lain yang lebih kuat, seperti yang diamanatkan Pasal 10 Undang-Undang No.1 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengesahan Batas Daerah.

Butir pertama pasal 10 UU 1/2006, pemerintah dalam hal ini Dirjen bersama pihak terkait harus melakukan penelitian dokumen.

Kedua, melakukan pelacakan batas, ketiga, pemasangan patok di titik acuan, keempat, penentuan titik awal dan garis dasar di laut, kelima, melakukan pengukuran dan penetapan batas serta keenam, pembuatan peta batas.

Selanjutnya, pada ayat tiga dijelaskan, setiap tahapan yang dilakukan, harus dituangkan dalam berita acara kesepakatan.

Kalau tidak ada berita acara kesepakatan, berarti mekanismenya seperti yang dituangkan pada pasal 10 di atas tidak dijalankan oleh Kementerian Dalam Negeri.

"Jadi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri hanya tahap penelitian dokumen atau tahap pertama," ujar Rifani.

Itupun berdasarkan pasal 11, yang dimaksud penelitian dokumen adalah penelitian peraturan perundang-undangan tenteng pembentukan daerah dan dokumen lain yang disepakati oleh daerah yang bersangkutan.

Tahapan pertama itupun baru setengah jalan yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri.

Sekali lagi, Kemendagri dinilai telah melakukan kebohongan publik, dan akan memicu konflik di daerah.

"Hal ini tidak dapat dibiarkan," katanya.

Sampai kapanpun, ujar Bupati, Pemprov Kalsel dan Pemkab Kotabaru akan terus mempertahankan bahwa Pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru.

Sebelumnya, anggota tim koordinasi Pulau Lari-larian dari Pemkab Kotabaru Taufik Rifani mengatakan, secara geografi, Selat Makassar yang memisahkan dataran Kalimantan dengan Sulawesi terdapat palung laut yang seharusnya dijadikan bukti rujukan, bahwa kedua pulau tersebut dipisahkan oleh batas alam.

Dimana Pulau Kalimantan dan Pulau Lari-Larian berada pada paparan Sunda sebelah barat. Sedangkan Pulau Sulawesi berada di paparan Sahui, sebelah timur palung.

Sementara itu, pernyataan yang disampaikan Bagian Humas Kementerian Dalam Negeri, Donni bahwa terbitnya Kepmendagri 43/201 di antaranya merujuk UU No.26/2004 tentang Pembentukan Sulawesi Barat, itu tidak sesuai.

Karena, ternyata setelah ditelaah UU No.26/2004 tidak menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas.

"Hanya menyebutkan batas wilayah agak ke utara sedikit yang berbatasan dengan Kabupaten Paser Utara, sedangkan ke arah Kotabaru, menyebutkan hanya berbatasan dengan Selat Makassar begitu saja, lantas mana yang dijadikan rujukan yang tepat," imbuhnya.

Selain itu, peta yang dijadikan dasar juga hanya peta sketsa (peta buta), tidak ada titik koordinat, kalau itu dijadikan dasar sangat aneh.

Seharusnya Kementerian Dalam Negeri menggunakan dasar enam tahapan pada UU 1/2006.


Judicial review

Untuk merebut kembali Lari-Larian ke wilayah Kotabaru, langkah yang sangat tepat dilakukan Pemkab Kotabaru bersama Pemprov Kalimantan Selatan akan menggalang kekuatan untuk melakukan "judicial review" ke Mahkamah Agung.

Perintah Provinsi bersama Pemkab Kotabaru akan melakukan nanti malam mengajukan "yudicial review" ke MA untuk dilakukan uji materil Permendagri No.43 Tahun 2011.

Uji materil terhadap beberapa undang-undang terkait, termasuk komparasi dengan Permendagri No.1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah dan administrasi lainnya.

Karena ini Permendagri bersifat peraturan bukan Kepmendagri bersifat keputusan, jadi pengujiannya melalui uji materil atau yudicial review.

"Sesegera mungkin, setelah melengkapi fakta yuridis, kami melakukan judicial review ke MA," paparnya.

Sebelumnya, H Akhmad Rivai, saat menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, memastikan bahwa, Pulau Lari-larian, yang memiliki deposit minyak dan gas bumi, berada di wilayah Kotabaru.

"Jika ada daerah lain yang mengklaim Lari-larian itu masuk wilayah Sulawesi Barat itu tidak benar, karena berdasarkan bukti-bukti pulau tersebut berada di wilayah Kotabaru," katanya.

Rivai menolak tegas bahwa, Lari-larian masuk ke wilayah Sulawesi Barat karena berdasarkan Bakosurtanal pulau tersebut telah jelas menjadi bagian wilayah Kotabaru.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, H Muhammad Ansyar Nur, sependapat dengan Kadistamben bahwa Lari-larian termasuk bagian wilayah Kotabaru.

"Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke 53 tanggal 31 Agustus 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut dan Pulau kalimantan," ujarnya.

Selain itu, Lari-Larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.

Seperti yang tertuang dalam SK Bupati no.471/2006 tentang penegasan Pulau Lari-larian sebagai wilayah Kotabaru.

Sementara itu, Pulau Lari-Larian yang memiliki panjang sekitar 340 meter dengan lebar sekitar 146 meter atau total luas 3,5 hektare tersebut terletak di koordinat LS 03 derajat 32'53" dan BT 117 derajat 27'14".

Pulau tersebut berjarak 60 mil laut dengan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru dan 40 mil dengan Pulau Sambergelap Kotabaru dan 80 mil dengan wilayah Sulawesi Barat.

Permendagri No.43/2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lari-Larian yang masuk Sulawesi Barat.

Permendagri tersebut telah diundangkan Menteri Hukum dan HAM dalam Lembaran Negara Nomor 624 Tahun 2011 tanggal 7 Oktober 2011.C/B

COPYRIGHT © 2011

http://kalsel.antaranews.com/berita/4266/bupati-telah-terjadi-kebohongan-publik

No comments:

Post a Comment