Tuesday, November 8, 2011
Rp 1
Rabu, 19 Oktober 2011
Pulau Lari-larian (Lereklerekan) memiliki keterikatan yang kuat dengan Kabupaten Kotabaru. Bahkan, sebenarnya juga sudah diakui oleh Persatuan bangsa-bangsa (PBB), yaitu dalam peta masuk dalam jajaran kepulauan Borneo (Kalimantan). Di sekitar pulau ini ternyata juga mengandung cadangan deposit minyak dan gas bumi yang berlimpah. Kini dengan beralihnya kepemilikan pulau ke Sulawesi Barat, rencana pendapatan Rp 1 – 2 triliun per tahun ke Kotabaru bakal sirna.
Sejak dulu, Pulau Lari-Larian sudah ditetapkan sebagai bagian dari Kabupaten Kotabaru oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri. Ditandai dengan adanya berkas kepemilikan Lari-Larian yang luasnya hanya sekitar 2,8 hektare.
Data dari Dinas Pertambangan Kotabaru, Pulau Lari-larian juga memiliki struktur batuan yang identik dengan batuan di Pulau Sebuku dan Kalimantan.
Begitu juga dengan kawasan navigasi, pulau ini masih dalam wilayah kerja Administrasi Pelabuhan (Adpel) Kotabaru serta masuk dalam wilayah patroli TNI Angkatan Laut Kabupaten Kotabaru. Jarak pulau Lari-larian dengan Kecamatan Pulau Sebuku sekitar 60 mil laut.
Bahkan dari aspek sejarah, Lari-larian masih memiliki keterikatan dengan Kotabaru. Diantaranya yang terbanyak adalah warga kecamatan Pulau Sebuku dan Pulau Laut Timur. Banyaknya warga yang pergi ke pulau tersebut pada saat terjadinya pemberontakan di Kalimantan Selatan.
Keterangan sejarah tersebut didapatkan langsung dari para pelaku sejarah yang masih hidup di Kotabaru. Warga pergi ke pulau tersebut untuk menghindari terjadinya masalah dengan para pemberontak, akhirnya warga dua kecamatan tersebut memilih pindah ke pulau Lari-Larian.
“Nama Pulau Lari-Larian tersebut diberikan warga Kotabaru karena pulau tersebut adalah menjadi tempat pelarian warga untuk menghindari masalah dengan para pemberontak waktu dulu," ungkap Bupati Kotabaru Irhami Ridjani saat bercerita tentang pulau ini.
Dari survei yang sudah dilakukan oleh PT Pearl Oil LTD, diketahui kalau Lari-larian memiliki kandungan sumber daya alam yang luar biasa.
Bahkan Pearl oil sempat menargetkan akan memproduksi minyak dan gas bumi dari blok Sebuku (pulau Lari-larian) pada 2011 ini. Hal itu terungkap saat ada pembahasan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) rencana kegiatan pengembangan lapangan gas ruby di Blok Sebuku, beberapa waktu lalu di Kotabaru.
Pearl Oil berhasil melakukan pemboran enam sumur di Blok Sebuku itu mulai Februari 2010 dan sudah melaksanakan tahapan pra-konstruksi.
Selanjutnya, perusahaan tersebut mulai memasang pipa distribusi di dasar laut, memasang fasilitas produksi (WHP dan PQP), pembangunan ORF serta pemboran sumur untuk pengembangan.
Khusus untuk pipa distribusi, perusahaan memiliki dua alternatif dalam pemipaan tersebut. Alternatif pertama, pipa produksi dipasang mulai dari lapangan ruby (lokasi sumur) ke Senipah dengan jarak sekitar 312 km. Selanjutnya, alternatif kedua, mulai Lapangan ruby ke Peciko dengan jarak 305 km.
Lokasi rencana kegiatan ORF terletak di Desa Senipah, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kaltim.
Sedangkan pemipaan yang berada di daratan terletak di Kelurahan Senipah, dan untuk di lautnya, terletak di lepas pantai Kabupaten Kutai Kertanegara, Kota Balikpapan, Kabupaten Panajam Paser Utara, Kabupaten Paser dan Kabupaten Kotabaru.
Lapangan gas ruby terletak di Blok Sebuku, Selat Makassar, sekitar 139 km atau 75 mil dari Pulau Laut Kotabaru, Kalsel. Sedangkan jarak dengan pulau terdekat yakni, Pulau Lari-larian, Kecamatan Pulau Sebuku, Kotabaru, sekitar 25 km atau 15,5 mil.
Gas yang diproduksi merupakan gas kering (dry gas) dengan kandungan 97-98 persen metana 0,5-0,75 mol persen CO2 dan 0,2-0,32 mol persen nitrogen dan 0 persen H2S. Gas yang dihasilkan tidak mengandung logam berat.
Perusahaan mengharapkan delivery rate dari pengoperasian enam sumur adalah 100 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCTD) atau Juta Standar Metrik Kaki Kubik per Hari.
Menurut perkiraan sementara, gas di Blok Sebuku itu akan dieksploitasi mulai 2011 hingga 2020 atau sekitar sembilan tahun.
Sementara itu, jika Minyak dan Gas (Migas) PT Pearl Oil sudah beroperasi, Kotabaru rencananya akan mendapatkan participation interest (PI) sekitar 10 persen. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 35 tahun 2004, tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, pemerintah daerah dapat memiliki saham perusahaan.
Dengan hitungan sementara, Pemkab Kotabaru akan mendapatkan reward dari PI sebesar Rp 1 – Rp 2 triliun per tahunnya. PI 10 persen tersebut merupakan hak istimewa yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui BUMD di wilayah kerja pertambangan (WKP) kontraktor kerja sama (KKS).
Sedangkan untuk teknik pembagiannya berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas Pasal 34, Kotabaru akan mendapatkan bagian saham sebesar 66,6 persen dari participation inters (PI) dari 10 persen saham.
Sesuai PP tersebut, pemerintah provinsi akan mendapatkan bagian 33,3 persen dari PI 10 persen tersebut. PI tersebut nantinya diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai syarat untuk mendapatkan PI tersebut.
Berdasarkan data teknis lapangan, Blok Sebuku yang terletak di perairan Lari-larian, Kecamatan Pulau Sebuku memiliki cadangan gas sekitar 370 billion cubic feet (BCF). Hasil DST test di sumur Makassar Strait-4 menunjukkan adanya kandungan 40 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCF/D) gas dan 50 BPD condensate. (ins)
http://www.radarbanjarmasin.co.id/index.php/berita/detail/50/18355
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment