Tuesday, November 8, 2011

Sengketa Pulau Lari-Larian, Bupati Kotabaru Siap Lawan Mendagri


Kamis, 03 November 2011
KOTABARU-KALSEL (bharatanews): Bupati Kotabaru, Kalimantan Selatan, H Irhami Ridjani, siap melawan Mendagri, terkait diterbitkannya Permendagri No.43/2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lari-Larian yang masuk Sulawesi Barat. Terkait dengan Permendagri itu, Ridjani menuding Kantor Kementerian Dalam Negeri telah melakukan kebohongan publik.

"Pihak Kemendagri sudah jelas melakukan kebohongan publik, dimana menurut mereka Pemerintah Provinsi tidak memasukkan Pulau Lari-Larian dalam daftar pulau yang ada di Kalimantan Selatan," katanya di Kotabaru, kemarin.

Pernyataan keras Bupati Kotabaru ini dipicu dari munculnya Permendagri No.43/2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lari-Larian yang masuk Sulawesi Barat. Sengketa Pulau Lari-Larian antara Pemprov Kalimantan Selatan dengan Pemprov Sulawesi Barat ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Karena tidak menemukan titik temu, Kemendagri lalu turun tangan untuk menengahi masalah tersebut. Alhasil, Kemendagri menerbitkan Permendagri No.43/2011 yang memasukan Pulau Lari-Larian ke wilayah Sulawesi Barat.

Munculnya Permendagri ini kontan saja memicu kemarahan Bupati Kota Baru, dimana Pulau Lari-Larian ini masuk dalam kawasan wilayah ini. "Hal ini tidak dapat dibiarkan," katanya.

Bupati menuturkan, pada pertemuan tim Pembinaan dan pembakuan Nama-nama Pulau di Kalsel pada 9-11 Juli 2008 di Banjarmasin, tim dari Pemprov Kalsel bersama Pemkab Kotabaru menyampaikan, bahwa Pulau Lari-Larian masuk dalam daftar 134 pulau yang ada di Kalsel. Namun kenyataannya, karena titik koordinatnya sama dengan nama salah satu pulau di Sulawesi Barat, yakni Pulau Lerek-lerekan, maka tim dari Kemendagri meminta masalah Pulau Lari-larian ditunda terlebih dahulu.

"Atas permintaan tim dari Jakarta itu, tim dari Pemprov Kalsel dimana di dalamnya terdapat sejumlah pejabat dari Kotabaru menerima permintaan tersebut dengan harapan, Sulawesi Barat juga tidak memasukkan Pulau Lerek-lerekan dari daftar pulau di Sulbar," katanya.

Karena ditunda tersebut, tim dari Kotabaru pada 21 Juli 2008 kembali menyerahkan berkas dan bukti-bukti kuat, bahwa Pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru kepada Kemendagri di Jakarta.

Tunda Pembahasan

Beberapa bulan kemudian, pihak Kemendagri menerbitkan rancangan Peraturan Perundang-undangan Dirjen PUM, bahwa dalam lampirannya Pulau Lari-larian urutan ke dua setelah Pulau Laut dari 134 pulau-pulau di Kalsel.

"Anehnya, kenapa saat menerbitkan Permendagri No.43/2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lari-Larian yang masuk Sulawesi Barat, dasarnya hanya berdasarkan rapat tim pembinaan Pembakuan nama-nama Pulau 11 Juli 2008," katanya setengah bertanya.

Padahal, pertemuan tersebut telah jelas disepakati bahwa nama Pulau Lari-larian ditunda pembahasannya. Selanjutnya, Kemendagri juga tidak seharusnya menerbitkan Permendagri 43/2011 hanya merujuk satu dasar yang masih dalam masalah, namun harus merujuk pada bukti-bukti lain yang lebih kuat, seperti yang diamanatkan Pasal 10 Undang-Undang No.1 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengesahan Batas Daerah.

Butir pertama pasal 10 UU 1/2006, pemerintah dalam hal ini Dirjen bersama pihak terkait harus melakukan penelitian dokumen. Kedua, melakukan pelacakan batas, ketiga, pemasangan patok di titik acuan, keempat, penentuan titik awal dan garis dasar di laut, kelima, melakukan pengukuran dan penetapan batas serta keenam, pembuatan peta batas. Selanjutnya, pada ayat tiga dijelaskan, setiap tahapan yang dilakukan, harus dituangkan dalam berita acara kesepakatan.

Kalau tidak ada berita acara kesepakatan, berarti mekanismenya seperti yang dituangkan pada pasal 10 di atas tidak dijalankan oleh Kementerian Dalam Negeri. "Jadi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri hanya tahap penelitian dokumen atau tahap pertama," ujar Rifani.

Itupun berdasarkan pasal 11, yang dimaksud penelitian dokumen adalah penelitian peraturan perundang-undangan tenteng pembentukan daerah dan dokumen lain yang disepakati oleh daerah yang bersangkutan.

Tahapan pertama itupun baru setengah jalan yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri. Sekali lagi, Kemendagri dinilai telah melakukan kebohongan publik, dan akan memicu konflik di daerah. "Hal ini tidak dapat dibiarkan," katanya.

Sampai kapanpun, ujar Bupati, Pemprov Kalsel dan Pemkab Kotabaru akan terus mempertahankan bahwa Pulau Lari-larian bagian dari wilayah Kotabaru. Sebelumnya, anggota tim koordinasi Pulau Lari-larian dari Pemkab Kotabaru Taufik Rifani mengatakan, secara geografi, Selat Makassar yang memisahkan dataran Kalimantan dengan Sulawesi terdapat palung laut yang seharusnya dijadikan bukti rujukan, bahwa kedua pulau tersebut dipisahkan oleh batas alam.

Dimana Pulau Kalimantan dan Pulau Lari-Larian berada pada paparan Sunda sebelah barat. Sedangkan Pulau Sulawesi berada di paparan Sahui, sebelah timur palung. Sementara itu, pernyataan yang disampaikan Bagian Humas Kementerian Dalam Negeri, Donni bahwa terbitnya Kepmendagri 43/201 di antaranya merujuk UU No.26/2004 tentang Pembentukan Sulawesi Barat, itu tidak sesuai. Karena, ternyata setelah ditelaah UU No.26/2004 tidak menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas.

"Hanya menyebutkan batas wilayah agak ke utara sedikit yang berbatasan dengan Kabupaten Paser Utara, sedangkan ke arah Kotabaru, menyebutkan hanya berbatasan dengan Selat Makassar begitu saja, lantas mana yang dijadikan rujukan yang tepat," imbuhnya.
Selain itu, peta yang dijadikan dasar juga hanya peta sketsa (peta buta), tidak ada titik koordinat, kalau itu dijadikan dasar sangat aneh. Seharusnya Kementerian Dalam Negeri menggunakan dasar enam tahapan pada UU 1/2006.(Rho/Mrb)

http://www.bharatanews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=377:kotabaru&catid=46:politik&Itemid=62

No comments:

Post a Comment