Wednesday, May 30, 2012

MA Sarankan Sulbar Ajukan PK


RADAR SULBAR 25/05/2012 0





JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) menyatakan Pulau Lere-lerekang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).


Penegasan itu disampaikan Ketua Muda Tata Usaha Negara MA, Prof Paulus Efendi Latulung, saat menerima para perwakilan Provinsi Sulbar, pagi kemarin. Ia juga membenarkan informasi yang tersaji di website resmi MA seperti diberitakan sebelumnya.


“Intinya mengabulkan permohonan bahwa Pulau Lere-lerekang itu termasuk wilayah Kalimantan Selatan,” terang Paulus, di Gedung MA, Jakarta, Kamis 24 Mei.


Demikian disampaikan Prof Paulus sekaligus menjawab pertanyaan Anggota Komisi I DPRD Sulbar, Ajbar Abdul Kadir. Ajbar meminta penjelasan mendetail atas putusan MA yang mengabulkan gugatan Kalsel terhadap Permendagri Nomor 43 Tahun 2011 tentang wilayah administrasi Pulau Lere-Lerekang sebagai wilayah Pemprov Sulbar.


Ajbar Abdul Kadir.

Penegasan MA ini, sekaligus meredam senandung bahwa Pulau Lere-lerekang belum tentu masuk kedalam walayah Kabupaten Kotabaru Kalsel, meskipun Kalsel telah memenangkan gugatan atas Permendagri Nomor 43 Tahun 2011.


“Jadi nanti kita dalam menyusun putusan akan sejelasnya sekaligus menjawab pertanyaan bapak-bapak,” papar Paulus yang juga salah satu anggota Majelis Hakim dalam sidang perkara gugatan Pulau Lere-lerekang di MA.


Majelis Hakim, kata Paulus, menilai Permendagri Nomor 43 Tahun 2011 bertentangan dengan Undang-undang (UU). Hanya saja ia belum bersedia menyebut UU mana yang dimaksud.


“Belum dapat disampaikan, nanti setelah ada putusan resminya. Belum bisa disampaikan sekarang,” cetusnya.


Selain Paulus Efendi, tim Sulbar juga diterima oleh Ketua Muda Bidang Pembinaan MA, Widayatno Sastro Hardjono. Pihak Sulbar dipimpin Rahmat Hasanuddin bersama Ketua Komisi I DPRD Sulbar, HM Darwis. Mereka didampingi Senator asal Sulbar M Asri Anas dan Staf Ahli Pemprov Sulbar Prof Aminuddin Ilmar.


Widayatno Sastro Hardjono

Hadir pula, Anggota DPRD Sulbar, Astuti Indriani, A Nurrahma Nurdin, Darwis Sewai, Harun, Bustamin Baddolo dan Rahmat Abdullah. Selanjutnya, Asisten I Pemprov Sulbar Akhsan Djalaluddin, serta Karo Pemerintahan Sulbar Khaeruddin Anas.


Pemkab Majene diwakili Ketua dan Wakil Ketua DPRD Majene, Hajar Nuhung dang Marzuki Nurdin.


Penjelasan Dinilai Kabur


Sementara itu, staf ahli Pemprov Sulbar Prof Aminuddin Ilmar mengaku masih belum mendapat penjelasan konkrit dari pihak MA atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.


Menurut guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) ini, kewenangan tapal batas adalah domain Menteri Dalam Negeri (Mendagri). “Secara teori sebenarnya, judicial review ini hanya membatalkan saja atau memerintahkan Mendagri untuk mencabut Permendagri itu. Tapi ternyata juga mengambil alih atau pulau itu menjadi hak Kotabaru,” ungkapnya.


Kedua, kata dia, putusan kabul dijatuhkan karena bertentangan dengan aturan lebih tinggi (UU). Hanya saja, MA tidak menjelaskan UU mana yang dijadikan dasar acuan.


“Supaya kita kaji apakah betul. Tapi saya lihat dia tidak mau mengemukakan itu. Padahal menurut saya yang harus dilihat itu adalah UU mana yang dilanggar. Jangan sampai UU lain,” urai Sekjen BKPRS itu.


Peninjauan Kembali


Meski putusan kabul MA terhadap gugatan Permendagri Nomor 43 Tahun 2011 bersifat tetap (incrha), namun masih ada jalan hukum yang dapat ditempuh, yakni Peninjauan Kembali (PK).


Pihak MA menyampaikan bahwa PK dimungkinkan jika terdapat hal-hal luar biasa terkait sengketa tersebut. Misalnya, ada bukti baru yang belum sempat diajukan sebelumnya, atau adanya kekhilafan dalam penetapan putusan tersebut, serta putusan tersebut dianggap sesat. (rul/ham)

No comments:

Post a Comment